Yusrina Fitria

Yusrina Fitria

marquee Yusrina Fitria
Diberdayakan oleh Blogger.

Senin, 16 Februari 2015

Malam Muda

            Aku masih terus mengayuh pedal mungil hitam sambil tersenyum sumringah pada langit kelam tanpa hiraukan butiran - butiran peluh yang berebut jatuh. Tembakan lampu sudut kota semakin memberiku cahaya. Seolah - olah aku ini adalah gadis malam muda. Angin yang datang hanya bisa mengusikku manja. Tanpa salam pembuka bahkan sepotong sapa. Jembatan Minang tampak lengang. Hanya satu dua kendaraan yang berlalu lalang. Ah... Ternyata begini rasanya jadi gadis malam muda, terdampar di sudut kota tercinta.
             Malam ini memang di luar rencana. Celakanya, bagaimana pun aku menjauhi dunia, wajahnya masih tersangkut di pelupuk mata. Sebenarnya bukan salah indera. Bukan salah siapa - siapa. Apalagi salah angin yang sejak tadi hanya lalu tanpa menyapa. Mungkin gundah gulana sedang lelah tinggal menyemak di dalam dada. Ia juga ingin menikmati betapa indahnya menjadi bahagian dari malam muda.
             Pada genangan air raksasa yang belum tampak riaknya aku mengadu syahdu. Malam ini, aku masih teringat tentang dirimu. Berusaha menelan pahitnya rindu, terlebih manisnya semangat kala itu. Aku hanya bisa mendengar aspal jalan sedang menertawakanku. Pelik memang. Hingga langit pun tak memberi restu. Atau ini memang jalan takdirku. Bukan berarti aku harus melupakanmu.
            Sakit mengajarkanku akan arti sehat. Sehat yang terlihat maupun yang tak terlihat. Waktu mengajarkanku arti sabar. Sabar menanti kabar yang kelak kan indah tuk kita dengar. Jarak mengajarkanku arti rindu. Rindu menunggu saat bahagia jika suatu saat takdir kan menghantarkanku berdiri tepat di belakangmu bukan di sampingmu. Kehilangan mengajarkanku arti memiliki, walau sejatinya aku tak berhak atas nikmat yang telah Tuhan beri. Sendiri mengajarkanku arti kebersamaan. Bersama walau kita tahu Tuhan tengah menyiapkan cerita yang kelak akan kita nilai sempurna.
            Wahai penghuni malam, akulah gadis malam muda. Bukan gundah karena galau sudah kepalang tumpah. Wahai penghuni malam, akulah gadis malam muda. Bukan nelangsa karena tak punya rasa. Tapi hanya sedang menjinakkan hati, agar aku tahu diri.


Jembatan Minang, Padang, 16 Februari 2015
19.30 WIB
-setelah rinai reda-

Minggu, 15 Februari 2015

Syair Penantian



Mungkin ada dari bagian cerita yang harus kita jemput masing – masing. Tentu dengan cara yang berbeda. Melawan dan memusnahkan kegalauan yang beranak – pinak dalam sanubari. Memutuskan tali silaturrahiim dengan rindu yang menggebu – gebu. Dan pada akhirnya, kita bisa hidup normal seperti dulu.
Aku kini tengah berjuang menjemput cerita yang menjadi bias dari cerita lama. Menghidupkan kembali pesona yang hilang tertimbun masa dan gundah gulana. Serta pada akhirnya, aku sendiri yang akan mengaku padamu bahwa yang kurasakan hingga detik ini adalah CINTA.
Mulai kususun periode demi periode yang akan jadi saksi cerita kala nanti. Sangat rapi. Memberi jarak antara kita senti demi senti. Walau aku sebenarnya tahu Tuhan Mahateliti atas apa yang bersarang di dalam hati. Akan tetapi, jangan risau. Kita akan segera membunuh galau. Hingga yang akan kita lahirkan nantinya adalah bintang gemintang yang senantiasa berkilau kemilau.
“Berhakkah kita merasa lebih arif atas cinta daripada Allaah SWT Yang Mahaarif dengan penciptaan-Nya telah menitipkan rasa cinta tuk bersemayam selamanya dalam hati kita ?”
Untuk saat ini biarkan saja aku mati – matian menahan kegalauan. Memanjakannya dengan puisi – puisi cinta dan syair – syair picisan. Lalu, kutengadahkan tangan senantiasa merayu pada Tuhan, semoga untuk kita adalah sebaik – baik yang telah Ia takdirkan...
Selasa, 10 Februari 2015
18:20 WIB
-di balik relief Masjid At – Taqwa-

 

Blogger news

Blogroll

About