38 TEKNIK NABI MUHAMMAD SAW DALAM MENASIHATI DAN
MENGOREKSI
1. TEGURLAH SEGERA DAN JANGAN
DITUNDA-TUNDA.
Ketika mengetahui seseorang
melakukan kesalahan, Rasulullah SAW akan segera menegur dan menasihatinya,
terlebih lagi jika menurutnya menunda nasihat akan berdampak lebih buruk. Ia
diutus kedunia untuk menyampaikan kebenaran dan menjelaskannya kepada umat
manusia, menganjurkan kebaikan, dan memperingatkan mereka dari kesalahan. Dalam
berbagai kesempatan, Rasulullah tak pernah diam dan membiarkan seseorang
melakukan kesalahan tanpa teguran atau peringatan sedikitpun. Dalam
hadist-hadist yang telah dikemukakan diatas kita melihat bagaimana Rasulullah
menegur orang yang berbuat salah pada saat itu juga, misalnya yang ia lakukan
kepada Usamah, Abu Bakar, dan lain-lain. Tempalah besi menjadi barang yang
diinginkan ketika besi itu masih panas. Jika dibiarkan dingin, tentu kita akan
kesulitan membentuk besi itu menjadi sesuatu yang kita inginkan. Sama halnya,
kita harus segera menegur orang yang melakukan kesalahan dan jangan menundanya
hingga ia tidak merasa bersalah, kecuali dalam kasus atau situasi tertentu yang
akan kita bahas lebih jauh dibawah ini.
2. JELASKANLAH KESALAHAN SESEORANG
DARI SUDUT PANDANG SYARIAT.
Dalam keadaan apapun, syariat mesti
kita jadikan landasan sikap dan perilaku, termasuk ketika menegur dan
memperingatkan seseorang dari kesalahannya. Islam diturunkan sebagai pedoman
hidup bagi seluruh manusia. Syariat Islam bersifat universal dan menyeluruh
meliputi berbagai aspek kehidupan, baik ibadah, aqidah, maupun muamalah. Karena
itu, ketika menegur orang yang berbuat salah, semestinya kita mengingatkan
kepadanya bahwa tindakannya itu melanggar syariat. Jarhad r.a meriwayatkan
bahwa suatu ketika ia berpapasan dengan Rasulullah SAW, sementara bagian
pahanya tak tertutupi kain. Nabi SAW menegurnya dan berkata, "tutupilah
pahamu, karena itu bagian dari aurat." Sunan Al-Tirmidzi.
3. JELASKANLAH KESALAHAN YANG
DILAKUKAN SESEORANG DAN SERULAH IA
AGAR SELALU MENGIKUTI
AJARAN ISLAM.
Ketika seseorang melakukan
kesalahan, berarti saat itu hati dan fikirannya jauh dari prinsip-prinsip
Islam. Dalam beberapa kasus, penjelasan mengenai prinsip-prinsip Islam dan
seruan untuk mengikutinya dapat menjadi cara yang efektif untuk menyadarkan seseorang
dari kekeliruan dan kesesatan. Itulah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika
mendamaikan perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar akibat fitnah yang
disebarkan oleh kaum munafik. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dalam shahihnya bahwa
Jabir r.a berkata, "kami berangkat dalam sebuah ekspedisi militer bersama
Rasulullah serta para sahabat Muhajirin dan Anshar. Ketika kami tiba di
pinggiran Madinah, seorang pengikut ibn Ubay dari suku Khazraj
menghalang-halangi seorang muhajirin yang hendak mengambil air dari sebuah
sumur. Muhajirin itu mendorong tubuh pengikut ibn Ubay itu hingga terjatuh.
Mendapat perlawanan seperti itu, pengikut ibn Ubay berteriak, "hai
orang-orang Anshar, kemarilah." Sebaliknya, orang Muhajirin itupun
berteriak, "hai orang-orang Muhajirin, kemarilah." Tidak butuh waktu
lama, sejumlah orang muhajirin dan anshar telah bergerombol saling berhadapan
didekat sumur. Keadaan berkembang menjadi sangat tegang dan panas.
Ibn Ubay memanfaatkan situasi itu. Ia berdiri dan berpidato didepan orang-orang
Anshar. "Lihatlah, mereka melakukan keburukan ini kepada kalian. Dan kini,
kalian biarkan mereka? Mereka telah melarikan diri ke negeri kita dan
menyesakkan rumah kita. Demi Allah, perilaku mereka bagaikan peribahasa
'menolong anjing terjepit'. Demi Allah, jika kita kembali ke Madinah, kita
keluarkan yang hina dari yang mulia."
Kemudian ia memandang kaumnya dan
berkata, "inikah yang kalian lakukan dengan diri kalian? Kalian bebaskan
tanah kalian untuk mereka, kalian bagi milik kalian dengan mereka. Demi Allah,
seandainya kalian tak menolong dan memberi mereka, tentu mereka akan berpaling
kepada orang lain."
Mendengar keributan itu Nabi
Muhammad SAW mendatangi mereka dan berkata, "persoalan apakah yang sedang
diributkan orang-orang Jahiliah ini?"
Kemudian ia bertanya kepada semua
orang, "apakah yang terjadi?"
Para sahabat menceritakan tentang
seorang sahabat Muhajirin yang mendorong sahabat Anshar. Nabi Muhammad SAW
bersabda, "tinggalkan perselisihan itu karena termasuk kejahatan".
HR.Al-Bukhari.
Menurut riwayat yang diceritakan
oleh Muslim, Rasulullah SAW berkata, "seseorang harus menolong saudaranya,
baik orang itu bersalah, ia harus menghentikannya. Jika ia adalah korban
kejahatan, ia harus membantunya."Shahih Muslim.
Ketika kaum muslimin berhijrah ke
Madinah, ada beberapa kelompok yang tidak menyukai mereka, termasuk diantaranya
kaum Yahudi dan kaum Munafik. Setiap saat kedua kelompok itu melakukan berbagai
upaya untuk mengusik ketenteraman dan kedamaian umat Islam di Madinah. Kaum munafik
mendengki kaum muslimin karena mereka dianggap merebut penghidupan dan
kedudukan sosial yang selama ini mereka nikmati. Abdullah ibn Ubay dikenal
sebagai pentolan munafik. Meskipun menyatakan diri sebagai muslim, tetapi
tindak-tanduk dan tingkah lakunya selalu merugikan kaum muslimin. Ia tidak suka
jika Muhammad, seorang asing yang baru datang di Madinah dan tidak dikenal
sebelumnya, tiba-tiba saja menjadi pemimpin Madinah, sementara ia yang seumur
hidup di Madinah dan berhasrat menjadi pemimpin kota itu tersisihkan begitu
saja dari percaturan sosial-politik. Karena itulah ia selalu berusaha menghasut
penduduk Madinah agar membenci Rasulullah dan kaum muslimin.
Kendati demikian, Rasulullah selalu mendahulukan persatuan dan kedamaian.
Bahkan saat pertama kali tiba di Madinah, yang ia lakukan adalah
mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan kaum Anshar. Cara itu terbukti efektif
menyatukan berbagai komunitas Madinah yang heterogen itu. Maka, ketika terjadi
perselisihan antara Muhajirin dan Anshar, seperti yang diceritakan dalam
riwayat diatas, Rasulullah berusaha mengingatkan mereka pada prinsip-prinsip
ajaran Islam yang menekankan cinta, kasih sayang, dan persaudaraan. Ia
menekankan bahwa perselisihan dan sikap saling memusuhi merupakan kejahatan
yang harus dihindari.
4. LURUSKANLAH KESALAHPAHAMAN AKIBAT PEMIKIRAN SESEORANG YANG
TIDAK JELAS.
Dalam shahih Al-Bukhari, Humaid ibn Abi Humaid al-Thawil meriwayatkan bahwa ia
mendengar Anas ibn Malik r.a berkata, "tiga orang datang kerumah
istri-istri Nabi Muhammad SAW menanyakan perihal ibadah Rasulullah SAW. Ketika
mereka diberi tahu mengenai ibadah Rasulullah, mereka berhasrat untuk melakukan
ibadah seperti yang dilakukan Rasulullah. Mereka berkata, "apalah artinya
ibadah kita dibandingkan dengan ibadah Rasulullah, padahal semua dosa-dosanya,
baik yang dimasa lampau maupun dimasa yang akan datang, telah diampuni?"
Pikiran untuk beribadah seperti Rasulullah mendorong mereka untuk melakukan
ibadah secara berlebihan sehingga salah seorang diantara mereka berkata,
"menurutku, aku akan mendirikan shalat sepanjang malam."
Orang kedua berkata, "aku akan
berpuasa sepanjang hidupku dan tidak akan pernah berbuka."
Orang terakhir berkata,
"menurutku, aku tidak akan mempergauli perempuan dan tidak akan
menikah."
Kabar mengenai keinginan ketiga sahabat itu sampai ke telinga Rasulullah SAW
hingga ia mendatangi mereka dan berkata, "apakah kalian orang-orang yang
mengatakan hal itu? Demi Allah, aku adalah orang yang paling takut kepada Allah
diantara kalian, tetapi aku berpuasa dan aku berbuka., aku melaksanakan shalat
dan aku tidur, dan aku menikah."
Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa sekelompok sahabat Muhammad SAW menanyai
istri-istri Nabi perihal ibadahnya. Salah satu dari mereka (sahabat) berkata,
"aku tidak akan pernah menikahi perempuan."
Orang kedua berkata, "aku tidak
akan pernah makan daging."
Seorang lagi berkata, "aku
tidak akan pernah tidur dikasur". Kabar tentang mereka itu sampai ke
telinga Rasulullah. Usai melaksanakan shalat, ia memuji kepada Allah kemudian
bersabda, "apa yang terjadi dengan beberapa orang yang berkata perihal
dirinya? Aku sendiri mendirikan shalat dan tidur, aku berpuasa dan berbuka, dan
aku menikahi perempuan. Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku maka ia tidak
termasuk umatku." Shahih Muslim.
Kedua riwayat itu menunjukkan betapa
Rasulullah menjadi teladan utama bagi para sahabat dan seluruh umatnya. Para
sahabat yang menemui istri-istri Rasulullah dan menanyakan perihal ibadahnya
itu terkesiap kaget ketika mendengar betapa berat ibadah yang dijalani oleh
Rasulullah. Dalam riwayat-riwayat lain dipaparkan bagaimana Rasulullah
mendirikan shalat tahajud setiap malam hingga kedua kakinya bengkak-bengkak
saking lamanya ia berdiri dalam shalat. Shalat malam telah menjadi kewajiban bagi
Rasulullah meskipun bagi umatnya shalat itu hukumnya sunnah. Tidak hanya itu,
nyaris setiap hari ia berpuasa sehingga menurut para sahabat, mereka
seakan-akan tak pernah melihat Rasulullah berbuka. Dan, meskipun dosa-dosanya
telah diampuni baik yang telah lalu maupun yang akan datang, Rasulullah tak
pernah alpa memohon ampunan kepada Allah, tak kurang dari tujuh puluh kali
dalam sehari. Karena itulah ketiga sahabat itu merasa takjub dan merasa sangat
hina dihadapan Rasulullah. Riwayat inipun menunjukkan betapa besar kecintaan
dan semangat para sahabat untuk meneladani keutamaan Rasulullah. Generasi
sahabat dikenal sebagai generasi yang sangat taat kepada Rasulullah. Mereka
senantiasa berlomba-lomba melakukann kebaikan dalam berbagai bidang, dalam
bidang ibadah maupun muamalah.
Ada beberapa pelajaran lain yang bisa kita ambil dari riwayat diatas,
diantaranya :
1. Rasulullah SAW mendatangi para sahabatnya secara langsung. Kendati demikian,
ia tidak menyebutkan nama seseorang ketika ingin menasihati dan mengajarkan
syariat. Ia hanya mengatakan, "apa yang terjadi dengan orang-orang?"
Dengan begitu, ia memelihara kehormatan mereka dan berusaha menutupi kesalahan
mereka seraya tetap menjalankan kewajibannya yang utama, yaitu mengajari dan
menasihati setiap orang.
2. Hadist itu bertutur tentang pencarian kebenaran yang dilakukan orang-orang
baik dan kemudian mereka berusaha merumuskannya. Pengkajian dan penelaahan
terhadap kebaikan merupakan tanda kecemerlangan akal.
3. Riwayat inipun memberi kita petunjuk bahwa berkaitan dengan beberapa
persoalan tertentu, kita dapat bertanya kepada perempuan.
4. Mengungkapkan amal kebaikan sendiri tidak disalahkan selama tidak bertujuan
untuk pamer atau mencari keuntungan dari orang lain.
5. Hadist inipun memberi kita pelajaran agar tidak beribadah secara berlebihan
karena dikhawatirkan justru akan menimbulkan kebosanan hingga akhirnya kita
meninggalkannya sama sekali. Sebaik-baik orang adalah yang pertengahan.
6.Kesalahan memahami sering kali menimbulkan kesalahan yang lebih fatal dan
lebih serius. Kesalahan akan berkurang jika orang-orang memahami aturan dengan
baik. Para sahabat dalam riwayat diatas ingin melakukan ibadah secara ekstrem
dan mempraktikkan asketisme dengan maksud agar bisa mengejar kemuliaan ibadah
Rasulullah SAW. Mereka pikir, Nabi SAW saja yang dosa-dosanya telah diampuni
beribadah begitu ketat dan berat sehingga jika ingin selamat, mereka harus
beribadah lebih keras dan lebih berat dibanding ibadah orang kebanyakan.
Namun, Rasulullah SAW meluruskan pemahaman mereka dengan mengatakan bahwa
meskipun telah dimaafkan, ia tetap menjadi orang yang paling takut kepada Allah
dibanding manusia lainnya dan ia memerintahkan mereka untuk mengikuti sunnahnya
dalam beribadah.
Peristiwa serupa dialami oleh seorang sahabat yang bernama Kahmas al-Hilali
r.a. Ia menuturkan bahwa setelah menyatakan memeluk Islam, ia mendatangi
Rasulullah SAW mengabarkan keislaman dirinya. Setelah itu ia mengasingkan diri
selama setahun hingga tubuhnya menjadi sangat kurus. Ketika ia kembali,
Rasulullah memandanginya dari atas kebawah. Kahmas bertanya, "apakah Tuan
tidak mengenaliku, wahai Rasulullah?"
Rasulullah menjawab, "siapakah
kau?"
"Aku Kahmas al-Hilali."
"Apa yang terjadi
denganmu?"
"Setelah aku memeluk Islam dan
menemuimu, tak pernah kulewatkan waktuku tanpa berpuasa, dan aku sangat jarang
tidur pada malam hari."
Rasulullah bertanya, "siapakah
yang mengajarimu untuk menyiksa dirimu sendiri? Berpuasalah sebulan penuh
(yakni pada bulan Ramadhan) dan selain itu puasalah satu hari setiap
bulannya."
"Biarkanlah aku mengerjakan
lebih dari itu."
"Puasalah sebulan penuh dan
selain itu puasalah dua hari setiap bulannya."
"Biarkanlah aku mengerjakan
lebih dari itu, aku mampu melakukannya."
"Puasalah sebulan penuh dan
selain itu puasalah tiga hari setiap bulannya." HR.Al-Tabari.
Sering kali kekeliruan disebabkan oleh kesalahan memandang atau memahami
seseorang. Berikut ini contoh riwayat yang menuturkan bagaimana Rasulullah SAW
menasihati orang yang melakukan kesalahan karena pandangannya yang keliru
tentang orang lain. Dalam Shahih al-Bukhari, ada sebuah riwayat dari Sahl ibn
Sa'd al-Sa'idi yang menuturkan bahwa suatu ketika para sahabat berkumpul
bersama Nabi SAW. Tidak lama kemudian seorang laki-laki berjalan melewati
mereka. Rasulullah bertanya kepada para sahabat, "apa pendapat kalian
mengenai orang itu?"
Mereka menjawab, "ia adalah orang yang kaya raya. Demi Allah, jika ia
melamar perempuan, ia pasti diterima dan jika ia menengahi suatu perkara,
keputusannya pasti diterima. Rasululllah SAW tidak mengatakan apa-apa. Tidak
lama kemudian seorang laki-laki lain berjalan melintas. Rasulullah SAW kembali
bertanya kepada para sahabat, "apa pendapatmu mengenai orang itu?"
Mereka menjawab, "wahai
Rasulullah ia adalah seorang muslim yang sangat fakir. Jika ia melamar,
lamarannya tidak akan diterima. Jika ia menjadi penengah, keputusannya tidak
akan diterima, dan jika ia berbicara, pembicaraannya tidak akan didengar."
Rasulullah SAW bersabda, "orang
ini jauh lebih baik daripada laki-laki sebelumnya yang sarat dengan
dunia." HR.Al-Bukhari.
Dari riwayat tersebut kita bisa
menarik pelajaran penting bahwa tak semestinya kita menilai seseorang dari
penampilan fisik, pakaian yang dikenakan, atau harta yang dimilikinya.
Kemuliaan dan keagungan seseorang tidak terletak pada penampilan fisik, harta,
atau cara bicara dan cara berjalannya, tetapi ditentukan oleh ketaqwaannya
kepada Allah serta kesucian dirinya dari kekejian dan kemungkaran.
5. INGATKANLAH ORANG YANG BERBUAT
SALAH AGAR SENANTIASA MENGINGAT
ALLAH.
Jundub ibn Abdullah al-Bajali meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW mengirim
sekelompok sahabat untuk memerangi kaum musyrik. Kedua pihak pun bertemu di
medan perang. Seorang musyrik bertempur dengan hebat dan membunuh banyak
pasukan muslim. Kemudian seorang muslim menurut Jundub, orang itu adalah Usamah
ibn Zaid bergerak cepat melawan orang itu dan berusaha membunuhnya. Saat Usamah
hendak menebaskan pedangnya, orang musyrik itu berseru, "la ilaha
illallah." Namun, Usamah tetap membunuhnya. Seorang sahabat menyampaikan
peristiwa itu kepada Rasulullah SAW yang kemudian segera memanggil Usamah dan
menanyainya, "mengapa kau tetap membunuhnya?"
Usamah menjawab, "wahai Rasul,
ia telah menyebabkan banyak penderitaan kepada kaum muslim. Ia membunuh
beberapa orang seraya menyebutkan satu persatu korban-korban orang musyrik itu.
Karena itulah aku menyerangnya, dan saat hendak kutebas, ia mengucapkkan la
ilaha illallah."
Rasulullah bertanya, "dan kau
tetap membunuhnya?"
"ya."
Apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari
Kebangkitan?"
Usamah menjawab, "wahai
Rasulullah, mohonkanlah ampunan untukku."
Rasulullah SAW kembali berkata,
"apa yang akan kau lakukan ketika la ilaha illallah muncul pada Hari
Kebangkitan?" HR.Muslim.
Dalam riwayat yang lain Usamah ibn
Zaid menuturkan, "Rasulullah SAW mengutus kami untuk memerangi kaum
musyrik dan kami tiba di al-Haraqat dekat Juhainah di pagi hari. Dalam
pertempuran itu aku menangkap seorang musyrik dan saat aku hendak menebas
lehernya, ia mengucapkan la ilaha illallah, namun aku tetap membunuhnya. Aku
merasa bersalah dan kemudian kulaporkan peristiwa itu kepada Rasulullah SAW.
Rasulullah bertanya, "ia telah mengucapkan la ilaha illallah dan kau tetap
membunuhnya?"
Aku menjawab, "wahai
Rasulullah, ia mengucapkan kalimat itu hanya untuk menyelamatkan dirinya dari
pedangku."
"Apakah kau mengetahui isi
hatinya? Bagaimana kau bisa yakin apakah ia tulus atau tidak?"
Rasulullah terus mengulangi
ucapannya itu hingga aku berharap bahwa aku belum memeluk Islam hingga hari
itu." HR.Muslim.
Riwayat berikut ini menjelaskan bagaimana Rasulullah mengingatkan sahabatnya
agar senantiasa mengingat Allah. Jika pada pembahasan nomor 5, Rasulullah
mengajari kita agar tidak menilai seseorang dari penampilan fisiknya saja,
dalam riwayat ini Rasulullah mengajari kita untuk senantiasa berbaik sangka
kepada orang yang telah mengucapkan kalimat tauhid la ilaha illallah. Sebab,
tidak ada seorangpun yang mengetahui isi hati seseorang sehingga dapat
menentukan bahwa seseorang jujur atau berdusta ketika mengucapkan kalimat
tauhid. Karena kalimat tauhid merupakan kalimat pengakuan yang menandai
penyerahan diri seseorang kepada Allah, semestinya kita berbaik sangka dan
menghukumi setiap orang yang telah mengucapkan kalimat itu sebagai muslim.
Setelah itu kita hanya bisa menyerahkan kepada Allah apakah seseorang jujur
dengan pengakuannya ataukah berdusta.
Imam Muslim r.a meriwayatkan bahwa Abu Mas'ud al-Badri berkata, "aku
sedang memukuli budakku dengan cambuk ketika aku mendengar suara dibelakangku,
'dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Namun aku tidak memedulikan suara itu karena aku
sangat marah. Ketika suara itu semakin jelas terdengar, aku sadar bahwa itu
adalah suara Rasulullah SAW. Beliau berkata, 'Dengarkanlah hai Abu Mas'ud,
dengarkanlah hai Abu Mas'ud! Aku meletakkan cambukku (menurut riwayat lain, ia
menjatuhkan cambuknya karena menghormati beliau). Rasulullah kembali berkata,
'Dengarkanlah hai Abu Mas'ud, Allah lebih berkuasa atasmu daripada kekuasaanmu
atas budak ini.' Aku berkata, 'aku tidak akan mencambukinya lagi.'
Menurut riwayat lain ia berujar, "wahai Rasulullah, ia bebas atas nama
Allah."
Rasulullah SAW berkata, "jika
kau tidak membebaskannya maka api neraka akan menyambar mukamu, atau api neraka
akan menyengatmu."
Menurut cerita lain yang juga
diriwayatkan oleh Muslim, "Rasulullah berkata, "pasti Allah lebih
berkuasa atas dirimu daripada kekuasaan yang kau miliki." Kemudian Abu
Mas'ud membebaskan budaknya itu." Shahih Muslim.
Dalam riwayat lain Abu Mas'ud al-Anshari berkata, "aku sedang memukuli
seorang budakku ketika aku mendengar seseorang berkata dari belakangku,
'dengarkanlah hai Abu Mas'ud, dengarkanlah hai Abu Mas'ud. Aku berbalik dan
melihat Rasulullah SAW beliau bersabda, 'Allah lebih berkuasa atas dirimu
melebihi kekuasaanmu atas dirinya.' Setelah kejadian itu aku tidak pernah
memukuli budak-budakku." HR.Al-Tirmidzi.
Riwayat dari Abu Mas'ud itu memberi kita pelajaran agar kita tidak pernah
menghina dan merendahkan siapapun, bahkan kepada seorang budak sekalipun.
Seluruh manusia hanyalah makhluk yang lemah dan hina. Kekuasaan yang dimiliki
manusia tidak akan pernah melebihi kekuasaan Allah yang maha berkehendak.
Riwayat inipun menunjukkan bentuk perhatian Rasulullah kepada kaum dhuafa dan
fakir miskin. Ia sangat menyayangi mereka dan bahkan ia merupakan pemimpin kaum
fakir. Sikap kasar dan menyakiti sesama manusia tidak akan pernah muncul jika
manusia senantiasa mengingat Allah. Orang yang selalu ingat kepada Allah akan
selalu merasa takut kepada-Nya. Ia tak akan merasa sombong atau merasa lebih
berkuasa dibanding orang lain yang lebih lemah.
6. TUNJUKKANLAH KASIH SAYANG KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Tunjukkanlah kelembutan dan kasih
sayang kepada orang yang berbuat salah, terutama jika mereka benar-benar
menunjukkan penyesalan. Kita merumuskan banyak riwayat yang menggambarkan
betapa Nabi Muhammad mengasihi sepenuh hati orang-orang yang berbuat salah dan
menyesali perbuatannya. Nabi Muhammad SAW selalu bersikap lembut dan penuh
perhatian ketika menghadapi orang yang datang merendahkan dirinya seraya
mengakui kesalahannya dan bertekad untuk memperbaiki dirinya. Kasus seperti ini
biasanya terjadi ketika seseorang datang menanyakan suatu persoalan hukum dan
Nabi Muhammad SAW memberikan jawabannya.
Ibn Abbas meriwayatkan bahwa
seseorang yang telah menceraikan istrinya karena zihar, menggaulinya lagi, dan
kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW seraya berkata, "wahai Rasulullah,
aku menceraikan istriku karena zihar, lalu aku menggaulinya, padahal aku belum
membayar kafarat."
Nabi Muhammad SAW bertanya,
"mengapa kau lakukan itu? Semoga Allah mengampunimu."
Ia berkata, "aku tergoda saat
melihatnya pada malam hari."
Nabi Muhammad SAW bersabda,
"jangan lagi mendekatinya sampai kau mengerjakan apa yang Allah
perintahkan kepadamu." Shahih Sunan al-Tirmidzi.
Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa ketika ia dan para sahabat lain duduk bersama
Rasulullah SAW seorang laki-laki mendatanginya dan berkata, "wahai
Rasulullah, hukumlah aku!"
Nabi Muhammad SAW berkata, "apa
yang telah kau lakukan?"
Ia berkata, "aku telah
menggauli istriku padahal aku sedang berpuasa."
Rasulullah SAW bertanya,
"apakah kau mampu membebaskan seorang budak?"
"Tidak."
"Apakah kau mampu berpuasa dua
bulan berturut-turut?"
"Tidak."
"Apakah kau memiliki harta
untuk memberi makan enam puluh orang miskin?"
"Tidak."
Rasulullah SAW terdiam karena tak
ada lagi yang bisa menjadi kafarat untuk orang itu. Tidak lama berselang,
seseorang datang membawa sekeranjang kurma sebagai sedekah. Rasulullah SAW
bertanya, "dimanakah orang yang tadi bertanya?"
Laki-laki itu menjawab, "ini
aku wahai Rasulullah."
"Ambillah kurma ini dan
sedekahkanlah kepada orang miskin."
"Siapakah yang lebih miskin
daripada diriku, wahai Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada
keluarga yang lebih miskin daripada keluargaku."
Rasulullah SAW tersenyum hingga giginya
kelihatan, kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan kurma
ini."HR.Al-bukhari.
Sahabat yang melakukan kesalahan itu benar-benar menunjukkan rasa penyesalannya
dan ia tidak bercanda atau menyepelekan masalah itu. Ia menyesali perbuatannya
sehingga mengatakan, "Hukumlah aku!" Karena itu, ia berhak diampuni
dan dikasihani.
7. JANGAN TERBURU-BURU MENYATAKAN BAHWA SESEORANG BERSALAH.
Diriwayatkan bahwa Umar ibn al-Khatthab mengatakan, "aku mendengar Hisyam
ibn Hakim ibn Hizam membaca surah al-Furqan dan ternyata bacaannya itu berbeda
dengan cara bacaan Rasulullah SAW. Aku hampir saja menghentikan shalatnya,
tetapi aku menunggunya sampai ia mengucapkan salam. Setelah itu aku menarik dan
menggenggam kerah jubahnya, 'siapakah yang mengajarimu membaca surah dengan
bacaan yang tadi kudengar?'
Ia menjawab, 'Rasulullah SAW sendiri
yang mengajariku.'
Aku berkata, 'Kau bohong! Rasulullah
mengajariku bacaan yang berbeda dengan bacaanmu.'
Aku mengajaknya menemui Rasulullah,
'wahai Rasul, aku mendengarnya membaca surah al-Furqan berbeda dengan cara yang
engkau ajarkan kepadaku.'
Rasulullah SAW bersabda, 'biarkan
dia sendiri. Hai Hisyam, bacakanlah untukku.'
Kemudian ia membacanya dengan bacaan
seperti yang kudengar sebelumnya. Rasulullah SAW berkata, 'seperti inilah
bagaimana Al-Qur'an dibacakan.' Kemudian Nabi berpaling kepadaku dan berkata,
'bacalah, hai Umar.' Lalu aku membacanya seperti ia dulu mengajariku.
Rasulullah SAW bersabda, 'seperti inilah Al-Qur'an dibacakan. Al-Qur'an ini
dibacakan dengan tujuh cara bacaan. Maka, bacalah Al-qur'an dengan cara yang
paling mudah bagimu,"HR.Al-Bukhari.
Dari riwayat tersebut kita bisa menarik beberapa pelajaran penting :
* Meminta seseorang membaca dihadapan orang lain dan kemudian membenarkan
bacaan keduanya adalah cara yang efektif untuk menunjukkan bahwa cara baca
keduanya benar.
* Rasulullah SAW menyuruh Umar untuk melepaskan Hisyam agar ia bisa menyiapkan
diri untuk membaca dengan tenang. Rasulullah tak mau terburu-buru menghukumi
bahwa seseorang bersalah atau tidak bersalah.
* Seorang pencari kebenaran tidak boleh terburu-buru menyalahkan pendapat yang
berbeda dengan pendapatnya. Ia harus yakin terhadap pendapatnya sendiri,
kemudian memperhatikan pendapat orang lain secara seksama karena siapa tahu
pendapatnya itu menghasilkan kebenaran.
Al-Nasa'i r.a meriwayatkan bahwa Abbad ibn Syurahbil r.a menuturkan, "aku
pergi bersama pamanku ke Madinah dan kami memasuki sebuah kebun dikota itu.
Karena rasa lapar, kami mengambil beberapa gandum sehingga sebagian tanaman itu
tampak rusak. Pemilik kebun itu datang, merampas jubahku, dan memukulku. Aku
menemui Rasulullah SAW untuk melaporkan peristiwa itu dan memohon
pertolongannya. Rasulullah meminta kami dan si pemilik kebun itu menghadap.
Pertama kali ia menanyai si pemilik kebun, 'mengapa kau menyerang dan
memukulnya?'
Ia menjawab,'Wahai Rasulullah, ia
memasuki kebunku, mengambil beberapa gandumku, dan membuat kerusakan
didalamnya.'
Rasulullah SAW berkata, 'kau tidak
mengajarinya ketika ia tidak tahu, dan kau tidak memberinya makan saat ia
kelaparan. Kembalikanlah jubahnya.'
Selain itu, Rasulullah SAW
memerintahkan kepadaku agar memberikan ganti rugi sebesar satu atau setengah
wasaq (ukuran gandum)."Al-Nasa'i.
Riwayat ini memberi kita pelajaran bahwa seharusnya kita mencari tahu dan
menganalisis keadaan seseorang yang berbuat salah sebelum kita menegur apalagi
menyerangnya dengan kekerasan. Pelajarilah penyebab ia melakukan kesalahan itu
atau kondisi orang itu sehingga kita bisa menyikapinya dengan bijak dan baik.
Riwayat itu juga menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak menghukum si pemilik
kebun karena ia berada dalam posisi yang benar namun memperlakukan saudaranya
secara tidak benar. Rasulullah menjelaskan bahwa caranya menyikapi persoalan
itu tergesa-gesa dan tidak bijak. Ia mengambil keputusan tidak sesuai dengan
saat peristiwa itu terjadi dan tidak memperhatikan keadaan orang yang melakukan
kesalahan itu. Karena itulah Rasulullah menyuruhnya untuk mengembalikan jubah
milik Abbad ibn Syurahbil, yang saat itu baru saja menempuh perjalanan dan
dalam keadaan lapar.
8. PERINGATKANLAH DENGAN LEMBUT.
Sikap keras dan perlakuan yang kasar ketika memperingatkan atau menasihati
orang yang berbuat salah biasanya akan berujung pada keburukan, bukan kesadaran.
Kita bisa mengkaji hadist-hadist Nabi Muhammad SAW yang menunjukkan contoh
bagaimana ia memperlakukan dan menyikapi orang yang berbuat salah, misalnya
ketika ia memperlakukan seorang Badui yang kencing di Masjid Madinah. Anas ibn
Malik menceritakan bahwa ketika para sahabat duduk bersama Rasulullah didalam
masjid, seorang Badui datang dan kencing didalam masjid. Para sahabat berkata,
"hei, hentikan, dan pergilah!" Namun, Rasulullah berkata,
"jangan ganggu dia. Biarkanlah!"
Para sahabat membiarkannya sampai ia
selesai kencing kemudian Rasulullah SAW memanggilnya dan berkata, "masjid
bukanlah tempat untuk kencing atau buang air besar. Masjid adalah tempat untuk
mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan membaca Al-Qur'an, atau ibadah
lainnya." Setelah itu Rasulullah menyuruh seorang sahabat mengambil
seember air untuk menyiram air kencing itu dan beliau ikut membantu
membersihkannya. Shahih Muslim.
Nabi Muhammad SAW memberi contoh tentang bagaimana menyikapi orang bodoh yang
melakukan kesalahan. Ia memperlakukannya dengan ramah dan lembut. Para sahabat,
semoga Allah meridhai mereka, berusaha menghentikan si Badui itu karena mereka
sangat memperhatikan kesucian dan tak mau ada najis di masjid suci itu. Karena
alasan itulah mereka meneriaki laki-laki badui itu, berusaha menghentikan, dan
menegurnya dengan keras. Mereka serempak mengatakan, "berhenti!"
Ketika melihat laki-laki itu hendak kencing didalam masjid. Namun, Nabi SAW
mempertimbangkan dua pilihan sikap, antara menghentikannya dan membiarkannya. Jika
para sahabat itu dibiarkan melarang laki-laki Badui itu, bisa jadi akibatnya
akan lebih buruk. Mungkin laki-laki itu akan menahan kencingnya, yang bisa
membuatnya sakit. Dan jika ia tidak bisa menahannya, dikhawatirkan air
kencingnya itu akan menyebar kesemua area masjid, karena ia takut kepada para
sahabat yang mengejarnya, atau karena ia kencing berpindah-pindah menghindari
para sahabat. Nabi Muhammad SAW memiliki pertimbangan yang lebih matang
dan pemikiran yang lebih tepat sehingga ia meminta para sahabat membiarkan
laki-laki itu menuntaskan hajatnya. Kencing di masjid memang sebuah kesalahan,
tetapi kesalahan itu menjadi lebih besar jika ia mengotori seluruh masjid.
Penyelesaian atas kesalahan itu sederhana saja, yakni menyiram bagian masjid
yang dikencingi dengan seember air. Karena itulah Rasulullah mengatakan kepada
para sahabatnya agar membiarkan laki-laki itu. Itulah langkah yang paling baik
daripada melarang atau menakut-nakutinya.
Setelah laki-laki itu menuntaskan
kencingnya, Rasulullah menanyainya, 'apakah kau bukan seorang muslim?'
Ia menjawab, 'tentu saja aku
muslim.'
'Mengapa kau kencing didalam masjid
kita?'
'Demi Zat yang mengutusmu dengan
kebenaran, aku pikir masjid seperti tempat lainnya sehingga aku bisa kencing
didalamnya.' Kemudian Rasulullah SAW meminta seember air dan menyirami kencing
itu.
Kebijakan dan kelembutan Rasulullah
SAW itu ternyata berpengaruh besar terhadap kejiwaan laki-laki Badui itu. Ibn
Majah meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, "seorang Badui memasuki
masjid yang didalamnya ada Rasulullah sedang duduk bersama para sahabat.
Laki-laki itu mendekati Rasulullah SAW, kemudian duduk, dan berkata, 'Ya Allah,
ampunilah aku dan Muhammad, dan jangan ampuni orang lain.'
Rasulullah SAW tersenyum dan
berkata, 'Kau membatasi sesuatu yang lebih luas.'
Lalu orang Badui itu berdiri dan
berjalan ke bagian lain masjid, membuka celananya, dan langsung kencing. Si
Badui menuturkan apa yang terjadi kemudian, "Setelah kencing, aku melihat
Rasulullah bangun. Demi Allah, ia tidak menegur atau menghinaku. Rasulullah
hanya berucap, 'kita tidak boleh kencing didalam masjid, karena masjid
didirikan hanya untuk berzikir kepada Allah dan melaksanakan shalat.' Kemudian
Rasulullah meminta seember air dan menyiram air kencingku." Sunan Ibnu
Majah.
Ibnu Hajar r.a menyebutkan dalam
tafsirnya berapa pelajaran yang dapat kita tarik dari hadist tersebut :
* Kita harus bersikap ramah ketika menghadapi orang bodoh dan mengajarinya apa
yang perlu ia ketahui tanpa menegurnya. Terlebih lagi jika orang bodoh itu
tidak menunjukkan kebengalan, tidak keras kepala, dan bertekad untuk mencari
pengetahuan.
* Nabi Muhammad SAW selalu bersikap ramah dan lembut kepada siapapun, terlebih
lagi kepada orang fakir dan orang awam.
* Para sahabat Rasulullah SAW telah terdidik untuk senantiasa menjaga
kebersihan dan kesucian masjid sehingga tanpa meminta izin Nabi Muhammad SAW
ramai-ramai mereka hendak menghentikan orang Badui itu. Mereka juga telah
terbiasa menyeru orang-orang kepada kebaikan dan mencegah mereka dari
kemungkaran. Mereka merasa tak perlu lagi menunggu perintah Nabi untuk urusan
tersebut.
* Kita harus segera menghilangkan sesuatu yang dipersoalkan jika memang tidak
ada halangan. Ketika laki-laki Badui itu selesai kencing, Rasulullah langsung
meminta seember air kepada para sahabat untuk menghilangkan najis itu.
9. JELASKANLAH DAMPAK NEGATIF SUATU KESALAHAN.
Ibn Umar, Muhammad ibn Ka'b, Zaid ibn Aslam, dan Qatadah meriwayatkan bahwa
dalam perjalanan pulang dari perang Tabuk, seseorang berkata, "tidak ada
yang lebih menyukai makanan, yang paling menyukai kebohongan, dan yang paling
penakut dalam peperangan kecuali para qari kita."
Auf ibn Malik berseru, "kau bohong! Kau munafik! Sungguh aku akan
melaporkan ucapanmu itu kepada Rasulullah,' ujarnya seraya bergegas menemui
Rasulullah SAW. Setibanya didepan Rasulullah, ternyata pada saat yang sama
beliau menerima wahyu tentang hal itu. Orang munafik itu datang menemui
Rasulullah yang saat itu sedang menunggang unta. Ia berkata, 'wahai Rasulullah,
kami hanya bercanda dan tidak ada maksud apa-apa dengan ucapan itu kecuali
mengisi waktu dalam perjalanan."
Ibn Umar berkata, "aku melihat
orang itu memegang tali kekang unta Rasulullah, menendang kerikil, dan berkata,
'wahai Rasul, kami hanya bercanda, tak ada maksud lain,' sementara Rasulullah
SAW membacakan ayat : 'Dan jika kau menanyai mereka, niscaya mereka akan
berkata, "kami hanya bercanda dan mengisi kekosongan." Katakanlah,
"apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Rasul-Nya kalian mengolok-olok?"
QS.Al-Tawbah[9]:65.
Firman Allah itu dengan tegas menegur dan memperingatkan orang yang
memperolok-olok Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya. Meskipun mengaku bahwa ia
sedang bercanda, kesalahan yang dilakukan orang itu benar-benar fatal sehingga
bukan para sahabat atau Rasulullah yang menegurnya, melainkan Allah langsung
mewahyukan firman-Nya. Tak ada yang boleh bercanda dan memperolok-olok Allah,
Rasulullah, dan ayat-ayat-Nya. Jika kesalahan seperti itu dibiarkan, tentu akan
berpengaruh buruk terhadap umat Islam. Orang-orang tidak akan merasa takut
untuk bercanda dan memperolok-olokk keagungan Allah atau Rasul-Nya.
Karena itulah Allah langsung menurunkan firman-Nya.
10. JELASKANLAH BAHWA KESALAHAN SESEORANG BISA MENIMBULKAN KESALAHAN YANG LEBIH
SERIUS.
Abu Tsa'labah al-Khasyani berkata, "setiap kali berhenti disebuah tempat
untuk beristirahat dalam perjalanan, para sahabat biasanya langsung berpencar
mencari tempat yang teduh dan nyaman pilihan mereka masing-masing. Suatu ketika
Rasulullah SAW melihat kelakuan mereka dan ia berkata, 'kalian membubarkan diri
dan berpencar. Ketahuilah, itu merupakan perbuatan setan.' Sejak saat itu,
setiap kali berhenti untuk berisitrahat, para sahabat tak lagi bubar dan
berpencar. Mereka tetap berhimpun dan saling berdekatan sehingga dikatakan
bahwa seandainya jubah dibentangkan, tentu akan meneduhi mereka semua."
HR.Abu Dawud r.a
Disini kita melihat betapa Rasulullah sangat menyayangi dan senantiasa
memperhatikan para sahabatnya. Itulah contoh perhatian seorang pemimpin kepada
pasukannya. Bubar dan berpencarnya para sahabat ketika mendirikan kemah
merupakan taktik yang diembuskan setan untuk melemahkan orang Islam sehingga
musuh mudah menyerang mereka. Kebiasaan berpencar akan menyulitkan para sahabat
untuk membantu kelompok sahabat yang mendapat serangan dari musuh.
Dalam riwayat inipun kita menyaksikan ketaatan dan kepatuhan para sahabat
kepada Rasulullah SAW yang merupakan pimpinan mereka. Ketika Rasulullah
memerintahkan atau melarang sesuatu, mereka langsung mematuhinya.
Riwayat lain memberikan contoh tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW menegur
sahabat yang melakukan kesalahan yang akan mengakibatkan kesalahan yang lebih
serius. Al-Nu'man ibn Basyir meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Luruskan dan rapatkan shaf (barisan) kalian, atau Allah akan membuat
kalain terpecah-pecah." HR.Al-Bukhari.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shahih-nya dari Sammak ibn Harb bahwa ia
mendengar al-Nu'man ibn Basyir berkata, "Rasulullah SAW biasanya
meluruskan shaf dalam shalat dengan teguran yang keras sehingga ia merasa yakin
bahwa kami telah memahami dan mematuhi perintahnya. Suatu hari, Rasulullah
datang dan ketika akan mengucapkan takbiratul ihram, ia berkata karena melihat
seseorang yang barisannya tidak lurus, 'hai hamba Allah, luruskan dan rapatkan
barisanmu, atau Allah akan membuat kalian tercerai-berai." Shahih Muslim.
Al-Nasa'i meriwayatkan dari Anas r.a bahwa Rasulullah SAW berkata,
"luruskan barisan kalian dan rapatkan satu sama lain. Buatlah leher kalian
dalam satu garis yang lurus. Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, aku melihat
setan datang ditengah-tengah barisan kalian seakan-akan kalian adalah
domba-domba kecil yang terpencar."Shahih Al-Nasa'i.
Ketika menegur dan meyakinkan seseorang yang berbuat salah, kita harus
menjelaskan dampak dan akibat buruk yang akan terjadi jika ia kembali melakukan
kesalahan itu. Dampak dan akibat buruk itu bisa jadi akan memengaruhi si pelaku
sendiri atau mungkin menyebar dan membahayakan orang-orang disekitarnya.
Abu Dawud r.a dalam sunan-nya, meriwayatkan dari Ibn Abbas r.a bahwa seorang
sahabat mengutuk angin. Diriwayatkan bahwa jubah salah seorang sahabat ditiup
angin, dan kemudian ia mengutuk angin itu. Rasulullah SAW bersabda,
"jangan mengutuknya, karena angin hanya bekerja sebagaimana ia
diperintahkan. Jika seseorang mengumpat sesuatu yang tidak layak dikutuk maka
kutukannya akan berbalik mengenai dirinya." HR.Abu Dawud.
Contoh yang lain diriwayatkan oleh al-Bukhari r.a dalam shahih-nya dari
Abdurrahman ibn Abi Bakrah dari ayahnya bahwa seseorang memuji orang lain
dihadapan Rasulullah SAW. Menurut riwayat yang diceritakan oleh Muslim,
seseorang berkata, "wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun selain
Rasulullah, yang lebih baik daripada si Fulan dalam urusan
tertentu."Shahih Muslim.
Rasulullah SAW berkata kepadanya, "celakalah kau! Kau telah memotong
kerongkongan sahabatmu!" Rasulullah mengatakan kalimat itu beberapa kali
kemudian berkata, "jika kalian bersikukuh ingin memuji sahabat kalian,
katakanlah, 'aku pikir si fulan begini-begini,' dan hanya Allah yang mengetahui
kebenarannya. Aku sendiri tidak akan merasa lebih tahu dibanding Allah mengenai
kebaikan seseorang. Aku akan mengatakan, "menurutku, si fulan begini dan
begini." Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya."Shahih Al-Bukhari.
Menurut riwayat yang diceritakan oleh Al-bukhari dalam al-Adab al-Mufrad,
Mihjan al-Aslami r.a mengatakan, "ketika kami tiba di masjid, Rasulullah
SAW melihat seseorang melaksanakan shalat, bertakbir dan rukuk. Rasulullah SAW
bertanya kepadaku, 'siapakah dia?' Aku mulai memujinya dan berkata, 'wahai
Rasul, ini adalah si fulan, dan ia begini-begini.' (Menurut riwayat lain, juga
dalam al-Adab al-Mufrad, seorang sahabat berkata, 'ini adalah si fulan. Dalam
urusan shalat, ia adalah laki-laki terbaik di Madinah).' Rasulullah SAW
bersabda, 'Diam! Pujianmu itu akan menghancurkannya andai ia mendengarnya.'
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa memuji seseorang secara berlebihan merupakan
kesalahan yang akan berdampak buruk. Tindakan seperti itu mungkin akan membuat
orang yang dipuji merasa bangga dan sombong. Hatinya akan dipenuhi keangkuhan
dan keagungan diri sendiri, dan ia mulai berlagak menunjukkan keagungan
dirinya. Ia merasa nyaman dengan pujian itu. Pada gilirannya, pujian itu akan
mengantarkannya pada kehancuran, yang dimaksudkan oleh Rasulullah SAW dalam
sabdanya, "kau telah menghancurkannya," atau "kau telah memotong
kerongkongan orang itu," atau "kau telah mematahkan punggung orang
itu."
Selain itu, jika seseorang berlebih-lebihan memuji orang lain dan mengucapkan
sesuatu yang tidak ia yakini kebenarannya, atau mengungkapkan sesuatu yang
tidak diketahuinya, atau bahkan berdusta mengatakan sesuatu yang tidak benar
hanya untuk menyenangkan orang yang dipujinya, ia berarti telah menimpakan
bencana. Terlebih lagi, jika orang yang dipujinya adalah orang yang sering
melakukan kejahatan atau penindasan.
Jadi, memuji orang lain tidak dilarang, karena Rasulullah SAW pun memuji
langsung beberapa orang. Penjelasan yang lebih lengkap mengenai tema ini
terdapat dalam shahih muslim, dalam bab yang berjudul "al-nahy 'an al-madh
idza kana fihi if-rath wa khifa minhu fitnah 'ala al-mamduh (larangan memuji
seseorang secara berlebihan atau jika dikhawatirkan akan memunculkan fitnah bagi
orang yang dipuji.
Seseorang yang menyadari kekurangan dan kehinaan dirinya tidak akan rusak oleh
pujian. Jika ia dipuji, ia tidak akan menjadi sombong, karena ia mengetahui
keadaan dan sifat dirinya. Beberapa ulama salaf mengatakan, "jika
seseorang dipuji, ucapkanlah 'Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang mereka
tidak ketahui, jangan menyuruhku bertanggung jawab atas apa yang mereka
katakan, dan jadikanlah aku lebih baik dari pada yang mereka pikirkan."
HR.Al-Bukhari.
11. PRAKTIKKANLAH APA YANG ANDA NASIHATKAN.
Dalam banyak kasus, nasihat dengan perbuatan nyata lebih efektif daripada
kata-kata. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW Jubair ibn Nufair
meriwayatkan dari ayahnya bahwa ia mendatangi Rasulullah SAW, yang meminta air,
kemudian berkata, "wudhulah, hai Abu Jubair."
Abu Jubair memulai wudhu dengan
berkumur. Rasulullah SAW bersabda, "jangan berwudhu dimulai dengan
mulutmu, Abu Jubair. Karena orang kafir pun melakukan itu." Kemudian
Rasulullah SAW meminta air, membasuh tangannya sampai bersih, lalu berkumur
tiga kali, menghirup air untuk membersihkan hidungnya tiga kali, membasuh
mukanya tiga kali, membasuh tangan kanannya sampai siku tiga kali, dan tangan
kirinya tiga kali, mengusap kepala, dan membasuh kakinya."HR.Al-Baihaqi.
Kita melihat dalam riwayat ini bahwa
Rasulullah SAW secara langsung menghentikan sahabat yang melakukan kesalahan
dalam beribadah. Beliau melarangnya memulai wudhu dengan berkumur, karena orang
kafir memulainya dengan mulut. Maksudnya, orang kafir tidak membasuh tangannya terlebih
dahulu sebelum minum dari cangkir atau gelas-ini tafsiran yang dikemukakan oleh
Syekh Abdul Aziz ibn Baz. Namun yang paling penting, Rasulullah kemudian
mempraktikkan cara berwudhu yang benar. Dengan mempraktikkan secara langsung,
sahabat bisa memahami teknik dan cara-cara berwudhu yang benar dan sesuai
dengan syariat.
Rasulullah selalu memberikan teladan yang baik kepada umatnya. Ia senantiasa
mengerjakan apa yang dinasihatkan dan diajarkan kepada mereka. Dalam urusan
apapun, ia selalu menjadi yang terdepan. Dialah hamba Allah yang paling takut
kepada-Nya meskipun seluruh dosanya telah diampuni oleh Allah. Dia juga menjadi
pemimpin yang paling baik dan paling mengasihi umatnya. Sebagai pemimpin umat,
Rasulullah tak mau menjadi orang yang lebih kaya dibanding umatnya yang paling
miskin. Dia juga memberi contoh yang paling baik tentang menjadi suami dan
kepala keluarga yang sangat menyaayangi anggota keluarganya. Karena itulah
Allah memperingatkan bahwa orang yang tidak melakukan apa yang dikatakannya
niscaya akan mendapat murka-Nya.
12. BERILAH ALTERNATIF YANG BENAR.
Abdullah ibn Mas'ud berkata, "jika melaksanakan shalat dibelakang Nabi
Muhammad SAW kami terbiasa mengucapkan, 'keselamatan bagi Allah dari para
hamba-Nya, keselamatan bagi fulan." Nabi Muhammad SAW bersabda,
"jangan ucapkan, 'keselamatan bagi Alllah, karena Allah adalah
keselamatan" (al-salam). Tetapi katakanlah, 'al-tahiyyatu lillahi wa
al-shalawatu wa al-thayyibatu, al-salamu 'alayka ayyuha al-nabiyyu wa rahmatullahi
wa barakatuhu, wa al-salamu 'alayna wa ala ibadillahi al-shalihin.' Dengan
mengucapkan itu, berarti kau memasukan setiap hamba Allah yang berada dilangit
maupun yang berada antara langit dan bumi. Kemudian katakanlah :'aku bersaksi
tiada tuhan selain Allah dan kau bersaksi bahwa Muhammad utusan dan Rasul-nya.'
Kemudian pilihlah doa apa saja yang kau sukai, dan bacalah doa
tersebut."HR.Al-Bukhari.
Riwayat lain yang berkaitan dengan topik ini diceritakan oleh Anas r.a, yang
mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW melihat ada ludah diarah kiblat dan hal itu
membuatnya sangat marah. Kemarahannya tampak jelas dari perubahan raut mukanya
yang memerah. Ia berdiri dan membersihkan ludah dengan tangannya sendiri
kemudian bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian melaksanakan
shalat maka sesungguhnya ia sedang berbicara kepada tuhan. Tuhannya ada
diantara dirinya dan kiblat. Maka, kalian tidak boleh meludah kearah kiblat.
Meludahlah kearah kiri atau kebawah kakinya." Kemudian Nabi Muhammad SAW
memegang ujung jubahnya, meludahinya dan mengelap bagian itu dengan bagian yang
lain, lalu berkata, "atau lakukanlah seperti ini." HR.Al-bukhari.
Contoh lain diriwayatkan oleh Abu Sa'id al-Khudri r.a ia menuturkan,
"Bilal mendatangi Nabi dengan membawa kurma yang sangat baik. Nabi SAW bertanya,
'dari manakah kurma-kurma ini?'
Bilal menjawab, 'kami punya kurma
yang kurang baik kualitasnya sehingga aku menukarkan dua takar kurma yang jelek
itu dengan satu takar kurma yang baik agar kami bisa memberikannya kepadamu
Nabi.'
Mendengar ucapan Bilal, Nabi
Muhammad SAW bersabda, 'oh,oh! Itu riba, seperti itulah hakikat riba! Jangan
lakukan itu. Jika kau ingin membeli, juallah kurmamu terlebih dahulu dan
kemudian belilah kurma yang kau inginkan dengan uang hasil penjualan itu."
HR.Al-Bukhari.
Jika kita perhatikan saat ini, para
dai atau mubalig yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah orang-orang dari
kemungkaran memiliki kelemahan yang sama. Mereka sering kali lebih mengandalkan
pada ucapan dan ceramah mengenai kebaikan tetapi tidak mementingkan praktik
atau amal nyata. Atau, mereka menunjukkan kesalahan dan keburukan yang
dilakukan orang-orang seraya menyebutnya sebagai kejahatan, tetapi mereka tidak
memberikan jalan alternatif, atau memberikan penjelasan mengenai apa yang seharusnya
dilakukan jika seseorang melakukan kesalahan.
Telah dikenal luas bahwa Islam
senantiasa memberikan jalan alternatif yang berguna dan menguntungkan manusia
sebagai pilihan yang lebih baik dari pada sesuatu yang diharamkan. Ketika zina
dilarang, Islam mensyariatkan bahwa menganjurkan pernikahan; ketika riba
dilarang, Islam mengizinkan perdagangan; ketika babi, bangkai, dan daging hewan
yang bertaring atau bercakar diharamkan, Islam mengizinkan memakan daging hewan
ternak yang disembelih dengan benar dan hewan-hewan lain yang dibolehkan.
Banyak lagi contoh lain yang menunjukkan bahwa Islam selalu menyediakan
alternatif yang lebih baik dari pada memilih jalan yang diharamkan oleh Allah.
Jika seseorang melakukan kesalahan, Islam mengajarinya untuk membersihkan diri
dan bertaubat sebagaimana dijelaskan dalam berbagai rujukan tentang taubat dan
kafarat (penebusan). Karena itu, seorang dai yang mengajak manusia kejalan
Islam harus mengikuti contoh yang ditunjukkan syariat dalam hal memberikan
jalan alternatif dan menemukan cara yang bisa diterima.
Penting untuk dikemukakan disini
bahwa jalan alternatif hanya diberikan jika memang situasinya memungkinkan.
Sering kali kita harus menegur dan memperingatkan orang yang berbuat salah
tanpa bisa memberikan jalan alternatif karena situasinya tidak memungkinkan.
Misalnya, situasi masyarakat disekitarnya yang cenderung telah kotor, rusak,
dan jauh dari syariat, atau karena kita tak menemukan jalan lain sebagai
alternatif untuk kesalahan yang dilakukannya. Kita hanya ingin menghentikan
kesalahan itu dan mengubahnya meskipun tak bisa menawarkan alternatif lain
untuk menggantikannya. Contoh yang paling aktual dan berjalin kelindan dengan
kehidupan kita sehari-hari adalah persoalan keuangan dan investasi. Dewasa ini,
sistem ekonomi modern dikuasai oleh negara-negara kafir sehingga mereka
menerapkan sistem transaksi keuangan yang ribawi. Sistem keuangan dan investasi
itu dibawa dan diadopsi oleh negara-negara Islam yang masih tergolong lemah
dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan. Memang Islam memiliki sistem keuangan
dan transaksi ekonomi yang baik. Namun, situasi sosial ekonomi tidak
memungkinkan mereka untuk menerapkan sistem keuangan atau investasi syariah
itu. Karena itulah banyak umat Islam yang tidak bisa menghindari sistem ekonomi
ribawi dan bergelut didalamnya. Mereka hanya bisa menerima bahwa sistem itu
salah, tetapi tidak bisa menerapkan sistem yang lebih diterima syariat.
13. BIMBINGLAH MANUSIA AGAR
TERHINDAR DARI PERBUATAN SALAH.
Abu Umamah ibn Sahl ibn Hanif
meriwayatkan dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW pergi bersama para sahabat
menuju Makkah hingga akhirnya mereka tiba di lembah al-Khazar dekat al- juhfah. Ketika mereka beristirahat, Sahl ibn Hanif
mandi membersihkan dirinya. Ia dikenal sebagai orang yang tampan dengan kulit
yang putih bersih. Ketika Sahl mandi, Amir ibn Rabiah, dari keluarga Banu Adi
ibn Ka'b, melihatnya dan berkata, "aku belum pernah melihat sesuatu
seperti yang kulihat saat ini, bahkan perawan yang terhijab pun tidak seperti
ini!"
Sahl terkejut dan ia terjerembab ke
tanah (ia memiliki penyakit ayan).
Rasulullah SAW datang dan seseorang
berkata kepadanya, "apakah anda ingin melihat Sahl? Demi Allah, ia tidak
bisa mengangkat kepalanya atau bangun."
Rasulullah SAW bertanya,
"Siapakah yang membuatnya seperti ini?"
Mereka menjawab, "Amir ibn
Rabiah melihatnya ketika ia mandi."
Rasulullah SAW memanggil Amir,
memarahinya, dan berkata, "mengapa kalian ingin membunuh saudara kalian
sendiri? Jika setiap orang diantara kalian melihat saudaranya memiliki suatu
kebaikan, doakanlah kebaikan untuknya." Kemudian Rasulullah berkata kepada
Amir ibn Rabiah, "bersihkanlah tubuhmu dan bantulah dia." Amir ibn
Rabiah membersihkan mukanya, tangannya sampai sikunya, kakinya hingga lututnya,
bagian atas dan bagian dalam kakinya. Kemudian Nabi bersabda, "Tuangkanlah
air itu kepadanya." Maka ia menuangkan air itu ke kepala dan punggungnya
dari belakang, kemudian ia mengangkat ember itu. Setelah itu Sahl pergi bersama
para sahabat lainnya tanpa merasa sakit sedikitpun." HR.Imam Ahmad.
Ada beberapa pelajaran penting yang
dapat kita tarik dari riwayat ini, yaitu :
* Seorang guru (dalam riwayat ini
adalah Nabi Muhammad SAW) akan memarahi orang yang menyebabkan kesulitan dan
keburukan kepada saudaranya sesama muslim.
* Rasulullah SAW menjelaskan dampak
buruk dari kesalahan yang mungkin membahayakan.
* Rasulullah SAW menunjukkan cara
untuk mencegah bahaya yang mungkin menimpa seorang muslim.
14. JANGAN MEMBAHAS KESALAHAN
SESEORANG SECARA LANGSUNG DAN
SAMPAIKANLAH
DENGAN UNGKAPAN UMUM.
Anas ibn Malik berkata, "Nabi
bersabda, 'apa yang terjadi dengan orang-orang yang mengangkat pandangannya
kelangit saat ia melaksanakan shalat?' Rasulullah bersikap keras sehingga
mengatakan, 'mereka harus berhenti melakukan itu! Kalau tidak, Allah akan
mengambil penglihatan mereka.'HR.Al-Bukhari.
Ketika Aisyah ingin membeli seorang
budak peempuan yang bernama Barirah, para pemiliknya menolak kecuali jika
mereka tetap bisa berhubungan dengan budak itu. Ketika mendengar kabar itu,
Nabi Muhammad SAW bangkit dan bergegas menemui mereka. Setelah memuji Allah dan
bersyukut kepada-Nya, Rasulullah SAW bersabda, "mengapa ada orang-orang
yang memaksakan syarat yang tidak disebutkan dalam kitab Allah? Tidak ada
syarat yang tak disebutkan dalam kitab Allah yang dianggap sah, bahkan meskipun
ada ratusan syarat. Keputusan Allah adalah paling benar. Syarat-syarat yang
ditetapkan oleh Allah bersifat mengikat. Hubungan kesetiaan (wala) seorang
budak adalah kepada orang yang memerdekakannya ."HR.al-Bukhari.
Aisyah r.a berkata, "Nabi
melakukan sesuatu sehingga hal itu diperbolehkan, tetapi beberapa orang merasa
bahwa mereka sanggup melakukan lebih dari itu. Kabar mengenai tingkah laku
orang-orang itu didengar oleh Nabi dan ia segera menemui mereka. Setelah memuji
Allah dan bersyukur kepada-Nya, Rasulullah bersabda, 'mengapa ada orang-orang
yang berpikir mereka bisa melakukan sesuatu melebihi yang bisa kulakukan? Demi
Allah, aku lebih tau mengenai Allah daripada mereka, tetapi akupun yang paling
takut kepada-Nya dibanding mereka."HR.Al-Bukhari.
Al-Nasa'i meriwayatkan dalam
Sunan-nya bahwa Nabi SAW mengerjakan shalat subuh dan membaca surah Al-Rum,
tetapi bacaannya bercampur dengan surah yang lain. Usai mengerjakan shalat,
Rasulullah bersabda, "mengapa masih ada diantara kalian yang melaksanakan
shalat bersama kami tetapi tidak menyucikan dirinya dengan benar? Orang itulah
yang membuatku kacau ketika aku membaca Al-Qur'an. Sunan Al-Nasa'i.
Ahmad r.a meriwayatkan bahwa Abu Raul al-Kala'i mengatakan, "Rasulullah
SAW memimpin shalat dan membaca Surah al-Rum, tetapi bacaannya agak kacau pada
salah satu bagian. Usai melaksanakan shalat, Rasulullah bersabda, 'setan
membuat kacau bacaanku, karena ada orang yang mendirikan shalat tanpa berwudhu.'
Jika kalian hendak melaksanakan shalat, berwudhulah dengan sempurna."
Ada banyak hadist lain yang menunjukkan bahwa Nabi tidak pernah menyebutkan
jati diri orang yang melakukan kesalahan. Ia menegur seseorang dengan ungkapan
yang ditujukan kepada semua orang. Teknik menegur secara tak langsung dan tanpa
penyebutan jati diri orang yang bersalah memiliki sejumlah keuntungan,
diantaranya :
* Dapat menghindari reaksi negatif dari orang yang berbuat salah sehingga ia
tidak akan merasa sakit hati, dengki, atau dendam kepada orang yang menegur
atau menasihatinya.
* Teknik seperti ini lebih mudah diterima dan bekerja lebih efektif.
* Teknik seperti ini akan merahasiakan kesalahan seseorang didepan umum.
*Teknik seperti ini akan meningkatkan kehormatan orang yang menegur atau
menaasihati sehingga ia lebih disegani dan nasihatnya lebih didengarkan.
Penting untuk diperhatikan bahwa metode ini yang mempergunakan ungkapan umum
atau simbolis untuk menegur orang yang berbuat salah tanpa menyebutkan nama
atau jati dirinya selayaknya hanya dipergunakan jika kesalahannya itu tidak
diketahui oleh orang-orang. Namun, jika banyak orang mengetahui kesalahan yang
dilakukan seseorang, dan ia pun tahu bahwa masyarakat mengetahui kesalahannya,
metode penasihatan yang lebih tepat adalah menegurnya secara langsung, tanpa
menyembunyikan jati dirinya. Jika perlu, kita dapat memberikan teguran atau
nasihat dengan keras. Kepada orang yang berbuat salah dan kesalahannya telah
diketahui umum, lebih baik digunakan cara yang lebih jelas dan tegas. Namun,
dampak yang akan ditimbulkan mungkin berbeda-beda, tergantung pada siapa yang
memberikan nasihat, didepan siapa nasihat diberikan, dan apakah nasihat itu
disampaikan dengan cara yang provokatif dan agresif, ataukah dengan cara yang ramah
dan sopan.
Nasihat atau teguran secara tak langsung munkgin bisa bekerja efektif untuk
menyadarkan orang yang melakukan kesalahan dan kesalahannya telah diketahui
umum apabila dipergunakan dengan bijak dan cermat.
15. JELASKANLAH BAHWA SEMUA ORANG MENENTANG KESALAHAN.
Metode ini hanya mungkin dipergunakan dalam keadaan yang sangat terbatas,
ketika pandangan orang-orang disatukan untuk mencegah berlangsungnya sesuatu
keburukan atau agar sesuatu tidak bertambah buruk. Metode ini layak digunakan jika
nasihat yang kita sampaikan tidak membuat perubahan sedikitpun sehingga
dibutuhkan pendapat dan nasihat dari banyak orang yang sama-sama menentang
kesalahannya.
Berikut ini sebuah riwayat yang menuturkan bagaimana Nabi Muhammad SAW
mempergunakan metode ini. Abu Hurairah menceritakan, "seseorang menemui
Nabi Muhammad SAW dan mengadukan kesalahan tetangganya. Nabi berkata,
'kembalilah, dan bersabarlah.' Namun orang itu kembali menemui Nabi Muhammad
SAW hingga dua atau tiga kali. Karena itu, Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya,
'pergilah dan tinggalkanlah barang-barangmu dijalan.' Laki-laki itu pergi dan
meletakkan barang-barangnya dijalan. Orang-orang menanyainya apa yang terjadi,
dan ia memberitahukan masalahnya kepada mereka. Orang-orang mulai mengutuk
tetangga orang itu seraya berkata, 'semoga Allah menimpakan sesuatu kepadanya.'
Melihat banyak orang yang mengutuknya, si tetangga itu mendatanginya dan
berkata, 'ambillah kembali barang-barangmu. Setelah hari ini, kau tidak akan
lagi melihat sesuatu yang tidak kau sukai dariku." HR.Abu Dawud.
Metode ini merupakan kebalikan dari metode berikut ini yang juga dipergunakan
dalam kondisi tertentu untuk melindungi pribadi dari kejahatan umum sebagaimana
akan kami jelaskan berikut ini.
16. JANGAN MEMBANTU SETAN DENGAN MEMUSUHI ORANG YANG BERBUAT
SALAH.
Umar ibn al-Khatthab meriwayatkan bahwa pada masa Nabi Muhammad SAW ada seorang
pria bernama Abdullah yang punya nama julukan "Himarr" (keledai).
Laki-laki itu sering kali membuat Rasulullah tertawa senang. Nabi telah
melarangnya minum arak. Suatu ketika ia dibawa kepada Nabi dan beliau
memerintahkan sahabat untuk mencambuknya (karena minum arak). Seorang sahabat
berkata, "ya Allah, laknatlah dia! Betapa sering ia dihukum karena minum
arak!"
Nabi Muhammad SAW bersabda,
"jangan kutuk dia. Demi Allah, semua yang aku tahu tentang dia adalah
bahwa dia mencintai Allah dan Rasul-Nya."HR.Al-Bukhari.
Menurut riwayat lain, "kemudian Rasulullah SAW berkata kepada para
sahabatnya, 'nasihatilah dia.' Mereka mendekatinya kemudian berkata, 'sungguh
kau tidak pernah mengingat Allah, kau tidak takut kepada Allah, dan kau tidak
merasa malu dihadapan Rasulullah SAW." Kemudian mereka meninggalkannya
pergi. Nabi Muhammad bersabda, 'ucapkanlah : "ya Allah, maafkanlah dia. Ya
Allah, sayangilah dia."HR.Abu-Dawud.
Menurut riwayat lain, "ketika ia pergi menjauh, beberapa orang berkata,
'mudah-mudahan Allah memberikannya rasa malu!" Rasulullah bersabda,
"jangan mengucapkan kata-kata seperti itu. Janganlah menolong setan dengan
memusuhi orang itu. Ucapkanlah, "mudah-mudahan Allah
mengasihinya."HR.Ahmad.
Riwayat ini memberikan kita pelajaran penting bahwa seorang muslim yang
melakukan kesalahan atau dosa, ia akan tetap menjadi muslim selama tidak
menyekutukan Allah atau murtad dari agamanya. Seorang pendosa pada dasarnya
masih tetap menjadi orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya. Kenyataan itu tak
bisa dimungkiri sehingga tak semestinya kaum muslim menghina atau
merendahkannya. Karena itu, Nabi melarang umatnya menolong setan dengan
memusuhi orang yang melakukan kesalahan. Lebih baik kita mendoakannya dan
memohon agar Allah membimbing, mengampuni, dan mengasihinya.
17. MINTALAH AGAR PELAKU KESALAHAN MENGHENTIKAN PERBUATANNYA.
Sangat penting sekali membuat seseorang menghentikan kesalahannya agar si
pelaku tidak menjadi terbiasa. Diriwayatkan bahwa ketika Umar mengatakan,
"bukan, demi ayahku," Rasulullah SAW menegurnya, "cukup! Barang
siapa bersumpah dengan sesuatu selain Allah, dikhawatirkan ia akan terjebak
dalam syirik."HR.Imam Ahmad.
Al-Tirmidzi meriwayatkan bahwa ibn Umar menceritakan, "seseorang
bersendawa dihadapan Nabi sehingga ia bersabda, 'jangan bersendawa dihadapanku!
Seseorang yang mengisi perutnya terlalu banyak didunia maka ia akan menjadi
orang yang selalu lapar pada Hari Kebangkitan."
Dalam riwayat diatas, kita melihat bahwa Rasulullah SAW secara langsung menegur
orang yang melakukan kesalahan hingga mereka merasa kapok dan tak mengulangi
kesalahannya.
18. JELASKANLAH KEBENARAN KEPADA ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR
IA BISA
MEMPERBAIKI DIRINYA.
Dalam berbagai kesempatan Nabi menegur para sahabat yang berbuat salah seraya
menjelaskan kebenaran yang seharusnya mereka lakukan. Tindakan itu perlu
dilakukan agar mereka bisa memosisikan dirinya dijalan yang benar.
Ada beberapa teknik yang bisa digunakan untuk mengingatkan seseoransg akan
kesalahannya dan agar ia melakukan yang benar, diantaranya :
* Kita bisa menarik perhatian orang yang berbuat salah agar ia memperhatikan
teguran kita. Sebagai contoh, Abu sa'id Khudri r.a menuturkan bahwa ia berjalan
bersama Rasulullah SAW memasuki masjid dan beliau melihhat seseorang yang duduk
ditengah-tengah masjid, membunyikan jari-jarinya, dan berbicara sendiri. Nabi
memberi isyarat kepadanya, namun ia tidak memperhatikan. Lalu Nabi berpaling
kepada Abu sa'id dan bersabda, "jika salah seorang diantara kalian sedang
mengerjakan sholat, ia tidak boleh membunyikan jari-jarinya karena perbuatan
iru berasal dari setan. Dan sesungguhnya kalian tetap berada dalam keadaan
shalat selama kalian berada didalam masjid hingga kalian keluar."HR.Ahmad.
* Jika memungkinkan, mintalah seseorang mengulangi perbuatannya, kali ini
dengan cara yang benar. Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa seseorang memasuki
masjid ketika Rasulullah duduk di pojok masjid. Orang itu mengerjakan shalat,
kemudian ia mendekati Nabi dan mengucapkan salam kepadanya. Rasulullah
menjawab,"wa 'alayka al-salam, kembalilah dan kerjakanlah shalat, karena
kau belum mengerjakannya." Lalu ia kembali dan mengerjakan shalat. Setelah
itu ia kembali mendekati dan mengucapkan salam kepada Nabi yang menjawab,
"wa 'alayka al-salam, kembalilah dan kerjakanlah shalat, karena kau belum
mengerjakannya." Setelah dua atau tiga kali, orang itu berkata,
"ajarilah aku, wahai Rasul." Nabi bersabda, "ketika kau hendak
mengerjakan shalat, kerjakanlah wudhu secara sempurna, kemudian menghadaplah
kiblat, dan ucapkanlah takbir (Allahu akbar). Setelah itu bacalah Al-Qur'an
yang kau kehendaki, lalu membungkuklah untuk rukuk dengan tumakninah (nyaman),
lalu berdiri kembali dengan tumakninah. Kemudian bersujudlah dengan tumakninah,
lalu bangun lagi dengan tumakninah, lalu bersujud lagi hingga merasa
tumakninah. Setelah itu, duduk tahiyat dengan tumakninah. Kerjakanlah ini
disemua shalatmu."HR.Al-Bukhari.
Jika kita perhatikan dengan baik, kita melihat betapa Rasulullah senantiasa
memperhatikan perbuatan orang-orang disekelilingnya dan menegur mereka ketika
mereka melakukan kesalahan. Rasulullah tak pernah pilih kasih. Semua orang,
baik itu keluarga, sahabat dekat, ataupun sahabat biasa, akan ia tegur jika
mereka melakukan kesalahan. Tentu saja teknik tegurannya berbeda-beda sesuai
dengan keadaan orang itu dan keadaan disekitarnya. Menurut sebuah riwayat yang
diceritakan oleh al-Nasa'i, seorang memasuki masjid dan mendirikan shalat.
Tanpa kami sadari, ternyata Rasulullah SAW memperhatikan orang itu. Ketika
orang itu selesai, ia berjalan mendekati Rasulullah SAW dan mengucapkan salam
kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, "kembalilah dan kerjakanlah shalat,
karena kau belum mengerjakannya." Shahih al-Bukhari.
Seorang pendidik, pengajar, atau dai
harus memperhatikan tingkah laku orang-orang disekitarnya sehingga ia bisa
menegur dan menasihati jika mereka melakukan kesalahan. Selain itu, ia juga harus
memiliki kecakapan untuk membaca kepribadian dan sifat orang lain agar bisa
memilih metode yang tepat untuk menegur atau menasihatinya.
Dalam riwayat-riwayat diatas kita
menyaksikan bagaimana Rasulullah menerapkan metode yang sangat efektif untuk
mengingatkan orang-orang akan kesalahannya sehingga mereka sadar dan tidak
mengulangi kesalahan. Rasulullah meminta sahabat yang melakukan sesuatu secara
salah untuk mengulangi perbuatannya beberapa kali sehingga ia bisa
memperhatikan bagian yang salah dari perbuatannya. Jika setelah beberapa kali
mengulangi dan ia masih melakukan kesalahan, Rasulullah meberitahunya cara-cara
yang benar. Dengan begitu, sahabat itu akan selalu mengingat kesalahannya dan
tidak mengulanginya lagi sepanjang hidupnya. Cara ini bekerja lebih efektif
jika si pelaku menyadari kesalahannya kemudian meminta saran atau nasihat
dengan ikhlas mengenai cara atau perilaku yang benar.
Ada banyak metode pengajaran dan penasihatan. Setiap orang bisa memilih metode
yang paling tepat untuk diterapkan sesuai dengan situasi sosial dan kondisi
orang yang melakukan kesalahan.
Contoh lain diriwayatkan oleh Imam Muslim r.a dalam shahinya dari Jabir r.a
yang berkata, "Umar ibn al-Khatthab mengatakan kepadku bahwa seseorang
berwudhu, namun masih ada sedikit bagian kakinya yang tak tersentuh air. Nabi
melihatnya dan bersabda, "ulangilah wudhumu dengan benar." Orang itu
mengulangi wudhunya dan kemudian mendirikan shalat." Shahih Muslim.
Contoh ketiga diriwayatkan oleh al-Tirmidzi r.a dalam sunan-nya dari Kildah ibn
Hanbal, yang mengatakan bahwa Shafwan ibn Umayah membawa susu, yoghurt, dan
dagabis (sejenis tanaman yang bisa dimakan) kepada Nabi yang sedang berada
didalam kemah dibagian atas lembah. Shafwan menuturkan, 'aku mendekati
Nabi,tetapi tidak mengucapkan salam atau meminta izin untuk masuk. Nabi
bersabda, 'keluarlah dan ucapkanlah "Assalamu'alaikum, bolehkan aku
masuk?" HR.Al-Tirmidzi.
Setelah menegur atau memberikan nasihat yang diperlukan, seyogyanya kita
meminta orang yang berbuat salah agar memperbaiki diri sesuai dengan kemampuan.
Al-Bukhari r.a meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa Nabi bersabda, "seorang
laki-laki tidak boleh sendirian dengan seorang perempuan kecuali jika wanita
itu mahramnya."
Tiba-tiba seorang laki-laki berdiri dan berkata, "wahai Rasul, istriku
hendak pergi haji sementara aku telah berjanji untuk bergabung dalam pasukan
muslim yang akan berangkat perang."
Nabi menjawab, "temanilah
istrimu berhaji." HR.Al-Bukhari.
Kita juga harus menjelaskan akibat-akibat atau dampak buruk yang mungkin
timbul dari kesalahan yang dilakukan. Al-Nasa'i r.a meriwayatkan dalam
sunan-nya Dari Abdullah ibn Amr bahwa seseorang menemui Rasulullah SAW dan
berkata, "aku datang untuk mengucapkan sumpah setia dan berhijrah
kepadamu. Aku telah meninggalkan kedua orangtuaku dan mereka menangis."
Rasulullah bersabda, "kembalilah kepada mereka dan buatlah mereka
tersenyum sebagaimana kau telah membuat mereka menangis."
Setelah itu, kita juga harus memberikan penjelasan tentang bagaimana seharusnya
suatu perbuatan dilakukan dengan benar, atau menunjukkan kafarat untuk menebus
kesalahan itu (jika ada). Jika beberapa kesalahan tidak dapat dibenarkan atau
diperbaiki, Islam menyediakan cara tertentu untuk membersihkan dampak buruk
dari kesalahan itu. Salah satu caranya adalah kafarat atau penebusan yang
meliputi beberapa jenis, seperti kaffarah al-yamin (tebusan karena sumpah yang
tak dipenuhi), dan tebusan zihar (bentuk perceraian jahiliyah, yaitu seseorang
mengatakan kepada istrinya, "kau seperti ibuku."), kafarah
pembunuhan, kafarah bersetubuh pada siang hari Ramadhan, dan lain-lain.
19. PERBAIKILAH BAGIAN YANG SALAH DARI PERBUATAN SESEORANG.
Seringkali seseorang melakukan suatu perbuatan dan pada bagian tertentu dalam
perbuatannya itu dilakukan secara salah, sementara bagian lainnya benar dan
bisa diterima. Jika terjadi kasus seperti itu, kita bisa mengatasi teguran
hanya pada bagian yang salah dan membenarkan bagian yang lainnya. Kita tak
boleh menyebutkan bahwa seluruh perbuatannya itu salah atau menyimpang.
Sebagai contoh, al-Bukhari r.a dalam shahih-nya meriwayatkan dari al-Rubai'
bint Mu'awwad ibn Afra, yang berkata, "Nabi datang dan masuk, lalu duduk
diatas ranjangku sebagaimana orang lainnya duduk. Beberapa orang gadis
terdengar memukul rebana dan menyanyikan kasidah, memuji kaum muslimin yang
gugur di medan Perang Badar. Kemudian salah seorang mereka berkata,
'ditengah-tengah kita ada seorang Nabi yang mengetahui kejadian yang akan
datang.'
Rasulullah SAW bersabda,
"jangan katakan yang itu, tetapi ucapkanlah bagian yang sebelumnya."
Dengan metode seperti itu, orang
yang ditegur tidak akan merasa kesal, karena ada bagian perbuatannya yang
dianggap baik. Kesalahannya hanya terdapat pada bagian tertentu dari
perbuatannya. Ia juga akan berpendapat bahwa orang yang menegurnya telah
berlaku jujur dan adil sehingga ia akan menerima nasihatnya. Metode seperti ini
berbeda dengan tindakan sebagian orang yang mencela atau mengecam orang yang
melakukan kesalahan secara berlebihan. Ketika seseorang berbuat salah,
seakan-akan kesalahan itu menutupi semua kebaikannya sehingga sering kali
ditegur atau diperingati dengan keras tanpa mempertimbangkan kebaikannya. Cara
dan metode teguran yang keras dan memutlakkan kesalahan cenderung akan ditolak
oleh orang yang ditegur sehingga ia enggan menerima apalagi mengikuti nasihat
mereka.
Dalam beberapa kasus, kesalahan tidak hanya terdapat pada kata-kata yang
diucapkan seseorang, tetapi juga pada situasi atau konteks kata-kata itu
diucapkan. Contoh, ketika ada yang meninggal dan seseorang mengucapkan,
"al-Fatihah," orang-orang yang hadir disana langsung membacakan surah
al-Fatihah. Mereka yakin tidak ada yang salah karena mereka baca adalah
al-Qur'an, bukan kata-kata yang tidak bermakna atau menyimpang. Jika kita ada dalam
situasi seperti itu, kita harus menjelaskan bahwa kesalahan tidak terletak pada
bacaan atua ucapan mereka, tetapi bahwa ayat Al-Qur'an it dibacakan pada
situasi yang tidak tepat. Kesalahan mereka terletak pada pemikiran bahwa mereka
harus membaca al-Fatihah pada situasi seperti itu dan menganggapnya sebagai
ibadah. Jika suatu ibadah dilakukan tanpa landasan syariat yang benar,
dikhawatirkan akan jatuh kedalam bid'ah. Teguran seperti inilah yang
disampaikan oleh Ibn Umar r.a ketika seseorang disampingnya bersin dan
mengucapkan : "Al-hamdulillahi wa al-salam ala rasulillah." Ibn Umar
berkata, "aku bisa mengucapkan Al-hamdulillahi wa al-salam ala rasulillah,
tetapi ucapan itu tidak seperti yang diajarkan oleh Rasulullah (ketika kita
bersin). Ia mengajarkan kepada kita agar mengucapkan "Al-hamdulillahi 'ala
kulli hal." Sunan al-Tirmidzi.
20. TEGAKKANLAH KEBENARAN DAN PERTAHANKANLAH SESUAI DENGAN
KEMAMPUAN.
Muslim meriwayatkan bahwa Auf ibn Malik berkata, "seseorang dari Humair
membunuh seorang musuh dan ingin mengambil miliknya sebagai pampasan perang,
tetapi Khalid ibn al-Walid, pemimpin pasukan, mencegahnya."
Auf ibn Malik mendatangi Rasulullah SAW dan melaporkan kejadian itu. Nabi
menanyai Khalid, "apa yang menahanmu untuk memberikan barang pampasannya?"
Khalid menjawab, "karena aku menganggapnya terlalu banyak, wahai
Rasul."
Nabi bersabda, "berikanlah
barang itu kepadanya."
Kemudian Auf berjalan dan ketika
berpapasan dengan Khalid, ia menarika jubah Khalid sambil berujar,
"bukankah telah kukatakan bahwa aku melakukan sesuatu yang sesuai dengan
pertimbangan Rasulullah SAW?"
Rasulullah mendengar ucapannya dan berkata, "jangan berikan barang itu
kepadanya, hai Khalid! Jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Mengapa
kau tidak menghormati panglimaku, hai Auf? Perumpamaan dirimu dan mereka adalah
seperti orang yang diminta untuk menjaga unta atau domba kemudian mereka
merawatnya. Ketika tiba-tiba waktu minum, ia membawa hewan-hewan itu ke kolam
dan hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu minum air yang bersih sehingga
yang tertinggal hanya air yang kotor."
Imam Ahmad menuturkan riwayat yang lebih lengkap dari Auf ibn Malik al-Asyja'i
yang menuturkan bahwa ia dan pasukan muslim berangkat dalam sebuah ekspedisi
militer hingga tiba di perbatasan Syiria. Saat itu, Khalid menjadi pemimpin
mereka. Seorang budak milik Humair tiba dan bergabung dengan barisan Auf. Ia
tidak membawa apa-apa kecuali sebuah pedang. Ketika seorang muslim menyembelih
seekor unta, budak itu berusaha membuat semacam perisai dari kulit unta itu,
kemudian menghamparkannya dan menjemurnya sampai kering. Setelah itu ia membuat
pegangan pada perisai itu.
Kami berhadapan dengan musuh, yang terdiri atas pasukan Romawi dan Arab dari
suku Qudafah. Mereka menyerang kami dengan ganas. Diantara mereka terdapat
seorang Romawi yang memiliki kuda palomino dengan pelana berwarna keemasan,
ikat pinggang berlapis emas, dan sebilah pedang yang juga berlapis emas. Ia
mulai menyerang dan menantang pasukan muslim. Orang Madadi itu (budak milik
Humair) terus mengintai orang Romawi itu, lalu mendekatinya dari belakang dan
menebas kaki kudanya hingga penunggangnya terjatuh. Si Madadi langsung
menerjang orang Romawi itu dan membunuhnya.
Ketika Allah memberikan kemenangan kepada pasukan muslim, budak itu datang dan
menanyakan pampasan perang yang menjadi haknya. Orang-orang memberi kesaksian
bahwa ia memang membunuh orang Romawi itu. Khalid memberikan sebagian barang
milik orang Romawi itu dan menyimpan sebagian lainnya. Budak itu kembali kebarisan
tentara Auf dan menceritakan apa yang terjadi. Auf berkata, "kembalilah
kepadanya dan mintalah agar Khalid memberikan barang-barang yang lainnya."
Budak itu kembali menemui Khalid, tetapi Khalid menolak memberikan
barang-barang itu. Akhirnya auf mendatangi Khalid dan berkata, "bukankah
engkau tahu, Rasulullah telah mengatur bahwa pampasan menjadi milik orang yang
membunuhnya?"
Khalid menjawab, "tentu
saja."
"Lalu mengapa kau tidak
memberikan pampasannya?"
"Menurutku, semua itu terlalu
banyak untuknya."
"Jika aku bertemu Rasulullah,
aku akan melaporkan kejadian ini."
Ketika mereka tiba di Madinah, Auf membawa budak itu dan ia mengadukan kejadian
di medan perang kepada Rasulullah SAW. Mendengar penuturan Auf, Rasulullah SAW
memanggil Khalid dan bertanya, "hai khalid, apa yang menahanmu untuk
memberikan kepada orang ini pampasan perangnya?"
Khalid menjawab, "menurutku,
barang-barang itu terlalu banyak untuknya, wahai Rasulullah."
"Berikanlah barang-barangi itu
kepadanya," ujar Rasulullah SAW.
Ketika Khalid berjalan dan berpapasan dengan Auf, jubahnya ditarik oleh Auf
seraya berkata, "tidakkah cukup bagimu apa yang telah kukatakan kepadamu
mengenai ketetapan Rasulullah SAW?"
Nabi mendengar ucapannya dan ia
berkata dengan marah, "jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid!
Jangan berikan barang itu kepadanya, hai Khalid! Mengapa kau tidak menghormati
panglimaku, hai Auf? Perumpamaan dirimu dan mereka adalah seperti orang yang
diminta untuk menjaga unta atau domba kemudian mereka merawatnya. Ketika
tiba-tiba waktu minum, ia membawa hewan-hewan itu mulai minum. Hewan-hewan itu
minum air yang bersih sehingga yang tertinggal hanya air yang kotor."
Kita mencatat dari riwayat ini bahwa ketika Khalid melakukan kesalahan dalm
ijtihadnya dengan menahan sebagian pampasan, Rasulullah SAW memerintahkan agar
perkara itu diluruskan dan dibenarkan. Nabi SAW memerintahkan agar semua
pampasan itu diberikan kepada pemiliknya. Namun, Rasulullah SAW marah ketika
mendengar Auf r.a yang menyindir Khalid dan mengejeknya dengan mengatakan,
"tidakkah cukup bagimu yang telah kukatakan kepadamu mengenai ketetapan
Rasulullah SAW?" Sambil menarik jubah Khalid ketika ia berjalan
melewatinya. Melihat kelakuannya itu, Nabi SAW bersabda, "jangan berikan itu
kepadanya, hai Khalid!"
Rasulullah marah dan menegur Auf
karena ia telah menghina seorang pemimpin pasukan. Andai ia tidak mengejek
Khalid, tentu budak Humair itu akan mendapatkan sebagian haknya yang ditahan
oleh Khalid. Nabi SAW ingin menegakkan kehormatan panglima pasukan. Ia merasa
berkewajiban menegakkan kemuliaan orang yang diangkatnya sebagai pemimpin
pasukan umat Islam. Tak semestinya orang-orang merendahkan dan mengabaikan
keputusan atau kebijaksanaan yang diputuskan oleh seorang panglima pasukan.
Tetapi mungkin muncul pertanyaan di benak pembaca : jika budak yang membunuh
itu berhak atas barang-barang milik orang yang dibunuhnya, mengapa Khalid tetap
menahannya, dan mengapa kemudian Rasulullah mendukung keputusan Khalid? Imam
al-Nawawi r.a menjawab pertanyaan ini dengan dua kemungkinan :
Pertama, bisa jadi Rasulullah
berniat untuk memberikan seluruh pampasan perang kepada orang itu, tetapi ia
menundanya sebagai hukuman bagi orang tersebut, serta peringatan bagi Auf
karena telah mencela panglima pasukannya. Atau bisa jadi, orang yang berhak
atas pampasan itu memberikannya dengan ikhlas dan menyumbangkannya untuk orang
Islam. Hal itu dilakukan agar Khalid r.a meras lebih baik, dan untuk menegakkan
kehormatannya sebagai pemimpin pasukan.
Ada riwayat lain yang berkaitan dengan upaya untuk memperbaiki posisi orang
yang disalahkan. Dalam Musnad-nya Imam Ahmad meriwayatkan dari abu Tufail Amir
ibn Wathiah bahwa seseorang berpapasan dengan sekelompok orang dan orang itu
mengucapkan salam kepada mereka, yang langsung menjawab ucapan salamnya. Namun,
beberapa kejap kemudian, salah seorang dalam kelompok itu berkata, "demi
Allah, aku benci orang ini atas nama Allah."
Seorang lainnya berkata, "buruk sekali ucapanmu itu! Demi Allah, kami akan
menyampaikan ucapanmu itu kepadanya. Berdirilah, hai fulan kepada salah seorang
diantara mereka dan beritahukanlah ucapannya itu kepada orang tadi."
Utusan itu berjalan menemui orang itu dan menyampaikan apa yang telah
dikatakan. Orang itu menemui Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, aku
berpapasan dengan sekelompok muslim, termasuk didalamnya ada si fulan. Aku
mengucapkan salam kepada mereka dan mereka menjawab salamku. Namun ketika aku
berlalu, seseorang menemuiku dan mengatakan bahwa si fulan berkata : 'Demi
Allah, aku benci orang itu karena Allah.' Aku memohon, panggillah ia dan
tanyailah mengapa ia membenciku."
Rasulullah SAW memanggil orang yang dimaksud dan menanyainya tentang apa yang
telah ia katakan. Ia mengakuinya dan berkata, "benar aku telah mengatakan
itu, wahai Rasul."
Nabi bersabda, "mengapa kau
membencinya?"
Ia menjawab, "aku tetangganya
dan aku sangat mengenalnya. Demi Allah, aku belum pernah melihatnya mengerjakan
shalat kecuali shalat fardhu yang menjadi kewajiban bagi semua orang baik
maupun buruk."
Orang itu berkata, "tanyakanlah
kepadanya, wahai Rasul, pernahkah ia melihatku menunda shalat atau tidak
berwudhu dengan benar, atau tidak ruku dan sujud dengan benar?"
Ia menjawab, "tidak, kemudian
ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum pernah melihatnya berpuasa kecuali
puasa Ramadhan yang diwajibkan atas semua orang."
Orang itu bertanya, "wahai Rasul, tanyakanlah kepadanya, pernahkah ia
melihatku tidak berpuasa selama bulan Ramadhan atau melakukan sesuatu yang
membatalkan puasaku?"
Rasulullah menanyakan pertanyaan itu kepadanya dan ia menjawab,
"tidak," kemudian ia melanjutkan, "Demi Allah, aku belum pernah
melihatnya memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang atau menyedekahkan hartanya
atas nama Alllah kecuali zakat yang merupakan kewajiban semua orang."
Orangi tu bertanya,
"tanyakanlah kepadanya, wahai Rasul, pernahkah aku menahan zakat atau
memintanya kembali kepada orang yang telah menerimanya?" Rasulullah SAW
menanyai orang satunya dan ia menjawab, "tidak."
Akhirnya Rasulullah SAW bersabda, "aku tidak tahu, mungkin ia lebih baik
daripada dirimu."
Dari riwayat-riwayat itu kita dapat menarik pelajaran bahwa jika ada orang yang
melakukan kesalahan dan kemudian ia menyesali perbuatannya itu, selayaknya kita
berusaha untuk mengembalikan kehormatan orang itu agar ia merasa didukung bisa
istiqomah menetapi jalan kebenaran. Berkaitan dengan persoalan ini, perlu kami
sampaikan sebuah riwayat lain tentang wanita dari keluarga Makhzumi yang
dipotong tangannya karena mencuri. Diriwayatkan dari Aisyah r.a bahwa wanita
itu benar-benar menyesali perbuatannya dan bertaubat dengan baik. Wanita itu
kemudian menikah dan ia sering menemui Aisyah r.a untuk menanyakan berbagai
persoalan agama, dan Aisyah menyampaikan apa yang ditanyakan oleh wanita itu
kepada Rasulullah SAW.
21. DAMAIKANLAH DUA ORANG YANG BERSELISIH.
Pada beberapa kasus, orang yang dituduh melakukan kesalahan memang terbukti
melakukan kesalahan. Namun, kadang-kadang kesalahan itu dilakukan oleh kedua
belah pihak yang berselisih. Jika terjadi hal semacam itu, kedua belah pihak
harus dinasihati. Abdullah ibn Abi Aufa menuturkan bahwa Abdurrahman ibn Auf
mengadukan Khalid bin Walid kepada Rasulullah SAW. Karena Khalid dianggap telah
mencela Abdurrahman. Menanggapi persoalan itu Rasulullah SAW bersabda kepada
Khalid, "jangan mengejek setiap orang yang ikut berperang dalam perang
Badar. Bahkan, seandainya kau bersedekah dengan emas sebesar Gunung Uhud,
amalmu itu tidak akan pernah setara dengan amal mereka."
Ibn auf berkata, "mereka
menghinaku lebih dahulu dan aku hanya membalasnya."
Nabi SAW bersabda, "jangan
mengejek Khalid, karena ia adalah salah satu pedang Allah yang diutus untuk
memerangi orang kafir."
Kedua orang yang berselisih itu merupakan sahabat-sahabat Rasulullah SAW.
Mereka memiliki kedudukan yang penting disisinya. Ibn Auf dikenal sebagai
seorang sahabat yang lebih dulu memeluk Islam dibanding Khalid, yang baru masuk
Islam menjelang peristiwa penaklukan Makkah. Karena itu, Rasulullah menegur
Khalid karena menghina Ibn Auf, sahabat yang mengikuti perang Badar. Namun,
Rasulullah juga menegur Ibn Auf karena mengejek Khalid.
Sepanjang hayatnya Rasulullah selalu berusaha mendamaikan pihak-pihak yang
bertikai atau para sahabat yang berselisih. Bahkan pada masa remajanya iya
telah menorehkan tinta emas dengan mendamaikan berbagai kabilah Makkah yang
siap berperang satu sama lain demi memperebutkan hak untuk memindahkan Hajar
Aswad ketempatnya semula setelah Ka'bah dipugar dan diperbaiki. Dengan
kebijakan dan kecerdikannya, Rasulullah dapat mendamaikan mereka. Begitu pula
yang ia lakukan saat tiba di Madinah. Ia mendamaikan pihak-pihak yang bertikai
di Madinah, terutama antara suku Aus dan Khazraj, yang sepanjang sejarah
keduanya selalu berperang. Berkat kebijaksanaan, kejujuran, dan kecerdasannya,
Rasulullah dapat menghimpun masyarakat Madinah yang heterogen dibawah satu
panji. Karena mementingkan kedamaian dan persatuan pula, Rasulullah tidak
membasmi kaum munafik dan mencegah para sahabatnya yang ingin membunuh Abdullah
ibn Ubay pemimpin kaum munafik.
22. MINTALAH AGAR SESEORANG
MEMAAFKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH
KEPADANYA.
Anas ibn Malik r.a berkata : "Orang Arab biasanya saling melayani dan
saling membantu satu sama lain ketika bepergian. Abu Bakar dan Umar punya
seseorang yang biasanya melayani mereka. Suatu ketika mereka bangun dari tidur
dan pelayan itu belum menyiapkan makanan apapun untk mereka. Salah seorang dari
keduanya berkata kepada yang lain, "Orang ini kebanyakan tidur."
Mereka membangunkannya dan berkata, "pergilah kepada Rasulullah dan
katakanlah kepadanya bahwa Abu Bakar dan Umar menyampaikan salam kepadanya
serta meminta makanan."
Orang itu segera pergi dan saat
kembali ia menyampaikan jawaban dari Rasulullah SAW : "Sampaikanlah
salamku kepada mereka dan katakan bahwa mereka sudah makan."
Kedua sahabat itu merasa khawatir
jika Rasulullah marah sehingga mereka segera mendatanginya dan berkata,
"Wahai Rasul, kami mengirim pesan kepadamu, meminta makanan dan engkau
mengatakan bahwa kami sudah makan? Apakah yang telah kami makan?"
Rasulullah menjawab, "Daging
saudaramu. Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku bisa melihat dagingnya di
sela-sela gigimu."
Mereka berkata, "mohonkanlah
ampunan untuk kami wahai Rasul."
Rasulullah bersabda,
"Biarkanlah orang itu yang memohonkan ampunan untuk kalian."
Satu lagi contoh yang menegaskan kemuliaan akhlak Rasulullah SAW ia tidak
membela kedua sahabat utamanya itu dan tidak pula mengomeli pelayan mereka
karena tidur. Justru Rasulullah menegur kedua sahabatnya itu karena memarahi
pelayan mereka. Seharusnya, keduanya bisa saling membantu dan saling melayani,
bukannya menyandarkan diri kepada seorang pelayan.
23. INGATKAN ORANG YANG BERBUAT SALAH AKAN KEBAIKAN ORANG YANG
KEPADANYA IA
MELAKUKAN KESALAHAN SEHINGGA IA MENYESAL DAN
MAU MEMINTA MAAF.
Metode inilah yang di praktikkan oleh Rasulullah SAW ketika terjadi
perselisihan antara dua sahabat utamanya, Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar ibn
al-Khatthab semoga Allah meridhai keduanya. Al-Bukhari r.a meriwayatkan dalam
Shahih-nya pada bab al-Tafsir, bahwa Abu Darda menceritakan bahwa terjadi
perselisihan antara Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar membuat Umar marah sehingga
Umar pergi dalam keadaan kesal. Abu Bakar menyusulnya dan meminta maaf
kepadanya. Namun, Umar tak mau berhenti dan memaafkannya. Ia berjalan memasuki
rumahnya dan menutup pintu dihadapan abu bakar. Akhirnya, Abu Bakar pergi
meninggalkan rumah Umar dan kemudian berjalan menemui Rasulullah SAW yang
sedang duduk bersama para sahabat.
Rasulullah SAW bersabda, "sahabat kalian ini sedang menghadapi
perselisihan."
Pada saat yang sama Umar menyesali
perbuatannya mengabaikan Abu Bakar sehingga ia bergegas pergi ketempat
Rasulullah. Setibanya disana ia mengucapkan salam lalu duduk disamping
Rasulullah SAW. Ia sampaikan kepada Nabi apa yang telah terjadi. Mendengar
penyampaian Umar, Rasulullah terlihat marah kepadanya sehingga Abu Bakar segera
berkata, "Demi Allah, wahai Rasul. Akulah yang paling bersalah."
Rasulullah SAW bersabda, "apakah kalian hendak meninggalkan sahabatku
ini sendirian? Apakah kalian ingin meninggalkan sahabatku ini sendiran? Ketika
aku katakan kepada semua orang bahwa aku adalah Rasulullah untuk kalian semua,
kalian mengatakan, 'kau berbohong (hai Muhammad),' tetapi Abu Bakar mengatakan,
"sungguh engkau mengatakan kebenaran." HR.Al-Bukhari.
Masih dalam Shahih Bukhari, Abu Darda r.a menuturkan bahwa ketika ia duduk
bersama Nabi SAW, Abu Bakar r.a datang dan kemudian memegang salah satu ujung
jubah Nabi SAW hingga lutut beliau terlihat. Nabi SAW bersabda, "sedangkan
mengenai sahabat kalian, sesungguhnya ia telah menyerahkan dirinya."
Abu Bakar menyalaminya dan berkata, "wahai Rasulullah, aku ada masalah
dengan Umar ibn al-Khatthab. Aku menyesal. Aku menemuinya dan memohon agar ia
memaafkanku, namun ia enggan. Kini aku berada disini menghadap kepadamu."
Rasulullah SAW bersabda, "Abu Bakar, Allah mengampunimu." Beliau
mengucapkan itu sebanyak tiga kali.
Pada saat yang bersamaan, Umar menyadari kekhilafannya dan merasa menyesal. Ia
bergegas ingin menemui Abu Bakar dirumahnya, namun ia tidak ada disana. Ia
langsung pergi ketempat Rasulullah dan mengucapkan salam kepadanya. Umar
tertegun melihat wajah Nabi SAW yang memerah karena marah. Abu Bakar r.a
berusaha menahan amarah Nabi SAW dan memohon belas kasihannya. Lalu Umar duduk,
memegang dua lutut Nabi SAW dan berkata, "wahai Rasulullah, aku telah
berbuat dzalim dua kali."
Nabi SAW bersabda, "sesungguhnya Allah mengutusku kepada kalian. Ketika
aku menyeru kalian, kalian berkata, 'kau berdusta,' sedangkan Abu Bakar
berkata, 'Engkau benar.' Dia menolong dan mendampingiku serta mengorbankan jiwa
dan hartanya. Jadi, apakah kalian akan meninggalkan sahabatku ini?" Beliau
mengucapkannya tiga kali. Setelah peristiwa itu tidak ada lagi yang berani mencela
dan menyakiti Abu Bakar. HR.Al-Bukhari.
Setiap kali terjadi perselisihan diantara para sahabat, Nabi SAW selalu
berupaya mendamaikan mereka, termasuk ketika terjadi perselisihan antara Khalid
ibn Walid dan Abdurrahman ibn Auf. Nabi SAW tak pernah membiarkan para sahabat
saling membenci atau saling memusuhi satu sama lain. Ia mengetahui karakter dan
kepribadian setiap sahabatnya. Ia pun mengetahui keutamaan masing-masing
sahabatnya. Ketika dua sahabat utamanya, Abu Bakar dan Umar berselisih, tentu
saja keadaan itu membuat galau hati Rasulullah. Mereka merupakan sahabat
setianya, dan keduanya memiliki keistimewaan masing-masing. Nabi SAW sangat
mencintai para sahabatnya, terutama kepada Abu Bakar, sahabat setia yang
menemaninya dalam perjalanan hijrah. Karena itu, Nabi SAW marah ketika
mendengar perlakuan Umar kepada Abu Bakar meskipun dalam perselisihan mereka,
Abu Bakar-lah yang pertama kali melakukan kesalahan. Nabi SAW marah karena Umar
mengabaikan Abu Bakar dan tidak menerima permintaan maafnya. Maka, saat keduanya
datang dihadapan para sahabat lain, Nabi SAW menegaskan keutamaan sahabat Abu
Bakar.
24. DAMAIKANLAH PERSELISIHAN DAN BERUSAHALAH UNTUK MENGHENTIKAN
FITNAH YANG
TERJADI.
Ditengah masyarakat niscaya akan
selalu ada sekelompok orang yang berusaha mengeruhkan suasana dan memancing di
air keruh. Orang-orang itu terbiasa membuat fitnah dan huru-hara yang merusak
kedamaian masyarakat. Situasi yang sama berlangsung pada masa Rasulullah SAW.
Beberapa kali berembus fitnah, baik yang disebarkan oleh kaum Yahudi maupun
oleh kaum munafik. Mereka tidak menyukai kedamaian dan kesejahteraan yang
dirasakan oleh kaum muslimin di Madinah. Dalam beberapa kesempatan Nabi SAW
selalu tampil untuk mendamaikan pihak-pihak yang berselisih dan berusaha
memadamkan fitnah yang terjadi ditengah-tengah umatnya. Itulah yang dilakukan
oleh Rasulullah ketika terjadi perselisihan antara kaum Muhajirin dan Anshar
akibat fitnah yang disebarkan kaum munafik. Hal yang sama dilakukan oleh
Rasulullah ketika menyebar peristiwa al-ifk yang menistakan salah seorang istri
Rasulullah, yaitu Aisyah bint Abu Bakar.
Ketika kaum muslimin pulang dari
peperangan melawan Bani Musthaliq, Aisyah r.a tertinggal dari rombongan utama
karena rombongan menyangka ia telah berada didalam sekedupnya. Setibanya di
Madinah, Rasulullah tidak mendapati Aisyah dalam rombongan. Keesokan harinya,
Aisyah muncul dengan diantar oleh seorang pemuda yang bernama Shafwan. Abdullah
ibn Ubay, pentolan kaum munafik, memanfaatkan situasi itu untuk memojokkan
Rasulullah SAW. Ia menyebarkan fitnah bahwa Aisyah telah berselingkuh dengan
shafwan sehingga terlambat datang di Madinah. Kabar fitnah itu menyebar dengan
cepat sehingga membuat Rasulullah masygul. Tentu saja beliau mengenal kebaikan
istrinya dan memercayai kejujuran serta kesetiaannya. Ia juga mengenal Shafwan
sebagai pemuda yang baik yang tak akan berani melakukan kekejian.
Namun, kabar yang disiarkan kaum
munafik itu telah tersebar luas dikalangan kaum muslimin sehingga mereka
terbagi dua kelompok, antara yang memercayai kabar itu dan yang menolaknya
mentah-mentah. Karena itu, Nabi SAW berkhutbah dihadapan orang-orang berusaha
meredam fitnah yang telah beredar luas itu. Nabi SAW berkata membela kesucian
istrinya dan juga Shafwan, "wahai manusia, masih saja orang-orang berusaha
menyakitiku dan membicarakan sesuatu yang tidak benar tentang keluargaku. Demi
Allah, aku mengenal kebaikan semua anggota keluargaku. Tidak ada keburukan pada
mereka. Mereka juga mengatakan keburukan tentang laki-laki yang aku kenal sebagai
orang baik. Tak pernah sekalipun ia memasuki salah satu rumah diantara
rumah-rumahku kecuali aku menemaninya."
Ia juga ingin mengetahui sikap para sahabatnya terhadap Abdullah ibn Ubay,
pentolan kaum munafik yang menyebarkan fitnah itu. Salah seorang sahabat
Anshar, Sa'd ibn muaz dari suku Aus, berdiri dan berkata, "wahai Rasul,
aku akan mengurusinya untukmu. Jika ia berasal dari suku Aus, niscaya kami akan
menebas lehernya. Jika ia berasal dari Khazraj, katakanlah kepada kami apa yang
harus kami lakukan kepadanya."
Namun, salah seorang dari suku Khazraj, Sa'd ibn Ubadah, berdiri menimpali
ucapan Sa'd ibn Muaz. Biasanya ia dikenal sebagai orang ynag santun dan
berbudi, tetapi semangat kesukuan rupanya telah membangkitkan emosinya sehingga
ia berkata kepada Sa'd ibn Muaz, "demi Allah, kau pendusta! Engkau
bermulut besar. Kau tidak akan membunuhnya. Kau katakan seperti itu karena tahu
bahwa ia dari suku Khazraj. Jika ia dari suku Aus, kau tidak akan berbicara
seperti itu dan kau tidak akan mau membunuhnya. Kau tidak akan mau jika ia
membunuhnya!"
Sahabat lainnya, yang berasal dari
suku Aus, yaitu Asid ibn Hadir, bangkit membela Sa'd ibn Muaz. Ia berkata tegas
kepada Sa'd ibn Ubadah, "Engkaulah pendusta! Demi Allah, kami akan
membunuhnya! Kau adalah munafik yang membela kaum munafik!"
Beberapa orang Khazraj langsung berdiri membela pemimpin mereka, Sa'd ibn
Ubadah. Sama halnya, sekelompok orang dari suku Aus berdiri berhadapan dengan
mereka. Kedua kelompok saling berhadapan. Khawatir terjadi perkelahian antara
mereka, Nabi SAW berteriak agar mereka tenang dan jangan menghunus senjata
dihadapan saudara mereka sendiri. HR. Al-Bukhari.
Karena kedua kelompok itu tak mau
tenang, Rasulullah SAW pergi meninggalkan mereka dalam keadaan marah.
Rasulullah SAW mendatangi Bani Amr ibn Auf untuk mendamaikan kedua kelompok itu
dan tetap disana sampai waktu ashar datang sebagaimana diriwayatkan dalam
Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Sahl ibn sa'd al-Sa'idi r.a berkata,
"perselisihan mencuat antara dua kelompok orang Anshar. Mereka saling
mengecam dan saling melemparkan tuduhan. Nabi SAW datang untuk mendamaikan
mereka. Ketika waktu shalat datang, Bilal mengumandangkan azan dan menunggu
kedatangan Rasulullah SAW, namun beliau tidak kunjung datang. Lalu ia mengumandangkan
iqamah dan karena Rasulullah tak juga tiba, Abu Bakar r.a memimpin shalat saat
itu."
25. TUNJUKKANLAH KEMARAHAN ATAS
KESALAHAN YANG DILAKUKAN
SESEORANG.
Ketika Nabi SAW melihat atau mendengar terjadinya suatu kesalahan atau
penyimpangan, khususnya kesalahan yang berkaitan dengan masalah aqidah, ia akan
menunjukkan kemarahannya. Sikap seperti itulah yang ditunjukkan oleh Rasulullah
ketika mendengar para sahabat memperdebatkan masalah qadar (ketetapan Allah)
dan Al-Qur'an. Dalam sunan Ibn Majah ada sebuah riwayat dari Amr ibn Syu'aib
dari ayahnya, dari kakeknya yang menuturkan bahwa Rasulullah SAW mendatangi
para sahabatnya yang sedang berdebat tentang qadar. Seakan ditaburi biji buah
delima, paras Rasulullah memerah karena sangat marah. Ia berkata tegas,
"apakah kalian diperintahkan untuk melakukan perbuatan seperti ini? Apakah
untuk persoalan ini kalian diciptakan? Apakah kalian mempergunakan ayat-ayat
Al-Qur'an untuk membantah orang lain? Umat-umat sebelum kalian dimusnahkan
akibat kelakuan seperti ini!"
Abdullah ibn Amr mengatakan, "aku merasa sedih jika tidak hadir dalam
sebuah pertemuan yang dihadiri Rasulullah. Namun, aku sungguh senang tidak ada
ditengah orang-orang yang berkumpul pada saat itu." HR.Ibnu Majah.
Menurut Ibn Asim dalam Kitab al-Sunnah, "Rasulullah SAW mendatangi para
sahabatnya yang sedang memperdebatkan takdir Allah. Salah satu pihak mengutip
ayat Al-Qur'an, begitu pula pihak yang lain. Seakan ditaburi biji buah delima,
paras Rasulullah memerah karena marah. Ia berkata, "apakah kalian
diciptakan untuk ini? Apakah kalian diperintahkan untuk melakukan perbuatan
seperti ini? Jangan menggunakan ayat-ayat Al-Qur'an untuk melawan orang lain.
Perhatikanlah untuk apa yang kalian diperintahkan, dan kerjakanlah. Perhatikanlah
apa-apa yang dilarang untuk kalian, dan hindarilah!"
Riwayat lain memberi kita contoh tentang kemarahan Nabi SAW kepada sahabatnya
karena mempersoalkan sumber hukum Islam. Imam Ahmad r.a meriwayatkan dalam
Musnad-nya dari Jabir ibn Abdullah bahwa Umar ibn al-Khatthab menemui
Rasulullah SAW sambil membawa sebuah buku yang ia dapatkan dari kaum Ahlul
kitab. Nabi SAW sangat marah dan bersabda, "apakah kau meragukan ini, hai
Anak al-Khatthab? Demi Zat yang menguasai jiwaku, aku telah membawakan untukmu
pesan yang suci dan bersih. Maka, jangan pernah mempertanyakannya, baik mereka
mengatakan kebenaran dan kau menolaknya, ataupun mereka mengatakan kesalahan
dan kau menerimanya. Demi Zat yang menciptakanku, bahkan seandainya Musa a.s
hidup saat ini, tidak ada yang bisa dilakukannya kecuali mengikutiku."
HR.Imam Ahmad.
Hadist itu juga diriwayatkan oleh al-Darimi r.a dari Jabir yang menceritakan
bahwa Umar ibn al-Khatthab mendatangi Rasulullah SAW membawa salinan Taurat dan
berkata, "wahai Rasul, ini adalah salinan Taurat."
Rasulullah tidak menggubris ucapannya. Ketika Umar mulai membacakannya, paras
muka Rasulullah berubah menjadi merah karena marah. abu Bakar mengatakan,
"andai ibumu tak melahirkanmu! Apakah kau tidak melihat wajah Rasulullah
SAW?"
Umar r.a melihat wajah Rasulullah SAW dan berkata, "aku berlindung kepada
Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya SAW. Kami ridha Allah sebagai Tuhan
kami, Islam sebagai agama kami, Dan Muhammad sebagai Nabi kami."
Rasulullah SAW bersabda, "demi Zat yang menciptakan Muhammad, bahakn jika
Musa a.s hidup diantara kalian dan kemudian kalian mengikutinya serta
meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat dari jalan yang lurus. Jika ia
hidup sampai masa kenabianku, niscaya ia akan mengikutiku." HR. Ahmad.
Diantara riwayat-riwayat lain yang mendukung riwayat ini adalah hadist riwayat
Abu Darda yang menuturkan bahwa Umar membawa beberapa halaman Taurat kepada
Rasulullah SAW dan berkata, "wahai Rasul, ini beberapa halaman Taurat yang
kudapatkan dari saudaraku yang berasal dari Bani Zuraig."
Wajah Rasulullah SAW berubah merah dan Abdullah ibn Zaid-seorang sahabat yang
bermimpi tentang azan berkata, "apakah kau sudah gila? Apakah kau tidak
melihat perubahan wajah Rasulullah SAW?"
Umar berkata setelah melihat wajah Rasulullah yang memerah karena marah,
"Kami meridhai Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami,
Muhammad sebagai Nabi kami, dan Al-Qur'an sebagai panduan kami."
Rasulullah SAW terlihat kembali tenang dan bersabda, "Demi Zat yang
menguasai jiwa Muhammad, jika Musa hidup diantara kalian, kemudian kalian
mengikutinya dan meninggalkanku, niscaya kalian akan tersesat. Kalian adalah
umatku dan aku adalah Nabi kalian." HR.Al-Tabrani.
Jika kita perhatikan riwayat-riwayat itu, kita melihat bahwa teguran yang
disampaikan Rasulullah SAW didukung oleh orang-orang yang hadir ditempat
peristiwa itu terjadi. Rasulullah tak perlu berpanjang kata, menegur sahabatnya
yang melakukan kesalahan. Dengan melihat ekspresi wajahnya, para sahabat bisa
mengetahui kemarahan Rasulullah SAW dan menyampaikannya kepada orang yang
sedang ditegur. Perpaduan antara kemarahan Rasulullah dan peringatan para
sahabat itu menjadi nasihat yang sangat efektif yang menyadarkan si pelaku
kesalahan. Dampak yang terjadi begitu besar sehingga sahabat yang melakukan
kesalahan langsung menyadarinya dan memohon ampunan kepada Allah.
Proses penyadaran itu berlangsung melalui tahap-tahap berikut ini:
*Pertama : kemarahan Rasulullah
muncul ketika melihat kesalahan yang dilakukan sahabatnya. Kemarahannya itu tak
terungkap lewat kata-kata, tetapi melalui perubahan ekspresi wajahnya.
*Kedua : Para sahabatnya, dalam kasus ini Abu Bakar al-Shiddiq dan Abdullah ibn
Zaid, menyaksikan perubahan ekspresi wajah Rasulullah dan menyampaikannya
kepada Umar.
*Ketiga : Umar menyadari kesalahannya dan segera memohon ampunan kepada Allah
dan Rasul-Nya. Ia benar-benar menyesal dan meminta maaf atas kesalahannya. Ia
memohon perlindungan kepada Allah dari murka Allah dan murka Rasul-Nya. Setelah
itu ia menegaskan lagi keridhaannya atas prinsip-prinsip aqidah Islam.
*Keempat : Nabi SAW kembali terlihat tenang ketika Umar telah menyadari
kesalahannya dan menarik ucapannya.
*Kelima : Nabi SAW menegaskan kembali prinsip-prinsip aqidah Islam yang
dikatakan oleh Umar kemudian menegaskan keharusan umat Islam untuk mengikuti
risalah yang dibawanya dan melarang mereka mengikuti panduan selain Al-Qur'an.
Contoh lain yang menggambarkan kemarahan Nabi SAW adalah riwayat yang telah
kami sebutkan diatas tentang orang yang meludah di arah kiblat shalat.
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari dari Anas ibn Malik bahwa ketika
Rasulullah SAW melihat air ludah didalam mesjid diarah kiblat, wajahnya memerah
karena marah. Ia langsung membersihkan ludah itu dengan tangannya sendiri dan
bersabda, "ketika salah seorang diantara kalian mendirikan shalat,
sesungguhnya ia sedang berbincang dengan Tuhannya. Atau, Tuhannya ada
diantara dirinya dan kiblat. Maka, tak seharusnya ia meludahi arah kiblat.
Meludahlah diarah kiri atau dibawah kakinya. Jika tidak bisa, lakukanlah
seperti ini, "ujarnya sambil mengambil salah satu ujung gamisnya, meludah
disana, kemudian mengambil ujung gamis lain dan menggosokkannya untuk
mengeringkan ludah itu."HR.Al-Bukhari.
Dalam hadist lain, yang juga diriwayatkan oleh al-Bukhari dari abu Mas'ud
al-Anshari, diceritakan bahwa seseorang mendatangi Rassulullah SAW dan berkata,
"wahai Rasul, mungkin aku akan datang terlambat dalam shalat besok hari
karena si fulan yang memimpin shalat terlalu lama."
Periwayat hadist ini menuturkan, "aku belum pernah melihat Rasulullah SAW
marah ketika menegur seperti saat itu. Ia bersabda, 'Hai orang-orang! Sebagian
kalian telah menyepelekan orang lain. Jika salah seorang diantara kalian
memimpin shalat, ringankanlah bacaan kalian, karena diantara kalian ada orang
yang telah lanjut usia, lemah, dan orang yang punya kebutuhan
mendesak."HR.Al-Bukhari.
Riwayat lain bisa menjadi contoh bagi para dai atau pemberi fatwa agar
menunjukkan kemarahan kepada orang yang mengajukan pertanyaan secara
serampangan dan mennyepelekan. Zaid ibn Khali al-Juhani r.a menceritakan,
"seorang Badui mendatangi Nabi Muhammad SAW dan bertanya tentang benda
hilang yang ditemukannya. Nabi SAW bersabda, umumkanlah barang itu selama
setahun. Ingatlah ciri khas bentuknya dan tali pengikatnya. Jika seseorang
datang dan mengklaim barang itu, dan ia dapat menggambarkannya dengan benar,
berikanlah kepadanya, dan kau tidak boleh menggunakannya."
Ia bertanya lagi, "wahai Rasul, bagaimana dengan domba yang hilang?"
Rasulullah SAW bersabda, "domba
itu untukmu, untuk saudaramu (yakni pemiliknya) atau untuk serigala."
"Bagaimana kalau unta yang
hilang?"
Wajah Nabi SAW memerah karena marah
dan kemudian berkata, "kau tak ada urusan dengannya. Unta itu punya kaki,
bisa mencari air sendiri, dan bisa makan tumbuhan!" HR.Al-Bukhari.
Ketika melihat seseorang melakukan kesalahan, kita boleh menunjukkan kemarahan
agar orang itu menyadari kesalahannya dan memahami bahwa kita tidak menyukai
tindakannya yang salah. Kendati demikian, kemarahan yang kita tunjukkan
selayaknya sesuai dengan tingkat kesalahan yang dilakukan. Bisa jadi, kita
cukup menunjukkan ekspresi marah saat melihat suatu kesalahan dilakukan, atau
mungkin kita ungkapkan kata-kata yang tegas dan keras sebagai ekspresi
kemarahan kita. Kadang-kadang seseorang sudah merasa takut atau khawatir ketika
melihat perubahan paras muka orang lain yang memerah karena marah. Perubahan
raut muka, nada bicara, juga gerak-gerik tubuh bisa menunjukkan ekspresi
kemarahan seseorang. Kemarahan perlu ditunjukkan, selain agar si pelaku
menyadari kesalahannya, juga agar orang lain yang hadir ditempat peristiwa itu
merasa takut melakukan kesalahan serupa. Sering kali ketika kita marah,
kata-kata yang keluar dari mulut kita menjadi tak terkendali. Karena itu,
sering kali Rasulullah diamm seribu bahasa ketika marah. Barulah ketika
reda dari marahnya Rasulullah mengatakan apa yang ingin ia katakan. Jadi,
tunggulah hingga amarah anda reda sebelum anda mengungkapkan apa yang ingin
anda ungkapkan.
Namun, kadang-kadang yang dibutuhkan untuk mengubah perilaku seseorang atau
masyarakat adalah kesabaran dan kebijaksanaan. Dalam kasus-kasus tertentu,
mungkin akan lebih bijaksana bila kita tidak langsung berkomentar dan menasihati
orang yang melakukan kesalahan. Dalam kasus tertentu, akan lebih baik jika kita
menunda penjelasan dan komentar mengenai suatu kesalahan hingga datang waktu
yang tepat untuk mengatakannya, misalnya ketika orang-orang lain telah
berkumpul atau ketika suasana telah reda. Dalam riwayat berikut ini, Rasulullah
menunggu hingga kaum muslimin berkumpul baru menyampaikan nasihatnya, karena
kesalahan yang dilakukan sahabat pelaku itu dianggap cukup serius.
Dalam Shahih al-Bukhari, Abu Humaid al-Sa'idi meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
menunjuk seseorang untuk menghimpun zakat. Setelah menyelesaikan tugasnya, ia
datang dan berkata, "wahai Rasul, ini untukmu, sedangkan ini adalah
sesuatu yang diberikan kepadaku sebagai hadiah."
Rasulullah bersabda, "mengapa kau tidak diam saja dirumah orangtuamu dan
tunggulah apakah ada orang yang datang membawa hadiah untukmu?!"
Malam harinya, usai melaksanakan shalat, Rasulullah SAW berdiri dihadapan kaum
muslimin cukup lama kemudian mengucapkan syahadat, memuji kepada Allah, dan
bersabda, "apa yang salah dengan petugas yang kami tunjuk, kemudian ia
kembali menemui kami dan berkata, 'ini bagian untukmu dan ini sebagai upahku?'
Mengapa ia tidak duduk saja dirumah orangtuanya dan menunggu adakah orang yang
datang memberinya hadiah? Demi Zat yang menguasai jiwa Muhammad, diharamkan
atas kalian mengambil sesuatu dari kami, kecuali ia akan datang di Hari
Pembalasan dengan barang itu menggantung di lehernya : jika itu seekor unta
maka ia akan membawanya seraya menguak, jika itu seekor kerbau maka ia akan
membawanya seraya melenguh, dan jika itu seekor domba maka ia akan membawanya
seraya mengembik. Aku telah menyampaikan pesan."
Abu Humaid menambahkan, "kemudian Rasulullah mengangkat tangannya
tinggi-tinggi hingg kami dapat melihat ketiaknya."HR.al-Bukhari.
26. HINDARILAH ORANG YANG BERBUAT SALAH AGAR IA MERASA MALU DAN
KEMBALI KEPADA
JALAN YANG BENAR.
Al-bukhari r.a meriwayatkan dari Ali ibn Abi Thalib r.a bahwa pada suatu malam
Rasulullah SAW mendatanginya dan putrinya, Fatimah r.a, lalu berkata kepadanya,
"apakah kau tidak melaksanakan shalat?"
Ali menjawab, "wahai Rasul, jiwa kita ada dalamm genggaman Allah. Jika Dia
menghendaki untuk menghidupkan kita setelah mati (tidur) maka Dia akan
melakukannya!"
Mendengar ucapanya itu, Rasulullah SAW langsung pergi menjauhnya dan tidak
menangggapinya sama sekali. Ali kembali berbicara kepadanya, tetapi Nabi SAW
tetap tak mau menanggapinya. Ali mendengar langkah kaki Nabi SAW yang berjalan
menjauh sambil memukuli pahanya sendiri dan berkata, "namun, manusia lebih
suka berdebat dibanding makhluk lain." QS.Al-Kahf (18):54.
Riwayat ini memberi kita pelajaran, bahkan sahabat yang mulia pun berusaha
mencari alasan ketika Rasulullah menyerunya melakukan kebaikan. Ali ibn Abi Thalib
tentu tidak bermaksud menentang seruan Rasulullah. Namun, sebagaimana firman
Allah yang dibacakan oleh Nabi SAW, manusia punya kecenderungan untuk mendebat
dan mencari alasan. Tindakan seperti itu tidak disukai oelh Rasulullah SAW
hingga ia meninggalkan Ali yang merasa malu karena Rasulullah marah kepadanya.
Sejak memeluk Islam pada usia remaja, Ali ibn Abi Thalib selalu taat dan patuh
kepada junjungannya, Rasulullah SAW apapun akan ia lakukan agar Rasulullah
ridha kepadanya. Karena itulah ia merasa sangat masygul ketika melihat
Rasulullah marah dan langsung pergi menghindarinya.
27. MENGHUKUM ORANG YANG BERBUAT SALAH.
Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah kepada Hathib ibn Balta'ah ketika ia
ketahuan mengirimkan surat kepada kaum kafir Quaraisy mengabarkan niat
Rasulullah dan kaum muslimin untuk menaklukkan Makkah. Rasulullah SAW memanggil
Hathib, yang segera menghadap kepadanya. Ketika keduanya telah berhadapan,
Rasulullah SAW menunjukkann surat Hathib untuk keluarganya di Makkah, kemudian
beliau bertanya, "hai Hathib, apa yang mendorongmu melakukan ini?"
Hathib berkata, "wahai Rasulullah, janganlah engkau terlampau cepat
menghakimiku. Aku sama sekali tidak berniat buruk. Aku punya keluarga di
Quraisy. Aku adalah pelindung sebagian anggota keluargaku meskipun mereka belum
memeluk Islam. Disisimu juga banyak kaum Muhajirin yang memiliki kerabat dan
keluarga di Makkha, kerabat yang menjaga dan memelihara keturunan serta harta
mereka. Jika mereka semua binasa, siapa lagi yang akan menjaga harta dan
keluarga kaum Muhajirin?"
Rasulullah SAW terdiam sejenak. Beliau merasakan kejujuran dalam ucapan Hathib.
Kemudian Hathib berkata lagi dengan suara yang lembut dan mengharapkan belas
kasihan, "wahai Rasulullah, aku melakukan itu bukan karena aku telah murtad
dari Islam, bukan juga karena aku meridhai kekafiran."
Dengan ucapannya ini, Hathib ingin
membersihkan dirinya dari kesalahan dan menyucikan jiwanya dari kejahatan.
Rasulullah SAW sendiri mengetahui kadar keimanan dan kejujuran Hathib.
Rasulullah SAW bersabda, "engkau benar."
Jawaban Rasulullah SAW itu menunjukkan bahwa beliau telah mengampuni kesalahan
Hathib. Namun, beberapa sahabat, diantaranya Umar ibn al-Khatthab tidak puas
mendengar ucapan dan pengakuan Hathib. Mereka beranggapan bahwa Hathib telah
merencanakan perbuatannya itu dengan matang. Umar berkata geram, "wahai
Rasulullah, biarkanlah aku membunuhnya. Sungguh dia seorang munafik."
Tuduhan itu dilemparkan Umar kepada Hathib, padahal ia terbebas dari
kemunafikan. Rasulullah SAW memandang Umar, menenangkannya, dan meredakan
kemarahannya, kemudian berkata, "wahai Umar, Hathib adalah salah seorang
pejuang dalam Perang Badar. Kita tidak pernah tahu bahwa mungkin saja Allah
menakdirkannya menjadi salah seorang Syuhada Badar." Kemudian Rasulullah
SAW, berpaling kepada Hathib dan bersabda, "kerjakanlah sekehendak kalian,
karena kalian telah diampuni."
Air mata mengalir deras dimata Umar
dan ia berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih tahu."HR.Al-Bukhari.
Meskipun Hathib selamat dari murka Rasulullah karena ia terlibat dalam Perang
Badar, Allah menurunkan firman-Nya yang dengan tegas menegur orang yang
bersekutu atau membantu kaum kafir :
"Hai orang-orang beriman,
janganlah menjadikan musuh-Ku dan musuh kalian sebagai teman setia yang kalain
sampaikan kepada mereka (berita-berita tentang Muhammad) karena merasa kasihan.
Padahal mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka
mengusir Rasul dan mengusir kalian karena kalian beriman kepada Allah, Tuhanmu.
Jika kalian benar-benar keluar untuk berjihad dijalan-Ku dan mencari ridha-Ku
jangan kalian mengabarkan secara rahasia (berita-berita tentang Muhammad)
kepada mereka, karena merasa kasihan. Aku lebih mengetahui apa yang kalian
sembunyikan dan apa yang kalian nyatakan. Dan barangsiapa diantara kalian
melakukannya, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus."
QS.Al-Mumtahanah(60):1.
Ada beberapa simpulan penting yang dapat kita pelajari dari riwayat tersebut :
* Nabi SAW menegur para sahabat yang melakukan kesalahan serius dengan
mengajukan pertanyaan : "Apa yang membuatmu melakukan itu?" Nabi SAW
ingin mengetahui alasan sahabat melakukan kesalahan itu, padahal mungkin
sahabat itu mengetahui akibat buruk perbuatannya itu pada dirinya dan
orang-orang disekitarnya.
* Kesalahan mungkin dilakukan oleh semua orang, termasuk orang yang sekian lama
dikenal masyarakat sebagai orang yang baik dan mulia.
* Jika ingin menegur dan mengubah perilaku buruk seseorang, kita harus
senantiasa berlapang dada dan bersikap terbuka menanggapi setiap keluhan atau
kesalahan yang dilakukannya sehingga ia menyadari kesalahannya dan terus
berusaha kembali ke jalan yang benar. Teguran dan nasihat ditujukan untuk
mengubah perilaku buruk seseorang, bukan untuk mengasingkannya.
* Seorang dai, mubalig, atau bahkan siapapun harus menghargai dan menyadari
bahwa setiap orang mungkin melakukan kesalahan ; bahwa setiap orang memiliki
kelemahannya masing-masing yang pada saat-saat tertentu kelemahan itu menguasai
diri mereka sehingga mereka melakukan kesalahan. Dengan kesadaran seperti itu
ia tidak akan merasa kaget ketika melihat seseorang yang dihormati atau yang
lebih tua melakukan kesalahan.
* Kita harus mempertimbangkan kebaikan dan kehormatan seseorang yang sekian
lama dikenal sebagai orang baik ketika kita menegur atau menasihatinya karena
melakukan kesalahan. Jangan sampai karena teguran atau nasihat yang kita
sampaikan, orang itu tak lagi melakukan kebaikan yang selama ini ia lakukan.
28. TEGURLAH DENGAN TEGAS JIKA SESEORANG MELAKUKAN KESALAHAN.
Ketika menyaksikan atau mendengar seseorang melakukan kesalahan, kita tak boleh
mengabaikannya dan berpura-pura tidak tahu. Kita harus mengarahkan orang yang
berbuat salah kejalan yang benar. Harus ada seseorang yang menegur dan
mengingatkannya agar ia sadar bahwa ia telah berbuat salah meskipun ia dikenal
sebagai orang yang baik dan terhormat ditengah masyarakat.
Al-bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya bahwa Ali r.a berkata, "aku punya
seekor unta betina bagianku dari harta pampasan Perang Badar, dan Nabi SAW
memberiku seekor unta betina lain bagianku dari Khumus. Ketika aku ingin
menikahi Fatimah, putri Rasulullah SAW, aku membuat janji dengan seorang tukang
emas dari Banu Qaynuqa untuk pergi bersamaku ke Idhkur. Aku ingin menjual dua
gelang emas kepadanya dan uangnya akan kupergunakan sebagai biaya walimah.
Ketika aku menyiapkan pelana, kantong perjalanan, tali kekang, dan
barang-barang perlengkapan lainnya, unta-untaku kubiarkan disamping sebuah
rumah milik seorang Anshar. Setelah menyiapkan semua barang yang kubutuhkan,
aku kembali dan mendapati unta-untaku telah disembelih. Bagian punggungnya
telah koyak, dan sisi tubuhnya tak lagi utuh. Bagian dalam unta itu terburai
keluar. Tentu saja aku marah menyaksikan keadaan itu. Aku bertanya kepada orang-orang
disana, 'siapa yang melakukannya?'
Mereka menjawab, 'Hamzah ibn Abdul
Muthalib. Ia ada di kedai minuman itu, sedang minum bersama orang-orang
Anshar.'
Aku segera pergi menemui Nabi Muhammad SAW dan melihat Zaid ibn Harisah tengah
bersamanya. Rasulullah menyadari ada yang salah dari ekspresi mukaku. Beliau
bertanya, 'apa yang terjadi denganmu?'
Aku berkata, 'wahai Rasul, aku belum pernah melihat keburukan seperti yang
kulihat hari ini! Hamzah menyembelih dua unta betina, mengoyak punggung keduanya,
dan membedah tubuh keduanya. Saat ini ia sedang minum di sebuah kedai.'
Rasulullah SAW meminta diambilkan jubahnya kemudian mengenakannya dan bergegas
pergi. Aku dan Zaid ibn Harisah berjalan cepat mengikutinya hingga ia tiba di
kedai minuman. Rasulullah meminta izin masuk, dan mereka mengizinkannya masuk.
Mereka tampak sedang minum-minum dan Rasulullah SAW mulai memarahi Hamzah dan
menegurnya atas kesalahan yang ia lakukan. Namun, ketika diperhatikan, Hamzah
terlihat sudah mabuk dan kedua matanya merah. Hamzah memperhatikan Rasulullah
SAW ia melihat lekat-lekat pada lutut Rasulullah, memperhatikan bagian perut
dan wajahnya kemudian berkata, 'bagiku, engkau tak lebih daripada budak
ayahku.' Rasulullah SAW menyadari bahwa Hamzah sudah mabuk sehingga ia langsung
beranjak pulang dan kami berjalan mengikutinya." HR.Al-Bukhari.
Rasulullah berjalan pulang dalam keadaan marah. Selang beberapa hari kemudian
ia memerintahkan beberapa sahabatnya untuk menyebarkan larangan minuman arak
seraya menyatakan bahwa arak adalah minuman yang diharamkan. Siapa saja yang
meminumnya, tanpa pandang bulu, akan mendapatkan siksa, meskipun mereka adalah
veteran Perang Badar. Peristiwa ini terjadi sebelum turun ayat Al-Qur'an
tentang larangan meminum minuman keras.
Riwayat ini menunjukkan bahwa meskipun Hamzah dikenal sebagai salah seorang
pahlawan Perang Badar yang gagah berani dan juga paman Rasulullah SAW ia tetap
harus ditegur dan diperingatkan jika melakukan kesalahan. Namun, Rasulullah
sendiri menyadari bahwa ia tak mungkin menasihati orang yang sudah mabuk karena
minuman keras. Karena itulah ia memutuskan pulang kerumah. Barulah beberapa
hari kemudian ia menyampaikan larangan minum-minuman keras kepada seluruh umat
Islam. Kita juga melihat bahwa meskipun sangat marah dan kesal, Ali ibn Abi
Thalib tidak langsung melabrak dan memarahi Hamzah. Ia menyadari posisi
pamannya itu ditengah masyarakat sehingga ia segera menemui Rasulullah dan
mengadukan persoalan itu kepadanya. Hanya Rasulullah orang yang tepat untuk
menegur dan menasihati Hamzah ibn Abdul Muthalib.
29. JAUHILAH PARA PELAKU KESALAHAN.
Imam Ahmad r.a meriwayatkan dari Humaid yang menuturkan, "Al-Walid dan
salah seorang temanku mendatangiku dan berkata, 'datanglah bersamaku, karena
engkau lebih muda daripada diriku dan kau lebih tahu tentang hadist.'
Ia membawa kami ke Bisyr ibn Ashim. Abu al-Aliyah berkata kepadanya, 'dapatkah
kau sampaikan hadistmu itu kepada dua orang ini?'
Bisyr ibn Ashim menjawab, 'Uqbah ibn Malik mengatakan kepada kami, Abu al-Nadr al-Laitsi
mengatakan bahwa Bahz, salah seorang anggota keluarganya, menuturkan bahwa
Rasulullah SAW mengirim pasukan kecil untuk menyerang satu kabilah.
Seseorang berlari meninggalkan kabilah itu, tetapi seorang pasukan muslim
mengejarnya dengan pedang terhunus. Orang yang berlari itu mengatakan,
"Aku seorang muslim," tetapi prajurit muslim itu tidak menggubrisny.
Ia menyerang dan membunuh orang itu.
Berita tentang kejadian itu sampai kepada Rasulullah SAW dan beliau
menanggapinya dengan komentar yang keras. Kabar tentang kemarahan Rasulullah
SAW itu sampai ke telinga si prajurit muslim yang membunuh orang itu. Suatu
saat, ketika Rasulullah berceramah didepan orang-orang, si prajurit msulim itu
bangkit dan berkata, "wahai Rasul, demi Allah, ia berkata seperti itu
hanya untuk menyelamatkan dirinya."
Rasulullah tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari orang itu dan
orang-orang disekelilingnya kemudian melanjutkan ceramahnya. Orang itu berkata
lagi, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk menyelamatkan
dirinya."
Rasulullah tidak menanggapi ucapannya. Ia berbalik dari orang itu dan
melanjutkan ceramahnya. Orang itu tampak tidak puas sehingga untuk ketiga
kalinya ia berkata, "wahai Rasul, ia berkata seperti itu hanya untuk
menyelamatkan dirinya."
Rasulullah SAW berpaling kepadanya, dan orang-orang yang hadir disana dapat
melihat dengan jelas ekspresi kekecewaan yang terpancar dari wajahnya.
Rasulullah SAW bersabda, "Allah mengutuk orang yang membunuh seorang
mukmin." Ia mengucapkan kalimat itu tiga kali. HR.Imam Ahmad.
Al-Nasa'i meriwayatkan dari Abu
sa'id al-Khudri bahwa seorang laki-laki dari Najran menemui Rasulullah SAW
sementara salah satu jari tangannya terlihat dilingkari sebuah cincin emas.
Rasulullah SAW berpaling darinya dan
bersabda, "Kau mendatangiku sementara tanganmu membawa bara api dari
neraka."
Imam Ahmad menuturkan versi riwayat
yang lebih lengkap dari Abu Sa'id al- Khudri : seseorang berasal dari Najran
mendatangi Rasulullah SAW mengenakan cincin emas dijarinya. Rasulullah SAW
berpaling darinya dan tidak mengucapkan sepatahpun kata. Orang itu pulang ke
istrinya dan menyampaikan sambutan yang didapatkannya dari Rasulullah SAW.
Istrinya berkata, "pasti ada alasan mengapa Rasulullah bersikap seperti
itu. Kembalilah kepada Rasulullah SAW."
Orang itu segera berangkat untuk menemui Rasulullah sambil membuang cincin
emasnya dan jubahnya. Ketika ia meminta masuk, Rasulullah mengizinkannya. Ia
mengucapkan salam dan Rasulullah SAW langsung menjawabnya. Setelah berhadapan,
ia berujar, "wahai Rasul, engkau berpaling dariku ketika itu aku datang
tadi."
Rasulullah SAW bersabda, "kau mendatangiku dengan sebongkah bara api
neraka ditanganmu."
"Wahai Rasul, sepertinya aku
datang membawa banyak bara api," ujarnya. Ia mengatakan itu karena ia
membawa banyak pakaian yan indah dari Bahrain.
Rasulullah SAW bersabda, "semua barang yang kau bawa itu sebanyak apapun
takkan bisa menolong kami (dikehidupan akhirat). Semua itu tidak lebih berharga
dari pada bebatuan Harrah. Batu-batu itu (maksudnya perhiasan) adalah kemewahan
di dunia ini."
"Kalau begitu, jelaskanlah kepada para sahabat sehingga mereka tidak
berpikir bahwa engkau marah kepadaku karena suatu sebab lain."
Rasulullah SAW berdiri dan menyampaikan persoalan itu kepada para sahabat dan
menyatakan bahwa persoalan itu hanya karena ia mengenakan cincin emas.
30. KUCILKANLAH ORANG YANG BERBUAT
SALAH.
Ini merupakan salah satu metode yang
sangat efektif yang pernah di praktikkan oleh Rasulullah SAW, terutama ketika
seseorang melakukan kesalahan yang sangat serius. Metode ini berdampak besar
pada jiwa si pelaku kesalahan. Salah satu contohnya adalah apa yang terjadi
pada Ka'b ibn Malik dan dua sahabatnya yang tidak ikut dalam pasukan umat Islam
menuju Tabuk.
Akhirnya, setelah beberapa minggu,
Rasulullah dan kaum Muslimin pulang dari perjalanan jihad. Dan seperti
biasanya, ia langsung menuju masjid untuk melaksanakan shalat dua raka'at,
setelah itu ia menerima kedatangan orang-orang yang tinggal di Madinah dan
tidak ikut berperang. Mereka menyampaikan permohonan maaf sambil mengemukakan
berbagai alasan. Mereka memohon ampunan sambil bersumpah atas nama Allah.
Rasulullah menerima permintaan maaf mereka yang diungkapkan secara terus
terang, dan mereka kembali membaiat Rasulullah. Sementara, berkaitan dengan apa
yang tersembunyi dalam hati mereka, Rasulullah menyerahkannya kepada Allah.
Lalu, Ka'b datang hendak menemui
Rasulullah dengan langkah gontai dan kepala tertunduk. Rasulullah tersenyum,
namun pandangan matanya menunjukkan kemarahan. Rasulullah bertanya kepada Ka'b,
"apa yang membuatmu terlambat? Bukankah kau telah menyiapkan hewan
tunggangan?"
Ka'b menjawab, "benar, wahai
Rasulullah. Demi Allah, seandainya saat ini yang kuhadapi adalah orang lain,
bukan engkau, aku akan berusaha meredakan kemarahannya dengan berbagai alasan,
karena aku pandai berdebat. Tetapi, demi Allah, jika aku berbicara kepadamu
dengan kata-kata yang mengandung dusta, pasti Allah akan murka, begitupun
engkau. Namun, jika aku berkata jujur, aku sungguh merasa berat untuk
mengungkapkannya. Aku sungguh mengharapkannya. Aku sungguh mengharapkan ampunan
Allah...demi Allah, aku tidak punya alasan dan uzur apapun. Demi Allah, aku
merasa sangat berduka dan berat hati sejak menyadari bahwa aku tidak berada di
medan jihad bersama kaum Muslimin lainnya."
Rasulullah bersabda, "orang ini
sungguh jujur. Karena itu, berdirilah, aku tak dapat memberikan keputusan
tentangmu. Tunggulah hingga Allah memberikan keputusan."
Kemudian Murrah datang dan disusun
oleh Hilal. Mereka pun menyampaikan kata-kata yang sama seperti Ka'b.
Rasulullah pun membiarkan mereka berdua menanti keputusan Allah.
Rasulullah melarang orang-orang
berbicara dan bergaul dengan mereka sampai Allah memberi keputusan tentang
mereka. Dia akan menghukum mereka jika berkehendak, atau menerima tobat mereka.
Hari demi hari terus berlalu setelah kejadian itu. Ketiga orang itu semakin
sedih dan berduka. Detik-detik terasa berjalan sangat lambat. Mereka gelisah
dan bingung. Resah dan menderita. Pengucilan kaum Muslimin itu benar-benar
menjadi bencana yang sangat menyakiti jiwa mereka.
Murrah ibn al-Rabi dan Hilal ibn
Murrah menutup diri didalam rumah sambil terus menangis dan meratap, menantikan
keputusan Allah. Sementara itu, Ka'b bersikap seperti pemuda biasa, bolak-balik
ke pasar seperti kebanyakan orang lainnya. Ikut shalat berjamaah dan duduk
dijalanan. Tetapi tak ada seorangpun yang mengajaknya bicara. Tak seorangpun
yang memandang atau menyapanya. Suatu saat, setelah mengerjakan shalat, ia
menghadap Rasulullah dan mengucapkan salam kepadanya. Namun karena situasi saat
itu sedang ramai, ia tidak tahu apakah Rasulullah menghadap atau berpaling
darinya, ia pun tak tahu, apakah Rasulullah menjawab salamnya atau tidak.
Isolasi yang dilakukan kaum muslimin
semakin ketat. Mereka benar-benar menaati perintah Rasulullah. Ketiga orang itu
semakin merasa terasingkan hingga akhirnya Allah menurunkan firman-Nya,
menerima taubat ketiga orang itu. Suatu hari, menjelang pelaksanaan shalat
subuh, tampak kepala Rasulullah tertunduk dan ruhnya gaib sejenak dari
orang-orang disekitarnya. Sesaat kemudian ia menghadap kepada para sahabat
dengan wajah yang cerah dan dada yang lapang. Ia bersabda, "Allah telah
menerima taubat Ka'b, Murrah, dan Hilal. Pergi dan temuilah mereka. Ucapkanlah
kata selamat dan sampaikanlah kabar gembira ini."
Ka'b menuturkan pengalamannya saat
itu, "Rasulullah SAW melarang kaum muslimin berbicara kepada kami (Ka'b,
Hilal, Murrah) yang tidak ikut ekspedisi itu. Semua orang menghindari kami dan
sikap mereka kepada kami berubah bahkan dunia tempatku berjalan seakan-akan
asing. Kami dikucilkan selama 50 hari. Dua sahabatku yang juga dikucilkan lebih
banyak mengurung diri dirumah meratapi nasib mereka. Namun, aku adalah yang
termuda diantara kami sehingga aku bisa ikut mengerjakan shalat berjamaah
dengan kaum muslimin dan berjalan-jalan dipasar-pasar meski tak seorangpun yang
mau bicara denganku. Aku pernah mendatangi Rasulullah SAW ketika ia berkumpul
bersaam para sahabat usai melaksanakan shalat. Aku mengucapkan salam kepadanya
tetapi ia bersikap seakan-akan aku tidak ada. Aku mengerjakan shalat didekatnya
dan meliriknya. Ketika aku hendak mengerjakan shalat, ia berpaling kepadaku dan
ketika aku melihatnya, ia berpaling dariku.
Karena semua orang terus menghindariku,
aku pergi menuju perkebunan milik Abu Qatadah yang tak lain adalah anak pamanku
dan orang yang paling kucintai. Aku melompati pagar kebunnya dan kemudian
mengucapkan salam kepadanya. Namun Abu Qatadah tidak membalas salamnya.
Ka'b berkata, 'Hai Abu Qatadah, aku
menyerumu dengan nama Allah, apakah engkau tahu bahwa aku mencintai Allah dan
Rasul-Nya?'
Abu Qatadah tetap diam. Ka'b
mengulang pertanyaannya. Abu Qatadah menjawab, 'Allah dan Rasulnya lebih
mengetahui.' Mendengar jawabannya itu, air mataku mengalir, lalu aku berbalik
pergi.
Pada hari kelima puluh sejak
Rasulullah SAW melarang setiap orang berbincang dengan kami, tepat setelah
shalat subuh, ketika aku duduk diatas atap rumahku, ketika jiwaku terasa sesak,
dan ketika bumi yang sangat luas terasa sesak menghimpitku "
(QS.al-Tawbah(9):118), aku mendengar seseorang berteriak lantang dari puncak
bukit Sal :'Hai Ka'b ibn Malik, gembiralah!" HR.Al-Bukhari.
Kita mendapat banyak pelajaran dari
riwayat itu yang tak bisa diabaikan begitu saja. Banyak ulama yang telah
menjelaskan hadist ini dari berbagai sudut pandang, termasuk diantaranya yang
terdapat dalam kitab Zad al-Ma'ad dan Fath al-Bari.
Bukti lain yang menunjukkan bahwa Rasulullah mempergunakan teknik penyadaran
seperti ini adalah hadist yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dari Aisyah yang
mengatakan, "tidak ada perilaku yang paling dibenci Rasulullah SAW selain
dusta. Jika seseorang berdusta didepannya, Rasulullah SAW akan menjadi sangat
marah hingga ia mengetahui bahwa orang yang berdusta itu telah bertaubat dan
menyesali perbuatannya."
Sementara riwayat Ahmad disebutkan : "ia akan tetap menunjukkan
kemarahannya kepada orang itu."
Menurut riwayat lain :"jika salah seorang keluarganya berbohong maka Nabi
SAW akan terus berpaling darinya sampai ia menunjukkan penyesalannya kepada
Nabi." HR.Al-Hakim.
Riwayat-riwayat diatas menunjukkan dengan jelas bahwa menghindar dan berpaling
dari orang yang melakukan kesalahan merupakan metode yang sangat efektif untuk
mengubah perilaku seseorang. Kendati demikian, metode ini baru akan bekerja
efektif jika orang yang berpaling itu memiliki kedudukan yang lebih istimewa
dibanding si pelaku. Jika kedudukan atau kehormatan orang yang menjauhi itu
biasa saja dan tidak lebih tinggi dibanding si pelaku kesalahan, kemungkinan
besar metode itu tidak akan berpengaruh, atau bahkan mungkin si pelaku akan
merasa senang karena dijauhi oleh orang yang tidak menyukai perbuatannya.
31. DOAKANLAH KEBURUKAN BAGI ORANG YANG TERUS MENGULANGI
KESALAHANNYA.
Imam Muslim r.a meriwayatkan bahwa
seseorang makan dengan tangan kirinya di depan Rasulullah SAW sehingga
Rasulullah menegurnya, "Makanlah dengan tangan kananmu!"
Orang itu berkata, "aku tidak
bisa."
Rasulullah lalu berujar,
"mudah-mudahan selamanya kau tidak bisa!" Kesombongan membuatnya
enggan berubah. Sejak peristiwa itu ia tidak bisa mengangkat makanan ke
mulutnya.
Dalam riwayat Ahmad, Iyas ibn Salamah ibn Al-Akwa meriwayatkan bahwa
ayahnya menuturkan, "Aku mendengar Rasulullah SAW berkata kepada seseorang
bernama Bisr ibn Ra'i al-Ir agar makan dengan tangan kanannya, karena
Rasulullah melihatnya makan dengan tangan kirinya. Bisr berkata, "Aku
tidak bisa."
Nabi SAW lalu berkata, "mudah-mudahan kau tidak akan pernah bisa!"
Dan sejak itu tangan kanannya tak pernah bisa terangkat ke mulutnya.
Al-Nawawi r.a berkomentar, "hadist ini menunjukkan bahwa kita boleh
mendoakan keburukan bagi orang yang melanggar syariat tanpa uzur atau halangan
apapun. Hadist ini pun mengajarkan kepada kita agar terus berusaha menyeru
kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan, bahkan sekalipun dalam urusan
makan." Shahih Muslim.
Lalu apakah mendoakan keburukan kepada pelaku kesalahan tidak bertentangan
dengan salah satu metode yang dijelaskan diatas tentang larangan membantu setan
dengan memusuhi pelaku kesalahan. Doa keburukan yang dimaksudkan disini
merupakan bagian dari teguran atau peringatan agar si pelaku tidak mengulangi
kesalahannya.
32. BERPURA-PURA TIDAK MENGETAHUI KESALAHAN SESEORANG KARENA
MENGHARGAI
KEDUDUKANNYA.
"Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan suatu peristiwa secara rahasia
kepada salah seorang dari istri-istrinya (Hafsah). Maka tatkala (Hafsah)
menceritakan perisitwa itu kepada Aisyah dan Allah memberitahukan hal itu
(semua pembicaraan antara Aisyah dan Hafsah) kepada Muhammad lalu Muhammad
memberitahukan sebagian (yang diceritakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan
sebagian yang lain (kepada Hafsah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan
pembicaraan (antara Hafsah dan Aisyah) lalu Hafsah bertanya : "Siapakah
yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?" Nabi Menjawab: "Allah
Yang Maha Mengetahui Lagi Maha Mengenal." QS.Al-Tahrim(66):3.
Al-Qasimi r.a berkata dalam Mahasin al-Ta'wil bahwa kata Nabi dalam frasa
"Dan ingatlah ketika Nabi" merujuk kepada Muhammad SAW. Frasa
"kepada salah seorang dari istri-istrinya" merujuk kepada Hafsah.
Frasa "suatu peristiwa" berarti bahwa Hafsah tidak boleh menceritakan
apa yang dikatakan Nabi SAW, atau apa yang ia haramkan atas dirinya sendiri
meskipun Allah telah membolehkannya. Frasa "Tatkala ia menceritakan
peristiwa itu" berarti ia menceritakan rahasia itu kepada sahabatnya
(Aisyah). Frasa "Allah memberitahukan hal itu kepada Muhammad"
berarti Allah memberitahukan kepada apa yanng Hafsah katakan kepada Aisyah.
Frasa "Muhammad memberitahukan sebagian" berarti bahwa ia
memberitahukan sebagian apa yang telah Hafsah katakan dengan maksud untuk
menegurnya. Frasa "menyembunyikan sebagian yang lain" berarti
Muhammad tidak menyampaikan sebagian yang lain karena menghormati Hafsah.
Diungkapkan dalam al-Iklil: "ayat itu menunjukkan bahwa dibolehkan
membicarakan sesuatu rahasia kepada orang kita percayai, seperti pasangan atau
sahabat dekat kita seraya meminta kepadanya agar ia menyimpan rahasia itu. Ayat
itu juga menunjukkan bagaimana memperlakukan istri dengan baik, bersikap lembut
ketika menegurnya, dan tidak mengungkapkan seluruh kesalahan yang
dilakukannya."
Al-Hasan berpendapat, "bukanlah seorang mulia orang yang mempermasalahkan
setiap kesalahan kecil." Sementara Sufyan mengatakan, "pura-pura
tidak tahu merupakan salah satu sikap orang yang mulia."
Kendati demikian, penting untuk dicatat bahwa sikap pura-pura tidak tahu
seperti itu tidak berlaku untuk kesalahan-kesalahan serius, apalagi yang
berkaitan dengan syariat dan keyakinan Islam.
33. BANTULAH SAUDARA SESAMA MUSLIM
UNTUK MEMPERBAIKI
KESALAHANNYA.
Abu Hurairah r.a menuturkan bahwa
ketika ia dan para sahabat duduk bersama Rasulullah SAW, seorang laki-laki
mendatanginya dan berkata, "Wahai Rasulullah, hukumlah aku!"
Nabi SAW bertanya, "apa yang telah kau lakukan?"
Ia berkata, "aku telah
menggauli istriku padahal aku sedang berpuasa."
Rasulullah SAW bertanya,
"apakah kau mampu membebaskan seorang budak?"
"Tidak."
"Apakah kau memiliki harta
untuk memberi makan enam puluh orang miskin?"
"Tidak."
Rasulullah SAW terdiam karena tak
ada lagi yang bisa menjadi kafaat untuk orang itu. Tidak lama berselang,
seseorang datang membawa sekeranjang kurma sebagai sedekah. Rasulullah SAW
bertanya, "Dimanakah orang yang tadi bertanya?"
Laki-laki itu menjawab, "ini
aku wahai Rasulullah."
"Ambillah kurma ini dan
sedekahkanlah kepada orang miskin."
"Siapakah yang lebih miskin
dari pada diriku, wahai Rasulullah? Demi Allah, di Madinah ini tidak ada
keluarga yang lebih miskin dari pada keluargaku."
Rasulullah SAW tersenyum hingga
giginya terlihat, kemudian bersabda, "berilah makan keluargamu dengan
kurma ini." HR.Al-Bukhari.
34. TEMUILAH PELAKU KESALAHAN DAN AJAKLAH UNTUK MEMBICARAKANNYA.
Dalam Shahih al-Bukhari diriwayatkan bahwa Abdullah ibn Amir menceritakan :
"Ayahku menikahkanku dengan seorang perempuan dari keluarga baik-baik.
Kadang-kadang ayahku datang kerumah dan menanyai menantunya tentang suaminya.
Istriku itu mengatakan, 'laki-laki yang sangat baik. Ia tidak pernah tidur
diatas ranjang kami, atau menggauliku sejak kami menikah.' Setelah berlangsung
lama dan jawabannya tidak berubah, ayahku menyampaikan persoalan itu kepada
Rasulullah SAW yang kemudian berkata, 'biarkanlah aku menemuinya.'
Karena itu, aku segera menemui
Rasulullah SAW yang kemudian bertanya kepadaku, 'seberapa sering kau berpuasa?'
Aku menjawab, 'setiap hari.'
'Seberapa sering kau mengkhatamkan
Al-Qur'an?'
'Setiap malam.'
Rasulullah bersabda, 'puasalah tiga
hari tiap bulan, dan khatamkanlah Al-Qur'an sekali sebulan.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Berpuasalah tiga hari stiap
minggu.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Jangan berpuasa selama dua hari,
kemudian berpuasalah sehari.'
'Aku bisa melakukan lebih dari itu.'
'Lakukanlah puasa yang paling baik,
yaitu puasa Dawud, berpuasa sehari lalu tidak puasa sehari berikutnya, dan
khatamkanlah Al-Qur'an sekali setiap tujuh hari.'
Andai saja dahulu aku menerima
keringanan yang diberikan oleh Rasulullah SAW karena kini, ketika aku beranjak
tua dan semakin lemah, aku harus membaca Al-Qur'an pada siang hari juga agar
pada malam harinya aku bisa mengkhatamkannya dalam waktu tujuh hari. Ketika aku
merasac lemah, aku tidak berpuasa selama beberapa hari dan aku menghitung
hari-hari yang aku tidak berpuasa didalamnya untuk kemudian kugantikan pada
hari-hari lainnya. Aku tidak ingin menyerah dan menyalahi ucapan yang telah
kukatakan kepada Rasulullah SAW." Abu Abdullah berkata:
"sebagian periwayat mengatakan bahwa Abdullah ibn Amr menamatkan Al-Qur'an
dalam tiga hari. Ada juga yang mengatakan dalam lima hari, tetapi kebanyakan
mengatakan dalam tujuh hari." HR.Al-Bukhari.
Beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari riwayat ini diantaranya :
*Pertama: Rasulullah SAW memahami
masalah yang dialami oleh salah seorang sahabatnya, yaitu Abdullah ibn Amr yang
menyibukkan dirinya untuk beribadah kepada Allah tetapi ia tidak meluangkan
waktunya untuk melaksanakan kewajibannya sebagai suami.
*Kedua: Riwayat inipun memberi pelajaran bahwa apapun yang kita lakukan,
aktivitas ibadah kepada Allah harus berjalan seimbang dengan muamalah kepada
sesama manusia. Apapun pekerjaan kita, baik sebagai pelajar, mubalig, alim
ataupun yang lainnya, harus menyeimbangkan antara aktivitas ibadah dan
aktivitas muamalah. Dan yang paling penting, kita harus memperhatikan
kepentingan keluarga, termasuk istri dan anak-anak kita, karena mereka berada
dibawah tanggung jawab kita sebagai kepala keluarga. Allah SWT membebankan
kewajiban kepada semua manusia sesuai dengan kemampuan mereka masing-masing.
Jangan sampai kita memaksakan diri untuk melakukan banyak ibadah sehingga
kewajiban kita sebagai kepala keluarga dan sebagai manusia terabaikan.
35. SAMPAIKANLAH SECARA LUGAS DAN TERUS-TERANG.
Al-Bukhari r.a meriwayatkan bahwa
Abu Dzarr bercerita, "Terjadi perselisihan antara diriku dan seseorang.
Ibu orang itu bukan seorang Arab dan aku mengatakan sesuatu yang
menyakitkannya. Ia mengadukan perlakuanku kepada Rasulullah, yang kemudian
menanyaiku, 'apakah kau menghina si fulan?'
Aku menjawab, 'ya.'
Ia bertanya lagi, 'apakah kau
mengatakan sesuatu yang menyakitkan perihal ibunya?'
'Ya.'
'Berarti masih ada sifat jahiliyah
dalam dirimu.'
'Aku mengatakannya karena usiaku
yang semakin uzur, wahai Rasul.'
'Ya, tetapi mereka adalah saudaramu.
Allah telah memberimu kekuasaan dan wewenang atas mereka. Barang siapa yang
diberi kekuasaan atas orang lain, ia harus berusaha memberi makan mereka
sebagaimana ia memberi makan dirinya sendiri; ia harus memberi mereka pakaian
sebagaimana ia sendiri memberi pakaian; dan ia tak seharusnya membebani mereka
pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan. Jika ia terpaksa memberi mereka
terlalu banyak pekerjaan, berusahalah untuk membantunya."
Rasulullah SAW berbicara kepada Abu
Dzarr dengan lugas dan jelas tanpa tedeng aling-aling karena ia mengetahui
bahwa Abu Dzarr akan menerima nasihat serta tegurannya. Pendekatan seperti ini
menjadi pendekatan yang sangat efektif untuk dilakukan karena akan mengirit
waktu dan energi. Selain itu, orang yang ditegur tidak akan berburuk sangka
atau salah memahami apa yang kita sampaikan. Kendati demikian, pendekatan
seperti ini tidak bisa diterapkan kepada semua orang. Kita harus memperhatikan
sifat dan kepribadian seseorang, begitu juga lingkungan tempat kita akan
menyampaikannya sehingga teguran kita yang disampaikan secara lugas tidak
menyinggung atau menyakitinya.
Pendekatan seperti ini jarang
dipergunakan jika dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang lebih buruk dan
lebih serius atau jika ditengarai bahwa teguran itu akan menghambat kepentingan
yang lebih besar. Misalnya, jika orang yang melakukan kesalahan itu adalah
seorang penguasa atau pemimpin yang punya wewenang atas orang lain, mungkin ia
tidak akan menerima teguran yang lugasa dan terus terang. Atau, mungkin jika
teguran atau nasihat yang lugas itu akan membuat seseorang merasa sangat malu.
Pendekatan langsung dan lugas seperti dalam riwayat diatas tak perlu
dipergunakan jika si pelaku kesalahan termasuk orang yang terlalu sensitif dan
cenderung merasa sakit hati serta bereaksi dengan buruk. Tidak selayaknya
pendekatan ini kita pergunakan jika dilandasi oleh semangat kebencian dan
permusuhan, apalagi bertujuan untuk merendahkan dan mempermalukan seseorang
sekaligus mengangkat martabat serta kehormatan kita.
Sama halnya, kita harus berhati-hati ketika hendak mempergunakan pendekatan tak
langsung agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar. Jelasnya, jika
kita mempergunakan pendekatan tak langsung misalnya menggunakan bahasa simbolis
dan tidak menohok langsung pada persoalan si pelaku kesalahan mungkin akan
berpikir bahwa kita adalah orang bodoh atau sedang mempermainkan dirinya. Ia
tidak akan menyadari kesalahannya apalagi mengubah perilaku dan sifatnya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa cara atau pendekatan yang benar belum
tentu efektif jika kita tetapkan pada seseorang. Pada sebagian orang, kita bisa
menerapkan pendekatan yang bersifat langsung, tegas, dan lugas, sementara pada
sebagian lainnya dibutuhkan kepintaran untuk melihat dan menganalisis
kepribadian orang lain agar kita bisa memilih metode yang lebih efektif.
36. JELASKANLAH KEPADA ORANG YANG
BERBUAT SALAH BAHWA IA SEDANG
MELAKUKAN KESALAHAN.
Ajaklah seseorang yang berbuat salah
untuk berdiskusi dan membahas kesalahan yang dilakukannya sehingga ia
benar-benar menyadari bahwa perbuatannya itu salah. Pembahasan dan obrolan dari
hati ke hati dibutuhkan untuk menyadari si pelaku sehingga ia mau mengubah
perilakunya dan kembali ke jalan yang benar. Berikut ini adalah hadist yang
diriwayatkan oleh al-Thabrani r.a dalam al-Mu'jam al-Kabir dari Abu Umamah r.a
yang mengatakan bahwa seorang anak muda mendatangi Rasulullah SAW dan berkata,
"wahai Rasul, izinkanlah aku untuk berzina."
Orang-orang yang hadir disana
berteriak memarahi anak muda itu, tetapi Rasulullah SAW berkata,
"Diam!"
Kemudian ia melanjutkan,
"Biarkanlah ia tenang." Lalu, ia berpaling kepada anak muda itu,
"kemarilah."
Anak muda itu mendekat dan duduk
dihadapan Rasulullah SAW yang berkata kepadanya, "apakah kau suka jika
ibumu dizinai?"
"Tidak."
"Maka, begitu pun orang lain.
Mereka tidak akan suka jika ibu mereka dizinai?"
Kemudian Rasulullah bertanya lagi,
"apakah kau suka jika anak perempuanmu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang
tidak suka jika anak perempuan mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudarimu
dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang
tidak suka jika saudari mereka dizinai. Apakah kau suka jika saudari ayahmu
dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang
tidak suka jika saudari ayah mereka dizinai. Dan apakah kau suka jika saudari
ibumu dizinai?"
"Tidak."
"Demikian juga, orang-orang
tidak suka jika saudari ibu mereka dizinai."
Kemudian Rasulullah SAW meletakkan tangannya diatas dada anak muda itu dan
berkata, "ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, sucikanlah hatinya, dan
lapangkanlah dadanya."
37. JELASKANLAH BAHWA ALASAN ORANG ITU MELAKUKAN KESALAHAN
TIDAK BISA
DITERIMA.
Beberapa orang yang melakukan
kesalahan berusaha menutup-nutupinya atau mengemukakan berbagai alasan yang
tidak bisa diterima, terutama ketika mereka tertangkap basah saat melakukan
kesalahan. Sebagian mereka mungkin tampak gagap ketika mengemukakan alasan,
terutama orang yang tidak pandai berdusta karena pada dasarnya mereka baik
hati. Bagaimanakah semestinya seorang pendidik menghadapi situasi seperti ini?
Riwayat berikut ini menggambarkan tindakan cerdas yang dipraktikkan oleh
Rasulullah SAW ketika menghadapi seorang sahabat yang melakukan dalih atas
kesalahannya. Riwayat ini juga menunjukkan kepada kita bagaimana si pendidik
harus terus mengikuti argumentasinya sampai pelaku kesalahan mengakui dan
menerima kesalahannya serta mau memperbaiki diri.
Khuwait ibn Jubair r.a bercerita,
"kami berkemah bersama Rasulullah di Marr al-Zahran (sebuah tempat dekat
Makkah). Aku keluar dari tendaku dan melihat beberapa perempuan sedang
bercengkerama. Aku menyukai mereka sehingga aku kembali, mengeluarkan petiku,
dan mengambil sehelai pakaian. Aku letakkan kembali peti itu, mendekati para
wanita tersebut, lalu duduk bersama mereka. Rasulullah SAW datang dan menyeru,
'Hai Abu Abdullah!" Rasulullah menegurku karena aku duduk dengan para
wanita yang bukan mahram. Saat melihat Rasulullah, aku merasa takut dan gagap,
berusaha mencari-cari alasan. Aku katakan kepadanya, "wahai Rasul, untaku
hilang dan aku mencari tali untuk mengikatnya."
Mendengar aku berdalih, Rasulullah
beranjak pergi dan aku mengikutinya. Tiba-tiba ia melemparkan jubahnya kepadaku
dan berjalan menuju pepohonan yang rindang aku melihat putih dadanya
diantara warna daun pepohonan yang menghijau ketika ia menunaikan hajat, lalu
mengambil berwudhu. Usai berwudhu, Nabi SAW berbalik mendekatiku dengan air
yang menetes dari jenggot sampai dadanya. Rasul berkata, 'hai Abu Abdullah, apa
yang terjadi pada untamu yang hilang?' Saat itu aku tidak bisa menjawabnya.
Setelah cukup beristirahat kami
melanjutkan perjalanan hingga di sebuah tempat, aku berpapasan dengannya dan ia
berkata kepadaku, "assalamualaika hai Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada
untamu yang hilang?"
Aku sadar dan tak kuasa menjawab
pertanyaannya. Dalam perjalanan pulang, aku bergegas ke Madinah dan setibanya
disana aku menghindari masjid dan perkumpulan yang dihadiri oleh Rasulullah
SAW. Aku terus berlaku seperti itu untuk waktu yang cukup lama hingga pada
suatu hari, aku mencoba pergi ke mesjid ketika orang-orang telah membubarkan
diri. Setibanya di mesjid aku segera mendirikan shalat, tetapi tiba-tiba aku
mendengar Rasulullah SAW keluar dari rumahnya, memasuki mesjid, lalu mendirikan
shalat dua raka'at. Aku sengaja berlama-lama melaksanakan shalat berharap ia
segera beranjak pulang kerumahnya dan meninggalkanku. Tetapi Rasulullah SAW
berkata, 'shalatlah selama apapun kau suka, hai Abu Abdullah, karena aku tidak
akan meninggalkanmu sampai kau selesai.'
Aku berkata kepada diriku sendiri,
'Demi Allah, aku harus meminta maaf kepada Rasulullah SAW dan berusaha
membuatnya ridha kepadaku.' Setelah aku melaksanakan shalat, Rasulullah SAW
bersabda, "Assalamualaika, hai Abu Abdullah. Apa yang terjadi pada untamu
yang hilang?"
Aku menjawab, 'Demi Zat yang
mengutusmu dengan kebenaran, untaku tidak pernah hilang sejak aku menjadi
muslim.'
Rasulullah SAW bersabda,
'mudah-mudahan Allah mengampunimu, mudah-mudahan Allah mengampunimu.'
Sejak saat itu ia tak pernah
menyinggung masalah unta itu."
Jika kita perhatikan, kita dapat
melihat betapa cerdas metode yang dipraktikkan Rasulullah SAW untuk menyadarkan
sahabatnya yang melakukan kesalahan. Ketika mendengar atau melihat salah
seorang sahabatnya melakukan kesalahan, ia tidak pernah menunda untuk
menegurnya. Ia tidak akan membiarkan atau meninggalkan si pelaku kesalahan itu
hingga ia benar-benar menyadari kesalahannya dan bertekad untuk memperbaiki
dirinya. Ada beberapa pelajaran lain yang dapat kita tarik dari riwayat ini :
1. Seseorang yang melakukan
kesalahan atau dosa akan merasa malu kepada pemimpin yang dihormati, apalagi
jika ia tertangkap basah melakukan kesalahan.
2. Cara seorang pendidik atau
mubalig berbicara dan menginterogasi seseorang, meskipun dilakukan dengan
singkat, akan menimbulkan dampak yang besar.
3. Rasulullah tidak membantah atau
mematahkan argumen yang diungkapkan sahabatnya secara langsung, meskipun ia
mengetahui bahwa sahabatnya itu berkelit dan mencari-cari alasan. Rasulullah
menghindarinya terlebih dahulu sehingga sahabatnya itu sadar dan kemudian
menegurnya lagi pada waktu lain. Setelah beberapa kali teguran, sahabat itu
akhirnya menyadari dan benar-benar menyesali perbuatannya.
4. Pendidik yang baik adalah orang
yang membuat seorang pelaku kesalahan merasa sangat malu kepadanya sehingga
pelaku itu akan berbicara terus terang dan jujur mengakui kesalahannya.
5. Perubahan sikap si pelaku
kesalahan, dalam riwayat ini, ditandai dengan munculnya kesadaran dan pengakuan
yang jujur bahwa ia benar-benar melakukan kesalahan dan bertekad untuk tidak
mengulanginya lagi.
Seorang pendidik atau pemimpin yang
memiliki pengaruh besar terhadap orang-orang yang di didik atau dipimpinnya
pasti akan menegur atau menasihati orang yang berbuat salah. Nasihat dan
tegurannya akan berdampak besar pada perubahan sikap dan perilaku seseorang
dibanding pemimpin atau pendidik yang tidak dihormati atau dihargai oleh
bawahan atau anak didiknya. Selain itu, seorang pemimpin atau pendidik harus
memperhatikan kepentingan orang lain ketika menegur mereka sehingga tindakannya
itu benar-benar efektif dan berpengaruh.
38. PERHATIKANLAH WATAK DAN SIFAT
MANUSIA.
Contoh berikut ini menggambarkan
kecemburuan yang biasanya menjadi sifat khas kaum wanita, terutama dalam kasus
seorang istri kepada madunya. Riwayat berikut ini bertutur tentangi stri
Rasulullah yang mencemburui istrinya yang lain dan ia dipanas-panasi oleh
istrinya yang lain. Rasulullah SAW sangat memahami kecemburuan yang bersarang
dalam dada istri-istrinya sehingga ia senantiasa bersikap hati-hati
memperlakukan dan menyikapi mereka. Ia selalu menyikapi mereka dengan sabar,
adil, dan jujur ketika menegur atau menasihati istri-istrinya yang berbuat salah.
Al-Bukhari r.a dalam Shahih-nya
meriwayatkan dari Anas bahwa ketika Rasulullah SAW sedang berada dirumah salah
seorang istrinya, datang seorang pelayan membawa sebuah bejana berisi makanan
kiriman dari salah seorang Ummul Mukminin. Istri yang sedang bersama Nabi
hendak menolak kiriman itu dan ia menarik tangan si pelayan sehingga bejana itu
jatuh dan pecah menjadi dua sementara isinya berserakan di lantai. Rasulullah
SAW memunguti serpihan bejana itu dan menghimpunnya kembali menjadi satu sambil
berkata kepada si pelayan, "Ibumu cemburu."
Kemudian ia meminta si pelayan untuk
menunggu sampai ia mengganti bejana yang pecah untuk diberikan kepada Ummul
Mukminin yang mengirimnya dan memberikan bejana yang pecah kepada istri yang
memecahkan bejana itu."
Kecemburuan telah menjadi watak
alami seorang perempuan sehingga sering kali mereka melakukan sesuatu yang
tidak pantas tanpa memikirkan akibat buruk yang akan menimpa diri mereka atau
orang lain. Kecemburan sering kali menutupi akal sehat sehingga mereka tidak
dapat memikirkan akibat dan berbagai kemungkinan yang terjadi dari
perbuatannya. Rasulullah sangat memahami perilaku dan watak istri-istrinya
sehingga ia selalu bersikap sabar dan menanggapi kecemburuan mereka dengan
kelembutan dan kasih sayang, kecuali pada beberapa kasus tertentu ketika
perbuatan atau perilaku mereka yang didorong oleh rasa cemburu dianggap
keterlaluan dan melewati batas.
Dikutip dari buku Cara cerdas Nabi
mengoreksi kesalahan orang lain (Syekh Muhammad Saleh al-Munajjid