Yusrina Fitria

Yusrina Fitria

marquee Yusrina Fitria
Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 22 Juni 2016

Kata Ayah, Aku Harus Cerdas

Malam ini sama seperti malam kemarin, bahkan tahun-tahun yang telah lalu.
Jika ada hal yang paling tidak membosankan setelah tilawah, aku akan memilih mendengarkan ocehan ayah yang selalu tepat mengena di jantungku.
Tinggal nunggu piala bergilir buat yang betah. Itu kata adikku.

Well.
Dari 987.654.321 nasihat yang ayah berikan, kisah yang ayah ceritakan, amarah yang ayah ungkapkan, atau kata-kata sayang yang selalu manis jika beliau ucapkan, aku paling mantap sekali rasanya paham tentang yang satu ini.
Memang, ayah kalau bahas ini pasti mengheningkan cipta dulu. Mungkin beliau ragu, sebab belum rela melepas seorang 'aku'.

"Sayang, dengarkan ayah baik-baik. Kamu lihat dunia kita sekarang? Tahu gak apa yang sebenarnya menjadi asal muasal kekalutan dunia kaya sekarang?"

"Manusia banyak durhaka, ya kan Yah?"

"Bukan. Sama sekali bukan."

"Lantas apa?"

"Semua karena fitnah wanita."

"Lho? masa Yah?"

"Wanita itu makhluk Tuhan paling super. Pastilah menjadi cerminan bagi sebuah negeri, tentang bagaimana wanitanya. Tak usah jauh-jauh bahas negeri. Bahas saja skala kecil, keluarga contohnya. Lihat, bandingkan. Mana yang lebih berkualitas dunia akhirat keluarga yang wanita di dalamnya adalah shalihah dengan yang tidak? Bandingkan, bagaimana dengam keluarga yang wanita di dalamnya cerdas atau tidak? Berattitude atau tidak?"

"Ayah semacam memberikan pertanyaan yang tak perlu jawaban, Yah."

"Nah, sedari itu. Apakah anak Ayah tidak ingin jadi wanita yang shalihah, cerdas, dan berattitude? Bukannya kamu sendiriyang bilang kalo kromosom yang menentukan tingkat kecerdasan anak itu dibawa oleh ibunya?"

"Ya, Yah. Lantas, maksud ayah? Aku belum benar-benar paham."

"Wanita yang shalihah, ia komplit secara spiritual. Itu kenapa di daerah kelahiranmu diwajibkan sepasang calon pengantin harus pandai baca Quran sebelum ijab qabul. Itu kenapa Ayah selalu keras mendidikmu agar kamu paham Quran. Yang jelas, anak-anakmu bisa jadi Qari/Qariah, Hafidzh/Hafidzhah. Percuma cantik, kalo gak bisa ngaji. Di alam kubur, kita bakal ditanyain pake bahasa Arab, bukan bahasa Inggris, Jepang, apalagi Minang. Wanita shalihah, yang tahu tanggung jawab dan kewajiban sebagai anak, saudara, istri, dan ibu tentunya. Air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan juga. Ia tahu kewajibannya. Sekarang ayah bicara tentang kewajibanmu nanti sebagai seorang istri. Ketika semua lahir dan bathinmu, suamimu yang turut bertanggung jawab. Tidak lagi ayah,apalagi ibumu. Wanita yang shalihah, menyerahkan semua yang ada pada dirinya hanya untuk taat kepada Tuhan, dan Tuhan kita, Allah swt memerintahkan istri untuk taat kepada suami. Ayah rasa, kamu sudah dapat kajian ini jauh lebih dalam dar ayah. Lanjut, wanita cerdas. Cerdas, bukan hanya IQ kamu yang sangat superior itu. Bukan hanya itu. Tapi, EQ dan SQ. Selalu punya jalan keluar ketika dihadapkan pada suatu masalah. Gak dibodoh-bodohin sama laki-laki. Pun karena cucu-cucu ayah berhak dilahirkan dari rahim wanita yang cerdas. Cerdas, maksudnya kreatif, inovatif, dan if if if lainnya. Selera humorjuga menentukan kecerdasan loh. Makanya, jadi wanita itu fleksibel, gak kaku, apalagi taklid. Boleh bergaul dengan siapa saja, tapi mesti cerdas memfilter siapa saja yang bisa diajak berteman. Cerdas itu bukan hanya berpikir lurus,ketika kamu berbeda dengan orang lain, punya cara pandang yang berbeda, toh jika semua bisa dicerdasi kan kamu tetap cerdas. Masalah attitude, agama kita sudah sangat komplit dihadirkan oleh Allah swt untuk menuntun ummatnya menjad pribadi yag berattitude. Mulai dari cara berpakaian, bicara, bertamu,makan, minum, apapun itu, semua sudah lengkap tanpa kurang suatu apapun. Lengkap juga dengan dalil naqli wa aqli nya. Tinggal kita bisa gak ngecover semua dan mengaplikasikan di kehidupan nyata. Intinya, kita diberikan secara adil oleh Allah, baik itu waktu, tenaga, fisik, dll. Pegang prinsip bahwa jika orang bisa maka saya bisa. Jadi wanita yang multitalented. Di suryuh ini,bisa,itu bisa. Ya, caranya mesti kepo dan belajar."

"Jadicuma dari pihak wanitanya aja ya, Yah? Kalo disuruh milih, mesti pilih laki-laki yang gimaana, Yah?"

"Ya, sama. Sama kaya yang Ayah bilang tadi. cuma ganti wanitanya sama laki-laki.
Periksa bacaan Qurannya. Masa dia cuma sayang kamu, sama Qurannya enggak? Lelaki cerdas malah sangat wajib. Lihat bagaimana cara dia memuliakan wanitanya. Apakah dia berusaha membuat kamu bahagia atau tidak? Toh, rezeki laki-laki tergantung pada wanitanya, Nak. Pilih laki-laki juga mesti lihat selera humornya. Aneh sih, tapi itu bisa menentukan dia cerdas atau gak. Ya kudu dilihat, humornya berkualitas atau abal-abal. Itu cuma contoh klise aja. Yang penting secara intelektualnya, dia berpendidikan. Berpendidikn bukan berarti titel akademiknya yang selangit tapi nyatanya omdo. Kamy bisa lihat bagaimana cara dia berbicara. Bisa dipercaya atau gak. Darisitu udah ketahuan cerdasatau gak. Memang, bisa nipu. Tapi kan, wanita makhluk paling peka. Sing penting juga setia. Kaya Ayah, tentunya. Yang berusaha bertahan sama-sama. Susah senang sama-sama. Yang bisa bikin tenang kalo ada di dekatnya. Bisa bikin hati susah jadi senang kalo dengar celotehannya. Duh, berasa hidup di surga."

"wihhh keren ya, Yah. InsyaAllah Yah. Orang langka kaya gitu mungkin perlu dibudidayakan Yah. Biar wanita yang lain juga kebagian. hahaha. Ayah, kalo suatu saat nanti, aku udah ketemu sama yang semacam itu, gimana Yah?"

"Lanjut M.Pd dulu, biar Ayah gak balik modalnyekolahin kamu. Kalo mau mondok, sekalian diajak 'habiib'nya mondok jamaah. Biar sama-sama wisuda Khatmil nya. Ya, bagusnya dia juga keukeh buat nyambung S2. Biar klop. Kan gak rugi bamdar jadinya. hehehehee."

"Gubrak. :) (pikiran mulai melayang entah ke mana)"

Udah ah, penat. Mau tidur, besok sahur.
Titip salam buat masa depan. *smile*

Selasa, 21 Juni 2016

Aku Hanya Siang yang Meranggas

Aku Hanya Siang yang Meranggas  
Entah dari mana harus aku mulai. Yang terang, ia tiba-tiba saja hadir menyelinap ke dalam mimpi. Menikam perlahan, hingga tak tahu siapa yang lebih berhak untuk tetap bertahan. Bertahan hanya ada dalam kamus mereka yang percaya. Percaya jika memang semua akan baik-baik saja, walau harus sedikit terluka. Percaya jika memang ia akan temui muara. Pasti, tapi entah kapan kan terjadi. Walhasil, kita harus tega untuk hanya menyebutnya ‘mungkin’. Sayang, bukan perihal sabar atau kepastian. Karena kita terlalu angkuh untuk memutuskan semua akan mejadi pasti seperti yang telah kita ingini. Bukan, sekali lagi bukan. Tapi, tidak ada yang salah dengan perasaan. Jika ia bisa saja hadir tiba-tiba, lantas salahkah jika ia bisa lenyap tiba-tiba? Memang, tidak ada yang salah dengan perasaan. Tidak ada yang salah dengan suratan. Yang salah adalah ketika kita masih berdebat tentang pertanyaan. Bukan mencari alasan untuk bertahan. Pada yang salah, kita hanya perlu memperbaikinya agar tak kembali salah. Pada yang benar, tidakkah kita ingin semuanya sama? Sama-sama memiliki alasan untuk bertahan. Bertahan dengan sisa-sisa yang belum sempat diungkapkan. Walaupun ia hanya bisa membunuhmu secara perlahan. Aku pun demikian. Aku hanya kuntum yang tak sempat mekar. Yang lelah harus mengubur dalam-dalam setiap keakuan hanya demi bertahan. Keyakinan yang memaksa aku begini. Yakin jika memang semua akan tetap baik-baik saja setelah begini. Setelah kita, bukan kita yang dulu. Tapi, yang seperti ini. Aku hanya matahari yang terburu-buru terbit di beranda hati. Berniat menerangi, namun harus rela terbakar api sendiri. Aku hanya siang yang meranggas sebab terlalu lama terbakar. Benar-benar terbakar. Sementara kamu. Kamu hanya sekam yang mulai memanas terbakar oleh aku. Kamu yang belum sempat menatapku lebih nanar. Dan akhirnya, kita sama-sama terbakar.  Sedang kamu hilang ingin menjadi abu dan aku tetap bertahan membakarmu. Membiarkan nyala kita akan tetap ada hingga aku benar-benar merasa kita ada untuk kita. Aku mengutuk diriku atas apa yang terjadi. Karena malam menyangsikan kehadiran akan aku yang sedang meranggas tanpa batas. Pasrah, tak pernah memuntut balas. Kita tidak perlu menarik masuk daun pintu yang sempat terbuka lebar. Jika hanya untuk bertamu, bukankah memang harus bertemu?
 

Blogger news

Blogroll

About