Yusrina Fitria

Yusrina Fitria

marquee Yusrina Fitria

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 30 November 2014

RINA-I SENJA DI UJUNG MATA



RINA-I SENJA DI UJUNG MATA
Amrinaa Yusraa

Entah dari mana akan kumulai kisah romantika di ranah kehijau – hijauan yang dunia sebut dakwah ini. Diam sejenak. Izinkan ku urai untaian permata cerita yang sempat puluhan pekan kumaknai dengan tinta emas pengorbanan, kesetiaan, dan keikhlasan.
Ayah pernah berpesan, “Jika kau mencintainya, lillaah, Nak. Dekaplah ia dengan kehangatanmu. Jangan biarkan ia berpaling darimu. Kerana cinta yang haqiqi memang datang dari tangan Rabbi yang Maha Membolak – balikkan hati.”
Ini bukan cerita tentang bagaimana aku terhunus bilah cinta dari insan manusia. Bukan. Tapi, sungguh, kuharap kau tahu bahwa berdiri gagah di bawah payung yang kau pinjamkan untuk beberapa waktu ini berhasil menghipnotisku. Mulai dari taujih Rabbani yang membungkus pagi hingga taujih insani yang kadang menyindir diri. Mulai dari berseteru memutuskan sesuatu hingga gelak tawa ringan sebab sesuatu.
Jika kau tanya pantaskah aku diberi sepotong amanah yang membuat mereka iri, maka kan kujawab, “Tidak !” Kerana tak selamanya yang kuning itu emas, tak selamanya yang mengkilat itu berlian. Di mata mereka, aku kan mampu mengangkat nama anak dakwah ini ke permukaan. Walau kadang sempat mata tak mampu lagi terbuka, kaki mulai terseok melangkah ke muka, dan hati mulai tak sempat tuk peka.
Di awal cerita, aku sempat mengaduh pada zona yang perlahan menyiksa. Ada kala tanpa tegur sapa, bahkan segan untuk menampakkan muka. Na’uudzublilllaah tsumma na’uudzubillaah. Aku kira mereka salah memilih orang. Seharusnya bukan aku yang layak berdiri bersama mereka di bawah payung yang sama. Bukan aku yang layak menguatkan pundak bersama mereka melawan hebatnya angin yang lepas tertawa. Bukan aku yang layak berpangku tangan mengusir kilat yang tiba – tiba menyapa. Bukan. Bukan pula aku yang layak bersama mereka menanti tujuan ke dermaga perkasa menyambut pelangi indah yang kabarnya akan singgah mewarnai dunia.
Mungkin kali ini aku hanya bisa bernyanyi lewat sebait dua bait puisi yang penuh akan diksi. Sempat mencuri simpati bahkan melunglaikan tungkai hati. Bernyanyi tentang lagu yang kita cipta dan maknai sendiri. Menari dengan rinai yang bersahaja kala senja hari sembari menghantarkan voucher bingkisan nasi.
*****

“Bu, kami hanya ingin uluran hangatmu. Agar dakwah ini tak hanya sepanjang galah. Jangan buat kami merasa bersalah.”
“Pak, kami hanya ingin disambut senyum sumringahmu. Agar dakwah ini tak hanya tinggalkan nama, tapi berjejak selama - lamanya.”
Episode selanjutnya bercerita tentang perjuangan yang tak terlupakan bersama dinginnya bulir rinai dan asrinya kota tercinta, Padang. Masih setia terpatri memori yang kita lalui ketika proposal di kanan dan voucher di kiri. Aku kadang sibuk senyum – senyum sendiri. Ini bukan untuk kita, tapi untuk ummat. Niat karena Allaah walau sempat diteror lelah.
Kala itu kita sama – sama memaknai bahwa berbicara tidak hanya untuk menghibur diri. Tidak hanya menyampaikan keluh kesah di hati. Tapi, berbicara sejatinya mengajarkan kita untuk mendengar. Mendengar bahwa nyatanya dakwah tidak cukup dengan hanya niat di hati. Akhirnya kita sadar bahwa niat saja ternyata belum cukup. Semangat saja juga belum cukup. Tapi cinta membuat kita bekerja dengan hati, hingga lahirlah harmoni menapaki episode hari.
Cerita kita bersambung dari ahad ke ahad lagi, tanpa henti. Agenda kita juga bersambung dari ahad ketemu ahad lagi. Cukup membahagiakan. Cukup menyenangkan. Cukup menyibukkan. Cukup melelahkan. Namun tak cukup waktu untuk mengisahkan detail cerita yang meaningful dalam sejarah hidup.  Pada manisnya gelak tawa kita atau asin pahitnya air mata kecewa ingin kusampaikan bahwa aku bersyukur menjadi bahagian dari kalian semua.
*****
Sederhana. Ibarat sebuah kotak berukuran raksasa. Kira – kira ukurannya empat meter kali empat meter. Kurang lebih luasnya enam belas meter persegi. Mungkin. Aku awalnya bertanya – tanya. Bagaimana caranya petakan sederhana ini menjadi saksi akan sejuta kisah kita. Tiada yang mustahal dan mustahil di dunia. Nyatanya, hingga detik ini kita masih di bawah atap yang sama. Di atas permadani hijau yang sama. Di antara tirai – tirai hijau muda yang sama. Ah, kawan. Sulit bagiku mendeskripsikannya dengan barisan kata. Beri aku waktu untuk menceritakannya. Namun, jangan sekali – kali beri aku waktu tuk melupakannya.
Di sana, di petakan sederhana. Kan tetap mengalir peluh – peluh calon syuhada yang kuharap kan tetap membara pula semangatnya. Tetap istiqamah ikrarnya. Tetap kokoh pundak – pundaknya.
Di sana, di petakan sederhana. Bukan hanya tempat berteduh sementara. Bukan sebagai arena ‘penitipan’ adanya. Tapi, lihatlah pada rak – rak yang tersusun rapi atau pada papan – papan pengumuman yang tak pernah sepi.
Di sana, di petakan sederhana. Tak kenal musik ‘nakal’ atau lagu – lagu ‘sensasional’. Hanya ada murattal yang mampu mengubah raut bahagiamu yang semula kesal. InsyaaAllaah.
Di sana, di petakan sederhana. Aku pernah mendengar takbir yang menggema memecahkan kesunyian pagi, kala jangkrik, semut, cicak, atau bahkan  katak – katak ‘mungil’ masih belum menampakkan diri.
Di sana, di petakan sederhana. Sudah lahir ratusan bahkan ribuan nama calon penghuni surga. Berani menggadaikan waktunya tuk pertahankan tegaknya bendera kemenangan Islam lillaahi ta’ala. Berani mengukuhkan genggaman tangan bersama saudara demi perjuangkan ‘tiada illah kecuali Allah semata’.
*****
Ledakan Energi Peradaban
Empat syuhada berangkat pada suatu malam
Gerimis air mata tertahan di keesokan
Telinga kami lekapkan ke tanah kuburan dan simaklah itu sedu – sedan
Mereka anak muda pengembara tiada sendiri
Mengukir reformasi karena jemu deformasi
Dengarkan saban hari langkah sahabat – sahabatmu beribu menderu – deru
Kartu mahasiswa telah disimpan dan tas kuliah turun dari bahu
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad dua puluh satu
Tapi malaikat telah mencatat indeks prestasi kalian di Trisakti bahkan di seluruh negeri
Karena kalian berani mengukir alfabet pertama dari gelombang ini dengan darah arteri sendiri
Merah putih yang setengah tiang ini merunduk di bawah garang matahari
Tak mampu mengibarkan diri karena angin lama bersembunyi
Tapi peluru logam telah kami patahkan dalam doa bersama
Dan kalian pahlawan bersih dari dendam
Karena jalan masih jauh dan kita perlukan peta dari Tuhan
(Taufik Ismail, 1998)
Puisi enam belas tahun ini berhasil ‘mengguna – gunai’ku. Hingga sampailah memoriku berlari pada satu kisah ketika Imam Syafi’i pernah ditanya oleh seseorang, “Mana yang lebih hebat bagi seseorang, antara dikokohkan (dimenangkan) atau diberi ujian.” Lalu Imam Syafi’i menjawab, “Ia tidak dikokohkan sebelum diberi ujian” (Ibnu Al-Qayyim: 283).
Demikianlah sunnatullah terjadi pada orang-orang hebat di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka tidak diberikan kemenangan sebelum diuji hingga berdarah-darah. Karenanya Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Manusia yang paling dashyat cobaannya adalah para anbiya’ kemudian orang-orang serupa lalu orang-orang yang serupa. Seseorang itu diuji menurut ukuran agamanya. Jika agamanya kuat, maka cobaannya pun dashyat. Dan jika agamanya lemah, maka ia diuji menurut agamanya” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
*****

Ketika sejenak berpikir, sempat terlintas di benak, “Kenapa diri ini bisa dan ingin aktif di UKK ? Hingga akhirnya ditakdirkan menjadi ‘kepala Biro’ seperti saat sekarang ini ( akan lengser maksudnya, hehe ). Apa sebenarnya yang diri ini inginkan dan yang akan diri ini dapatkan dari UKK sehingga ‘mau – maunya’ memberikan sedemikian besarnya energi diri saat ini ( dan insyaaAllaah hingga kedepannya ) ?”.  Terkadang, jawaban muncul tanpa diundang, “Ilmu Islamkah yang diri ini cari di UKK ?”
Pernyataan yang sering diucapkan oleh calon pengurus UKK pada umumnya ketika diwawancarai pada awal kepengurusan dan ditanya, “Kenapa dinda pengen ikut UKK ? Di UKK gak di gaji, loh J ”. Ternyata tidak, sebab jika hanya ini tujuannya maka tentulah diri ini masih bisa dapatkan dengan mentoring mingguan yang setia dijalani dan juga lingkaran ta’lim dalam momen – momen berkesempatan.
Mencoba flashback, sampai ketika diri masih terkategori ‘maba’, awalnya diri mengggumam , “Ah, gak perlu lah ikut UKK, gak mau!”. Lantas apa yang membuat diri ini akhirnya bisa mengubah haluan hati ? Ternyata, sejatinya (dengan merefleksikan diri di masa nun lampau barang tentu ) dakwah lah yang menjadi motivasi besar tuk memautkan hati. Sedikit tertrigger dengan posisi yang tak kenal kata mainstream. Kita butuh akan hadirnya dakwah layaknya butuh bernafas setiap saat, makan setiap hari, istirahat dengan cukup durasi, bahkan mandi dua kali sehari.
*****

Allaahumma Raabithataha


Bismillaahi...
Auudzubillaahi minasysyaithaanirrajiim...
"zuyyina linnaasi hubbusysyahawaat..."

Tinggal beberapa pekan lagi kesempatanku merasuki celah - celah cerita kita yang mulai tampak ujungnya...
Tinggal beberapa hari lagi waktuku untuk menggentayangi bayang - bayang yang mulai tampak kan menghilang...

Bukan masalah waktu yang belum bisa menjinakkan galau..
Hanya saja keurungan niat tuk menyapa senja yang belum kesampaian...
Jangan tanya mengapa...
Sebab dari ujung - ujung hidung mulai tampak kristal yang menggantung...

Katanya kita kan kehujanan bersama...
Ditusuk - tusuk sinar mentari pun bersama...
Katanya kapal kita ingin merayap hingga sampai ke dermaga perkasa...
Diombang - ambingkan ombak dan angin yang selalu datang tiba - tiba...

Coba nikmati sebentar kue kering pagi ini, mungkin kita akan rindu betapa nikmatnya dimakan bersama...
Coba nikmati gelapnya pagi sebelum kokok ayam bersuara pagi ini, mungkin kita akan rindu betapa nikmatnya udara yang kita hirup bersama...

Sudah...
Lupakan saja kecewa dan gundah gulana...
Seyogyanya akan segera tiba masa di mana kita merindukan romantika di zona yang kita lingkari bersama...
Sudah...
Lupakan saja tangis dan haru yang pernah tercipta...
Seyogyanya akan segera tiba masa di mana kita merindukan gelak tawa saudara seiman yang berjuang bersama...
Bersiaplah berdiri tegak menyambut pelangi yang kan lambaikan tangan ke kanan dan ke kiri...
Kerana indahnya ia menentukan indahnya romansa dakwah yang telah kita bina hingga kini...

Ini hanya problematika hati yang masih belum siap menampakkan diri di hadapan Illahi...
Tentang pertanggungjawaban diri terhadap dosa dan penyakit hati...

Hingga akhirnya diri hanya mampu menyendiri dan bermain dengan hari...
Semoga Allaah pertemukan kita di surga nanti...
Singkat kata, aku tak bisa melupakan kisah kita, dan kuharap kalian juga...


Padang, 19 November 2014  00:04 WIB
"menanti pelangi yang kan segera tiba"
---yusrinafitriaheriza.blogspot.com---
*****
Kubaca firman-Nya. Sungguh tiap mukmin bersaudara. Aku tahu ukhuwah tak perlu diperjuangkan kerana ia hadir hanya akibat dari iman. Aku jadi semakin yakin bahwa ukhuwah memang bukan hadir untuk diperjuangkan. Kerana ketika ikatan mulai tampak melemah, saat keakraban mulai tampak merapuh, saat salam perlahan mulai menyakitkan, saat kebersamaan serasa bak sebuah siksaan, saat pemberian serupa bara dalam genggaman tangan, dan saat kebaikan justru disulap melukai perasaan. Ingatlah, itu tersebab bukan ukhuwah kita yang cacat, hanya tersebab iman kita sedang tidak enak badan. I still remember your eyes found a way to melt my heart.
Teruntuk kakak KaMus dan kakak BendUm. Ingatkah pada pertemuan dan perkenalan kita pertama ? Ya, Musyawarah kerja UKK di lantai III FIK ( kalo gak salah ) yang beraula. Aku sendiri menyaksikan bagaimana indahnya campur tangan Tuhan yang menggerakkan kakiku berayun dan duduk di sebelah bangku kanda berdua. Mulai saling memautkan pandangan mata hingga ayunan tangan sembari menyapa. Aku sebelumnya tak kenal kanda berdua. Jujur, belum. Dan ingatkah ketika Allah memperjalankan langkah kita bertiga menuju az – Zahra dua tuk tunaikan Dhuha ? Allah memang romantis skenario-Nya. Hingga kita sama – sama hadir dalam petakan yang sama, menghimpun rasa dengan cinta. Terima kasih tuk sejuta episode yang telah kita lalui bersama. Bahkan nasihat – nasihat yang mampu menjatuhkan bulir di ujung mata.
Alhamdulillah, kini kita sudah mulai belajar banyak dari kisah. Kita belajar bahwa dalam hidup ini, pilihan-pilihan tak selalu mudah. Sementara kita harus tetap memilih. Memilih untuk tetap tinggal di sini atau pergi. Pergi bukan sekadar retorika puisi, namun pergi yang bermakna kan datang lagi. Datang bukan sebagai sosok yang ingin dipuja bahkan dipuji. Melainkan datang sebagai mentari yang tetap setia menerangi atau ‘menyamar’ menjadi pelangi yang setia mewarnai.
Zinnirah, mungkin tak janggal singgah di daun telinga. Sebab kecintaannya bermuara pada kata setia. Setia yang dibarengi ikhlas lillaahi ta’ala, jangankan sepasang bola mata, nyawa pun kan jadi taruhannya. Bagaimana dengan kita ? Sanggupkah lima menit saja dikorbankan untuk dakwah ? Sanggupkah lima ribu rupiah saja dikorbankan untuk dakwah ? Silakan bercermin pada ikhlas dalam diri. Sebab ikhlas yang haqiqi adalah memberi arti bukan menanti bukti, memberi kebaikan bukan pujian, menebar cinta bukan kerana ingin dipuja.
Special thanks to Allaah subhaanahu wa ta’ala yang telah menitipkan amanah ini di tangan yang mungil lagi kerdil. Shalallaahu ‘ala Muhammad, teruntuk habiballaah yang telah mengajarkan kami arti cinta, kerja, setia, dan memaknai setiap ukiran yang tercipta dari kata saudara. Syukran jazaakumullaah khairan katsiiraa teruntuk ikhwan wa akhwat rahimakumullaah yang sempat meminjamkan senyumnya, menumpahkan peluhnya, menyodorkan waktunya, serta mengikhlaskan rupiahnya dalam agenda – agenda dakwah yang kita hadiahkan bersama. Kerana episode baru belum selesai, melainkan baru saja dimulai.
Tetaplah menjadi jundi yang taat. Sebab semakin tinggi pohon, semakin kencang pula angin yang datang menggoyahkannya. Pohon perjuangan yang telah kita tanam selama ini telah tumbuh menjulang. Wajar, terpaan angin pun serasa semakin kuat. Agar pohon ini tetap melekat, satu-satunya cara adalah dengan menyulap akar - akar taqwa menjadi kian kuat. Kalau pun satu pohon harus tumbang kerana uzur usia atau ketidakmampuan akar menahan dahsyatnya terpaan angin yang datang menyapa, kita tetap bisa tersenyum manis sebab pohon-pohon perjuangan kita telah bertumbuhan dimana-mana. Kini sehebat apapun angin ujian, badai ujian, selama kita selalu berakarkan keimanan dan ketaqwaan tak akan pernah mampu merusakkan jutaan pohon kebaikan yang telah kita tanam. Jangan biarkan dedaunnya lantas menguning, tetap jaga hijaunya yang menyejukkan mata. Mata yang rindu akan santun dan tegur sapa antar saudara.
-----Kutulis ini bersama ‘rinai senja di ujung mata’.
Berharap ada pertemuan selanjutnya dalam belaian indahnya surga-----
Shadaqallaah ‘aliyyul ‘adzhiim...
Solok, 29 November 2014, 22 : 14 WIB

Filantropi

Tuhan mengajarkan lewat ayat - ayat cinta-Nya nun suci. Jika memang cinta hadir melengkapi hayat manusia.Tak peduli, rajakah, ratukah, Presiden, Guru, Protokoler, Tukang ojeg, Tukang sayur, yang tua, muda, bayi, atau zigot sekali pun.
Mereka butuh CINTA. Hanya saja cara mereka mendapatkannya yang berbeda. Cara mengungkapkannya yang berbeda. Seperti Raja yang cinta pada mahkotanya. Tukang sayur yang cinta pada pelanggan atau pembelinya. Bayi cinta pada sentuhan lembut orang tuanya. Bahkan zigot yang cinta pada selubung tempat tinggalnya yang hangat lagi menghangatkan.
Tuhan menciptakan cinta kerana ia penting. Hanya saja kita belum tepat memaknainya. Bukan bahagia yang dicari, tapi bahagia yang dicipta. Yakinlah, muara cinta hanya bahgia, hanya ketenangan, kehangatan, kedamaian, dalam rangkulan Tuhan.
Hujan mengajarkan aku bagaimana filosofi langit. Pernahkah kita berpikir kenapa turun hujan ? Adanya penguapan ? Coba buka jendela imajinasi. Bebaskan diri. Aku mengira Tuhan sengaja membuka keran langit. Hinggaa air bebas berjatuhan. Ini wujud cinta Tuhan pada hamba-Nya yang minta perhatian. Mentari, mengapa ia tetap menyala ? Lihat kuasa Tuhan menggeser sedikit posisi kita. Ini wujud cinta Tuhan pada hamba-Nya yang minta keadilan. Pernahkah berpikir mengapa Tuhan ciptakan malam ? Kerana Ia inginkan hamba-Nya istirahat ? Ah, bukan. Ini wujud cinta Tuha pada hamba-Nya yang tengah dilanda kerontangnya kerinduang. Haus akan setitik embun pertemuan.
Tuhan hanya inginkan kita temui-Nya dan merayu. Kerana cinta mengajarkan kita rasa syukur. Rasa terima kasih. Gulita mengajarkan kita makna gemilang bersama bintang gemintang. Hanya saja hati kita belum mampu tuk peka.
Jangan pikir cinta mendidikmu berbuat dosa. Jangan. Hanya syaitan sedang mengatasnamakannya sebagai tanda perkenalan. Lewat mata, telinga, tangan, kaki, bahkan hati. Sedikit pita di ujungnya yang mampu mengubahnya lebih indah di pandang mata.
Syaitan mendidikmu untuk mati rasa. Membuat cinta dimaknai sebagai lumbung dosa. Dan tiba - tiba kita berteriak menyalahkan Tuhan. Na'uudzubillaah tsumma na'uudzubillaah. Kau bilang Tuhan pergi tanpa tinggalkan pesan. Padahal kau sendiri belum sempat temui-Nya. Beralasan sibuk dengan tuntutan. Hamba macam apa ?
Tapi Tuhan tetap cintaimu. Memelukmu dari kejauhan. Walau firman selalu kalau lupakan.
Ingatlah wahai diri. Tuhan punya kuasa atas napas yang tertinggal. Jangan salahkan cinta yang Tuhan hadirkan sebagai jalan menuju kemaksiatan. Hidup ini pilihan. Memilih untuk tetap dalam dekupan Tuhan atau malah kebalikan.
Fitri, fitrah, suci. Jangan nodai ia dengan noktah hitam kemaksiatan. Lewat pandang yang sekali - kali bisa meracunimu. Lewat pesan - pesan indah yang mengotori harapanmu. Atau yang lainnya. Ingatlah, janji Allaah itu pasti. Kau cukup sesali yang telah terjadi. Berlari sekencang - kencangnya mendekat dalam pelukan ILLAHI. Jangan hiraukan bisikan syaitan. Sebab yang kita inginkan hanya Tuhan. Sekali lagi, berlarilah mendekat pada Tuhan. Bawa cinta yang ingin kau buktikan.

Selasa, 18 November 2014

Allaahumma Raabithataha

bismillaahi...
a'uudzubillaahi minasysyaithaanirrajiim...
"zuyyina linnaasi hubbusysyahawaat..."

tinggal beberapa pekan lagi kesempatanku merasuki celah - celah cerita kita yang mulai tampak ujungnya...
tinggal beberapa hari lagi waktuku untuk menggentayangi bayang - bayang yang mulai tampak kan menghilang...

bukan masalah waktu yang belum bisa menjinakkan galau..
hanya saja keurungan niat tuk menyapa senja yang belum kesampaian...
jangan tanya mengapa...
sebab dari ujung - ujung hidung mulai tampak kristal yang menggantung...

katanya kita kan kehujanan bersama...
ditusuk - tusuk sinar mentari pun bersama...
katanya kapal kita ingin merayap hingga sampai ke dermaga perkasa...
diombang - ambingkan ombak dan angin yang selalu datang tiba - tiba...

coba nikmati sebentar kue kering pagi ini, mungkin kita akan rindu betapa nikmatnya dimakan bersama...
coba nikmati gelapnya pagi sebelum kokok ayam bersuara pagi ini, mungkin kita akan rindu betapa nikmatnya udara yang kita hirup bersama...

sudah...lupakan saja kecewa dan gundah gulana...
seyogyanya akan segera tiba masa di mana kita merindukan romantika di zona yang kita lingkari bersama...
sudah...lupakan saja tangis dan haru yang pernah tercipta...
seyogyanya akan segera tiba masa di mana kita merindukan gelak tawa saudara seiman yang berjuang bersama...

bersiaplah berdiri tegak menyambut pelangi yang kan lambaikan tangan ke kanan dan ke kiri...
kerana indahnya ia menentukan indahnya romansa dakwah yang telah kita bina hingga kini..

ini hanya problematika hati yang masih belum siap menampakkan diri di hadapan Illahi...
tentang pertanggungjawaban diri terhadap dosa dan penyakit hati...

hingga akhirnya diri hanya mampu menyendiri dan bermain dengan hari...
semoga Allaah pertemukan kita di surga nanti...
singkat kata, aku tak bisa melupakan kisah kita, dan kuharap kalian juga...


Padang, 19 November 2014  00:04 WIB
"menanti pelangi yang kan segera tiba"


Sabtu, 01 November 2014

Sepasang Bola Mata

Hari ini kulihat ada yang berbeda antara kita...
Dengan penuh tanda tanya kupaksakan berteriak pada dunia..

Sejauh itukah kita ?
Bagai dua lempeng yang terpisah oleh samudera...

Sudikah kau bangun jembatan gantung barang sekilan adanya ?
Agar jarak yang terhujam lama kan hilang walau sehela...

Sejauh itukah kita ?
Bagai dua planet yang terpisah oleh benda angkasa...

Sudikah kau bangun jembatan gantung barang sehasta adanya ?
Agar jarak yang mengakar lama kan lenyap walau sementara...

Sejauh itukah kita ?
Bagai dua nahkoda yang terpisah oleh dermaga raksasa...

Sudikah kau bangun jembatan gantung barang sekaki adanya ?
Agar jarak yang melekat lama kan lepas walau semasa...

Aku ingin kita bagai sepasang bola mata...
Terbuka bersama...
Terpejam bersama...
Berkedip bersama...

Padang, 1 November 2014 18:26
'ditengah dinginnya rinai di barat Sumatera'

Selasa, 28 Oktober 2014

Seuntai Syair untuk Hamba Tuhan

Tuhan...Dawai ini sengaja kugerakkan ketika kusadar jika sedang butuh pertemuan...
Pertemuan yang akan segera berakhir dalam hitungan pergerakan bulan...
Pertemuan yang kan lahirkan perpisahan dan kerinduan...
Walau sukma sudah sejak kemarin meronta tak karuan...

Tuhan...
Kali ini tolong izinkan kutuliskan syair untuk hamba-Mu yang memanggilmu syahdu...
Yang setia dengan zuhudnya walau kadang tampak malu - malu...
Yang betah membeku demi mendapatkan sesuatu yang tak kenal semu...
Walau sesak sudah membaha sejak lalu...

Tuhan...
Kali ini tolong biarkan hanyut dalam aliran kisah yang sengaja telah Kau takdirkan...
Pada seorang yang masih didiktekan langkahnya hingga mampu sampai ke tujuan...
Meski waktu memaksaku meremukkan kenangan masa lalu...
Tapi aku yakin Tuhan, Kau pasti kan berikan yang terbaik untuk hamba-Mu...


Tuhan...
Kali ini tolong izinkan aku menarik manja selimut kelabu yang tarajut perdu..
Yang kadang sempat menghangatkan walau nyaris tak pernah diminta demikian...

Tuhan...
Kali ini tolong izinkan aku menuang syair penawar rindu...
Yang kadang sempat mendinginkan walau nyaris tak pernah diminta demikian...

Tuhan...Aku tahu...

Waktu yang kau takdirkan antara hamba-Mu telah sampai ke peraduan..


Meski sempat tercipta duka dan suka yang berlebihan...
Namun, biarkan saja aku setia mengingatnya...
Sebab dengan jarak dan waktu yang Kau cipta tak buatku mampu lupa seutuhnya...

 Padang, 28 Oktober 2014
23 : 12 WIB
"tanpa rinai, kala diam"

Sabtu, 25 Oktober 2014

Selekas Bahgia

Aku tertarik untuk bercerita tentang kisah kita..
Ya, kisah tali temali yang belum sempat terajut oleh masa..
Tentang kisah perpaduan jarak dan waktu yang melahirkan rindu..
Tentang senyum yang kadang ragu bukan untukku..
Dan tentang pengorbanan - pengorbanan kecil antara aku dan dirimu..

Jika malam kadang kesepian tanda bulan dan bintang, ada hujan yang akan datang setia menemani..
Berharap selepas fajar kan ada pelangin indah yang menyambut pagi walau tanpa sisa rinai malam tadi..
Jika siang kadang kesepian tanpa kuning mentari yang menyembunyikan diri, ada hujan yang akan datang setia menemani..
Berharap selepas senja datang kan ada pelangi indah yang menggantikan mentari yang malu - malu sejak siang tadi..

Itu bukan kisah kita..
Itu hanya pengantar kisah kita..

Lalu aku ingin bercerita tentang bahagia..
Bahagia yang sederhana..
Ketika aku masih bisa melihat bayanganmu menembus tirai hijau muda..dan....
Ketika aku masih bisa mendengar suaramu yang pernah buatku menitikkan air mata..

Lantas apa yang istimewa ?

Istimewa itu, ketika aku memperhatikanmu dan dirimu masih sibuk dengan zuhud yang kau jaga sepanjang waktu..
Istimewa itu, ketika aku melihatmu pelan dan dirimu masih menyembunyikan senyummu kau rahasiakan kemana ia tertuju..
Istimewa itu, ketika aku berdecak kagum dengan pengorbanan kecilmu untukku tanpa ada seorangpun yang tahu, kecuali aku..
Istimewa itu, ketika aku tersenyum sumringah saat tahu dirimu benar - benar menepati janji tak ulangi kesalahan yang sama padaku..

Rinduku memang milikmu..
Tapi rindumu belum tentu milikku..
Biarlah, Tuhan Mahatahu..
Jika nantinya bukan dirimu, akan ada sosok yang serupa denganmu..

Padang, 25 Oktober 2014
23.07 WIB
"masih berselimut rinai lembut"

Senin, 13 Oktober 2014

Sebuah Cerita

Sudah lebih dua puluh delapan pekan rasanya kita bercengkerama di bawah payung yang sama..
Mulai dari bunyi alarm yang setia membangunkan diri yang masih berselimut hingga ujung kaki..
Sampai dengan kisah tentang diri yang meraih bangku kuliah dengan berlari tak sadar diri..
Namun, bukan itu semua yang ingin kujadikan introspeksi..
Melainkan ada satu tumpuk rasa yang setia bersarang di dalam hati..

Hingga kini aku masih menaruh iri pada pena yang sering kau genggam..
Hingga kini aku masih menaruh iri pada helaian buku yang kau selam..
Hingga kini aku masih menaruh iri pada Quran yang kau baca hingga larut malam..
Dan hingga kini aku masih menaruh iri pada detik - detik kebersamaan yang kau anyam..

Anganku kadang sudah keduluan menembus batas yang tak terjamah mata..
Tergesa - gesa menjemput akhir cerita karena takut kita akan berganti nama..
Sampailah pada saat ketika waktu memang sudah tak sabar memberi kabar bahagia..
Walau sejatinya pertemuan dan kebersamaan yang kita jaga memang mutlak terlahir sementara..

Lebih dari dua ratus sepuluh hari tercipta buku - buku diari tentang episode membentengi hati..
Mulai dari sapaan yang tak berujung hingga harapan yang sengaja digantung..
Lebih dari seratus jam semua indera serasa dipenjara..
Muai dari kisah lisan yang kebablasan berkata hingga mata yang tak mampu dijaga..

Sejak dini sudah kuwanti - wanti..
Apa harapan kita kan berakhir sia - sia ?
Atau Allah dengan penuh kuasa menyiapkan sebuah singgasana untuk kita kan tetap bersama ?
Aku berharap, semoga..
Karena ilalang pun kan merajuk bila tak disapa angin..
Apa lagi aku..

Minggu, 12 Oktober 2014

KRIYA "JEMBATAN BARELANG" by BATAM KEPRI FLS2N 2011 @MAKASSAR


POSTER by RIAU FLS2N 2011 @MAKASSAR


POSTER by BALI FLS2N 2011 @MAKASSAR


POSTER by SUMATERA BARAT FLS2N 2011 @MAKASSAR


JUARA 1 POSTER by JAWA TIMUR FLS2N 2011 @MAKASSAR


POSTER by DKI JAKARTA FLS2N 2011 @MAKASSAR


POSTER by SUMATERA SELATAN FLS2N 2011 @MAKASSAR


POSTER by KALIMANTAN TENGAH FLS2N 2011 @MAKASSAR


THIS IS SIMPLE FOR YOU, BUT THIS IS MEANINGFUL FOR ME :)


Kamis, 09 Oktober 2014

Tiga Karakteristik Manusia

Dalam kehidupan ini manusia dapat diklasifikasi dalam tiga kategori, yaitu:
1. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Islamiah
    Ia adalah orang yang rajin beribadah dan rajin ke masjid. Orang yang seperti ini harus dinomborsatukan, kerana mereka lebih dekat dengan dakwah kita, sehingga tidak membutuhkan tenaga yang banyak dan untuk mengajak mereka pun tidak banyak kesulitan, insyaa Allaah.
2. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Asasiyah
    Ia adalah orang yang tidak taat beragama, tetapi tidak mahu terang-terangan dalam berbuat maksiat kerana ia masih menghormati harga dirinya. Orang-orang semacam ini menempati urutan kedua.
3. Manusia yang Berperilaku dengan Akhlak Jahiliah
    Ia adalah orang yang bukan dari golongan pertama atau kedua. Dialah orang yang tidak peduli terhadap orang lain, sedang orang lain mencibirnya kerana perbuatan dan perangainya yang jelek. Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya sejelek-jelek tempat manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah
orang yang ditinggalkan (dijauhi) masyarakatnya kerana takut dengan kejelekannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Golongan inilah yang disebut dalam sabda Rasulullah saw. sebagai: "Sejelek-jelek
teman bergaul". (HR. Muslim)
Orang-orang semacam ini menempati urutan terakhir dalam prioritas
dakwah fardiyah.
        Ada seseorang berdin di bawah pohon epal yang sedang berbuah lebat. Jika ia ingin memetik, ia terlebih dulu memetik buah yang dapat dijangkau dengan tangannya. Jika sudah habis, dan tinggal yang paling atas, maka jika dapat dijangkau buah itu akan dipetik dan kalau tidak, buah tersebut tidak akan terpetik.
  Bukan bererti seorang da'i harus tetap berpegang dan terikat dengan urutan ini, kerana kadangkala keadaan bisa mengubah pandangannya dalam hal ini —dengan izin Allah— seperti yang terjadi pada Umar bin Khathab ra., Khalid bin Wahd ra., Amr bin Ash ra., dan yang lain.
      Ada seseorang yang pergi ke pantai untuk memancing ikan dengan membawa peralatan pancing. Menurut pengalamannya, dengan peralatan yang ia bawa ituhanya akan mendapatkan ikan-ikan kecil. Tetapi pada saat itu ia terkejut kerana mendapatkan ikan yang besar.
      Ada beberapa pemuda dari daerah Bulaq, Kairo, yang berkeliling mencari tanah yang kosong untuk digunakan sebagai tempat peringatan Maulid Nabi Muhammad saw., yang akan dihadiri oleh Imam Hasan Al-Banna sebagai pembicara. Di sebelah warung makan, mereka menjumpai tanah lapang, lalu mereka bertanya kepada pemilik warung makan tersebut. Pemilik warung itu adalah Ustadz Ibrahim Karrum,seorang tokoh dari daerah Bulaq yang disegani oleh pemerintah yang berkuasa pada waktu itu dan disegani pula oleh kawan sendiri. Setelah mengetahui maksud dan tujuan pemuda-pemuda itu, beliau menyambutnya dengan sambutan yang luar biasa dan menyatakan kesediaannya. Setelah mereka kembali, mereka menceritakan kejadian yang baru saja mereka alami kepada Ustadz Hasan Al-Banna.

      Ketika Ustadz Al-Banna berangkat untuk berceramah dalam acara tersebut, terlebih dahulu beliau mengunjungi Ustadz Ibrahim Karrum dan mengucapkan terima kasih atas kebaikannya. Begitu pula tatkala beliau mulai berceramah, beliau juga mengucapkan terima kasih kepada Ustadz Ibrahim Karrum untuk
kedua kalinya. Sejak saat itu, Ustadz Ibrahim aktif dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin. Pada bulan Maret 1954 M. beliau memimpin demonstrasi akbar terhadap Jamal Abdun Naser. Mereka menuntut agar Presiden Muhammad Najib dipulangkan ke Mesir dan anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara dibebaskan. Beliau juga pernah dipenjara bersama anggota Ikhwanul Muslimin yang lain. Semoga Allah swt. memberikan
rahmat kepadanya.Tatkala seorang da'i melihat beberapa pemuda — yang wajah mereka menyiratkan ketaatan— maka ia berkeinginan untuk berkenalan dan mengajak mereka ke jalan dakwah. Yang perlu diperhatikan adalah dalam mendekati mereka dibutuhkan langkah yang cermat, kerana biasanya pemuda-pemuda ini mempunyai seseorang yang, mereka segani dan hormati. Jika seorang da'i dapat mendekati orang tersebut, sangat dimungkinkan pemuda-pemuda itu mengikuti dakwah kita. Namun jika pendekatan ini tidak berhasil, sebagai da'i, ia tidak boleh putus asa. Ia harus mendekati salah satu pemuda —di antara pemuda-pemuda tadi— yang pemahamannya terhadap dakwah islamiah lebih mantap, bergaul dengannya — dan juga yang lain— dengan sabar dan penuh kasih sayang tanpa menyinggung permasalahan yang dapat menyebabkan hubungan itu terganggu. Jika —dengan izin Allah— pemuda itu ingin menerima ajakan kita, ini akan sangat membantu usaha kita untuk mengajak teman-temannya yang lain. Pendekatan itu harus dilakukan dengan lemah lembut. Kita harus menyadari bahwa kita tidak diwajibkan untuk memastikan mereka semua menerima ajakan kita, namun jika mereka semua menerima ajakan kita, itu adalah rahmat dari Allah.
         Hanya Dialah yang berhak memberikan hidayah. Allah berfirman,"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberikan petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah-lah yang memberi hidayah kepada yang dikehendaki-Nya dan Allah lebih mengetahui orang-orangyang mahu menerima petunjuk." (Al-Qashash: 56) . Ayat ini menjelaskan bahawa walaupun kita memberikan segenap hati kita untuk
mengajak mad'u kita, tetapi hanya Allah-lah yang berhak membolak-balikkan hati orang tersebut.
Seorang tukang roti berdin di depan forn (tempat pembakaran roti), sambil memasukkan potongan-potongan roti ke dalamnya. Setelah menunggu beberapa saat, ia mengeluarkan roti yang sudah matang dan membolak-balikkan yang belum matang. Setiap kali ada roti yang sudah matang, ia akan mengeluarkannya. Bisa dipastikan bahawa ada beberapa potong roti yang jatuh ke dalam api dan terbakar. Inilah keadaan da'i tatkala berdakwah di masyarakat; ia memberi sekaligus menerima (give and take). Suatu saat ia mendekat dan pada saat yang lain ia menjauh.
         Ia akan memberi kepada setiap orang sebagaimana seorang doktor yang memberikan ubat dengan berlaku sabar. Setelah selang beberapa waktu, di antara mereka sudah ada yang tersinari oleh cahaya iman (inilah roti yang telah matang), ada yang menyambut ajakan tersebut kerana perasaan takut, ada yang menyambut ajakan tersebut kerana malu, ada yang bersikap angin-anginan, ada pula yang menjauh, dan bahkan ada yang berlaku tidak baik terhadap sang da'i. Untuk menghadapi mereka itu, kita tidak boleh putus asa, tetapi harus terus berusaha sehingga yang ditunggu-tunggu dapat dipetik, disertai doa agar Allah membukakan hati mereka.
         Adapun da'i yang menghabiskan waktunya hanya untuk satu orang dengan harapan agar orang tersebut mahu menerima ajakannya adalah tidak benar. Orang tersebut akan merasa bahawa dirinya diajak dengan cara yang sangat berlebihan, sehingga ia akan berprasangka buruk, dan bisa jadi ia akan lari dari ajakan itu, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah swt. Kaedah yang harus kita perhatikan adalah: "Ambillah yang mudah dan tinggalkan yang sulit, jika ada yang mudah".

( Dikutip dari buku At-Thariq ilal Quluub " Bagaimana Menyentuh Hati " karya Abbas As-Siisi )

Senin, 06 Oktober 2014

Aku Tidak Tahu, Bu...

Setelah ia mengutarakan semuanya kepadamu..
Setelah ia mengungkapkan seberapa kagumnya ia kepadamu..
Setelah ia menunjukkan semua perhatiannya kepadamu..
Setelah ia memperlihatkan selangkah dua langkah pengorbanannya kepadamu..
Apa yang kau rasakan, Nak ?
Apa yang kau harapkan, Nak ?
Apa kau balik kan memberikan hatimu untuknya ?
Apa kau balik kan memberikan waktumu untuknya ?
Atau apa kau balik akan membuka pintu harap untuknya ?

Jawab Ibu, Nak...
Aku tak ingin kau disentuh oleh orang yang salah..
Aku tak ingin hatimu dijamah oleh orang yang salah..
Aku tak ingin salatmu diimami oleh orang yang salah..
Aku tak ingin kau habiskan masamu dengan orang yang salah..

Jawab Ibu, Nak..
Apa ia pernah membuatmu terluka ?
Apa ia pernah membuatmu kecewa ?
Apa ia pernah membuatmu menitikkan air mata ?
Atau apa ia pernah membuatmu bahagia ?

Wahai Ibu..
Sungguh bimbangku benar - benar menggebu..
Pada siang dan malam pun aku sudah tak mau tahu..
Sungguh lamunku telah sirna dihempas senyum dari sudut itu..
Pada panas dan dingin pun aku sudah tak mau tahu..

Wahai Ibu..
Aku tengah mengharapkan seseorang yang belum tentu mengharapkanku..
Aku tengah mendoakan seseorang yang belum tentu mendoakanku..
Aku tengah mengutuk hatiku untuk mencintai seseorang yang belum tentu mencintaiku..
Aku tengah mencaci rindu pada seseorang yang belum tentu merindukanku..

Wahai Ibu..
Jika memang ia mengharapkanku..
Maka, salahkah aku bertahan mengharapkan seseorang di luar sana ?
Jika memang ia mencintaiku..
Maka, salahkah aku bertahan mencintai seseorang di luar sana ?
Jika memang ia merindukan kebersamaan denganku..
Maka, salahkah aku bertahan merindukan kebersamaan dengan seseorang di luar sana ?

Wahai Ibu..
Mentari dan bulan memang tak hadir bersamaan di satu waktu..
Mentari dan bulan memang tak saling menyinari di satu waktu..
Tapi keduanya hadir melengkapi semesta yang dikuasai-Nya..
Tapi keduanya bersinar menerangi semesta yang dirahmati-Nya..

Aku tidak tahu, Ibu..
Apakah ia atau ia yang kan memenuhi kehendak ibu..
Yang aku tahu, aku tengah menyembunyikan sekotak harap untuk ia yang belum tentu mengharapkanku..


Solok, 6 Oktober 2014                                         18.10 WIB
(di bawah siluet senja di barat Sumatera)

Selasa, 30 September 2014

Hanya Tuhan Yang Mahatahu



Hanya Tuhan Yang Mahatahu...
Ketika kurahasiakan rasa hati yang kian berputik, harap – harapkan berbunga indah...
Ketika kusembunyikan celah hati yang menyemburatkan sinar yang belum  pasti, sedang kapannya entah...
Mungkin kini aku mulai terbiasa dengan siluet – siluet anak mentari yang selalu menyemangati diri..
Mungkin kini aku mulai terbiasa dengan sepoi – sepoi angin yang menggelitik kudukku ketika rindu yang hampiri diri...
Mungkin kini aku mulai terbiasa dengan aroma mawar yang tumbuh di pepasir putih dengan tangkai berduri...
Atau mungkin aku sudah mulai terbiasa dengan ketenangan yang tercipta membungkus selaksa hati nurani...

Hanya Tuhan Yang Mahatahu...
Setiap lipatan rindu yang meninggalkan bekas di relung qalbu...
Setiap goresan sendu yang lahir bersama maksud  tak menentu...
Setiap kecompang – campingan emosi diri yang tak sabar menunggu...
Atau setiap detik yang terlalui walau tanpa sayap – sayap keingintahuan yang semu...

Hanya Tuhan Yang Mahatahu...
Kita dipisahkan oleh makar Yang Empunya diri dan hati...
Kita dipisahkan oleh aturan alam yang menunggu instruksi Illahi...
Kita dipisahkan oleh ruang hidup tak berdimensi...
Atau kita dipisahkan oleh egoisnya ketaksabaran yang belum sempat terhakimi...

Sudahlah...
Bagaimanapun...
Hanya Tuhan Yang Mahatahu...
Penantianmu dan sabarmu yang masih tertawan waktu...
Atau rasa penasaranku akan skenario Tuhan yang mengikatku ditali langkahmu...


Padang, Selasa, 30 September 2014                                                              22:22 WIB
(di tengah dingginnya rinai yang membasahi bumi)
Yusrina Fitria
 

Blogger news

Blogroll

About