Yusrina Fitria

Yusrina Fitria

marquee Yusrina Fitria
Diberdayakan oleh Blogger.

Al - Quran

Kamis, 28 Juni 2018

LEMBAYUNG DI LANGIT SYAWAL

Kekasih...
Aku tak tahu hatiku terbuat dari apa, hingga mampu menahan setiap beban kekangan rindu tak terkira.

Kekasih...
Aku tak tahu air mataku berasal darimana, tapi yang kutahu hingga kini ia mengalir tiada hentinya.

Kekasih...
Ada jutaan doa yang kupersembahkan pada Tuhan, agar semua ini dapat tertuntaskan.

Kekasih...
Ada jutaan kata yang aku teriakkan dalam sukma, walau tak pernah sampai ke telinga.
Yakinlah, ia telah mengangkasa, hingga malaikatpun mengaminkannya.

Kekasih...
Pada matahari yang mulai takluk oleh senja, aku bercerita tentang derita menahun yang kutahan karenamu.
Derita cinta yang tak pernah kuuntai dengan manik-manik kata indah untukmu.
Tetap bernapas dalam palung sukma terdalam tanpa siapapun yang tahu selain Tuhan dan aku.

Kekasih...
Ramadhan tahun ini mengingatkanku pada Ramadhan pertama kita bersama.
Dengan senyum dan tawa dari orang yang sama.
Hanya kali ini tak tampak olehku binar bahagia di ujung matamu dan yang kurasa adalah rindu yang semakin menua.

Kekasih...
Syawal kali ini terasa begitu berbeda dengan hangat sapa dan candamu.
Ada beban kekangan rindu yang terurai, namun tak sanggup menghentikan waktu.
Celakanya, beban kekangan rindu baru lebih berat kau tinggalkan setelah selesai pertanyaanku.

Kekasih...
Langit pun tega menjatuhkan gerimis yang dikirim Tuhan.
Tahu bahwa aku sedang butuh teman untuk meluapkan segenap rindu yang tertahan.
Belum cukup sujud sembah yang kuikhtiarkan agar kau selalu dalam lindungan Tuhan.

Kekasih...
Yakinlah, pada setiap ruas jari tanganku yang menengadah ke langit Syawal.
Ada namamu yang tak pernah kutinggalkan.
Aku titipkan permohonan pada Tuhan, walau bayangmu kini hilang dari pandangan.

Kekasih...
Apa yang kutahu selain namamu, di mana kau pun aku tak tahu.
Aku yakin takdir takkan salah alamat untuk menemukanmu.
Biarlah Tuhan sisipkan angin rindu yang sejuk dariku di dalam sela-sela hatimu.
Agar kau tahu sungguh ada seseorang yang menantimu bersama lembayung di langit Syawal yang baru.

Kota Solok, 21 Juni 2018.
ba'da gerimis sepekan.

Jumat, 03 Februari 2017

Komentar Sang Bisu

Malam punya caranya sendiri menyulap seseorang yang tadinya baik-baik saja sekarang menjadi pura-pura baik tanpa disengaja.
Mungkin karena ia menghadirkan gelap yang menonaktifkan pikiran rasional alias melahirkan kepekaan perasaan yang lebih dominan.
Kali ini bukan mungkin, malam memberikan semuanya ketika siang sudah menyiksamu dengan semua pemikiran rasional dan tak jarang berseberangan dengan kata hati.
Itu mengapa aku menyebut malam sebagai waktu paling jujur.
Sampai-sampai kita tidak mampu menipu diri kita sendiri terhadap apa yang sedang terjadi.


Bukan berarti aku sedang menyalahkan malam karena sudah membuatku hilang kendali begini. Memang waktunya dan memang harus begini adanya.
Karena senyum yang terlukis indah di muka juga butuh istirahat. Istirahat dari kepura-puraannya menghadapi semua yang di luar kendali manusia.


Menarik memang jika kali ini aku berusaha mengikuti akal pikiran yang mengaku rasional untuk menyerah bertahan. Semua orang bilang, "ayo move on!". Menurutku sendiri, move on berarti aku berhenti untuk holding on, ya, berhenti bertahan. Bertahan sampai Allaah memang benar-benar bilang, "wahai hambaKu, ini lah jawaban."

Aku tidak pernah menafikkan kalau memang aku punya caraku sendiri memaknai -move on-. Dan tidak masalah jika mereka menganggapku lemah hanya karena aku tampak kalah dengan keadaan. Bahkan sekarang belum ada keputusan siapa yang lebih berhak Allaah menangkan. Dia yang yakin dengan takdir atau malah mungkir? Intinya, beri saja kesempatanku menikmati waktuku untuk bertahan. Meski sedari awal sudah kuputuskan untuk menyiapkan dua mental sabar. Sabar menerima takdir yang sesuai harapan dan sabar menerima takdir yang sesuai kebutuhan.


-Bagaimana caranya memilih di antara beberapa pilihan sedang pilihan kita tidak ada di antaranya?-


Setiap orang punya caranya sendiri memutuskan apa yang terbaik untuknya. Karena mereka tahu bahwa Allaah tidak akan mengubah nasibnya jika mengandalkan kepasrahan.
Menolak tidak selalu bermakna tidak menerima. Bisa saja belum menerima.


Adakah yang lebih rela melepaskan atau bahkan merelakan jatuh bangunnya bertahan hingga hampir tiga tahunan? Sampai saat ini jawabannya masih -tidak-.


Bagi mereka yang menyebutku -gila-, aku sangat berterima kasih. Karena dari mereka aku belajar bagaimana harus bersikap dan mempertahankan pilihan.


Memang begini cara -gila-ku untuk mencegah perpanjangan sebuah harapan. Karena kamu tahu sendiri betapa nelangsanya dikhianati harapan, bukan? Mulai dari harus menutup semua peluang harapan itu akan muncul. Bahkan harus rela untuk memutuskan semua jalan kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang menjadi jalur kedatangannya yang kadang tiba-tiba saja ada, tiba-tiba saja datang. Atau malah menghapus semua kesempatan dari kehadiran semua harapan yang belum sempat lahir. Bukannya sejak awal sudah ku katakan bahwa sesuatu yang sederhana bahkan tak berarti apa-apa bisa menjadi sesuatu yang luar biasa bagi mereka yang terang-terangan menyimpan harapan? Karenanya, aku harus beberapa kali kalah dengan kejujuran. Harus membuat dinding yang besar lagi tinggi agar tak ada yang bisa menembusnya, menghancurkannya. Dari dua alasan mengapa seseorang harus menjauh sejauhnya-jauhnya, antara menyimpan rasa cinta yang teramat dalam ataukah rasa benci yang termat dalam, kamu tahun sendiri jawaban -orang gila- ini yang mana.

Bukan masalah sepele bagi pribadi yang beberapa bulan lagi akan menginjak usia 23 tahun. Mestinya sudah bisa mngambil sikap atas setiap peluang yang akan muncul dengan adanya pilihan. Peluang akan dipatahkan setelah sekian lama menahan kesakitan atau bahkan peluang dimerdekakan dari penjajahan bertahan. Tentang jatuh bangun pengorbanan yang masih samar-samar, itu hanya pola dan ritme kehidupan. Bukan malah menjadi soalan.


Ada yang berniat baik, belum tentu Allaah mudahkan. Ada yang berniat buruk, tahu-tahunya kesampaian. Tapi, masihkah kita yakin bahwa kita akan mendapatkan apa yang telah kita niatkan?


Aku bukan anak umur belasan tahun yang masih menjadikan kelabilan sebagai tumbal dan alasan. Sebab berhati-hati dengan pilihan adalah salah satu cara untuk menentukan di mana tempat berlabuhnya kehidupan.


Bertahan tidak begitu mengasikkan. Harus kalah dengan keadaan saat sendirinya butuh arahan. Harus kalah dengan perasaan yang terus memaksa minta dibalaskan. Tidak terlihat menyenangkan, bukan?


Bertahan tidak sebercanda itu, katanya. Saat semua kata sudah berkumpul di atas lidah dan siap dilontarkan, tapi kamu memaksa menelannya kembali karena takut dengan perasaan. Takut jika akhirnya kamu harus berhenti bertahan karena nyatanya semua tak sesuai harapan.


Bertahan memang gila. Kamu rela membunuh setiap rindu yang muncul, merapikan kembali memori yang tiba-tiba hadir, dan menyita waktu untuk berpikir tentang kapan semua ini akan berakhir.


Bisa jadi ada masanya nanti aku akan berhenti bertahan. Berjalan mundur, bukan berarti aku berputus asa. Akan tetapi, sudah tak mampu lagi membendung luka.


Bisa jadi ada masanya aku berhenti bertahan. Berjalan mundur, bukan berarti aku menyerah pada keadaan. Akan tetapi, sudah tak mampu lagi mengalah kepada keberpura-puraan. Sebab aku bukan Tuhan.



---Tahun keempat dan hari ke seribu sekian, masih ada namamu yang aku selipkan.





Solok,Hari ke-34 di tahun 2017.


---entah pelangi mana yang kau sebut akan hadir setelah hujan reda.

Jumat, 22 Juli 2016

Syair Batang Lapuk

Aku benar-benar umpama batang lapuk yang tiada lengah mempertahankan ranting-ranting sumbing.

Bersama akar-akar kokoh yang mengalah untuk menghujam ke dalam tanah.

Beserta daun-daun kering yang pasrah pada langit yang mulai menguning.

Bagaimana bisa udara memaksa masuk lewat mulut daun jika ia menolak tuk menerima?

Bagaimana bisa hara memaksa menyelinap ke dalam pori akar jika ia merajuk tuk mengangguk?



Aku benar-benar umpama batang lapuk yang nyaris terperdaya pada dahan yang menua.

Ragu jika hujan datang memberi pertanda akan adanya kehidupan kedua.

Bimbang jika belukar mendekat memberi pertolongan menghabiskan kesempatan pertama.



Aku benar-benar umpama batang lapuk yang habis digerogoti waktu tak menentu.

Keras kepala mempertahankan ranting yang bisa saja jatuh, lantas lebih rapuh.

Bersikukuh mengikat daun yang bisa saja jatuh, lantas habis gugur.



Aku benar-benar umpama batang lapuk yang memimpikan tunas tumbuh.

Menyertai harapan lusuh, mengaminkan kesempatan tunai yang utuh.

Membersamai benih-benih baru yang diterbangkan jauh, hingga tak sanggup direngkuh.



Aku benar-benar umpama batang lapuk jika terus dipaksa membunuh dirimu dalam milibyte memoriku.

Sampai pada setiap air mata yang jatuh, itu masih karenamu.

Tentang setiap senyum yang lahir, itu juga masih karenamu.

Tiada rasa paling tulus selain apa yang kupersembahkan pada Tuhan.

Agar namamu masih tetap bertahan dalam genggaman.


Sabtu, 16 Juli 2016

Minggu Malam yang Keenam

Assalaamu’alaykum bloggers...

Say HI untuk Saturday afternoon kali ini yang kayanya bakalan sad ending persis lima kali Saturday afternoon(s) yang udah berlalu. Hiahiahia. Never mind, enjoy the drama coeg :v

Beteweh, lagi rehat skripsweet nih, sabar nungguin janji dosen(s) yang janjinya mau Acc Senin lusa. Yuk, aamiin. Biar September ini bisa ngirimin foto wisuda ke anak STAN. *ehhh

“Pressing” nya tuh gak pas ngerjain skripsi, tapi pas dengerin statement dosen yang subhanallaah gak terprediksi. Boro-boro nge-Acc, malah disuruh nambah tabel data biar skripsinya sempurna. Kayanya si Bapak tahu begete, anak bimbingannya golongan darah A. Ah, gak usah bahas golongan darah, bete akut. Kyakyakya.

Ok, ganti topik.

Siapa bilang kalo mahir (red: mahasiswa tahun akhir) bakalan berkurang waktunya untuk ngepoin sosmed? Kayanya ironi deh. Hehe. Oiya, di Facebook lagi hits kudeta Turki, nih. Sebagai saudara seiman, kita kudu plus wajib ngedoain semua bakal baik-baik aja, biar Allah yang atur. Tentang Negara kita? Doain juga dong. Biar punya pemimpin yang model begitu. Walaupun “no body is perfect”, tapi yang mendekati sempurna ada kan? Aamiin.

Di instagram lagi hits apa nih? Ikhwan nyeret akhwat? Atau akhwat yang nyeret ikhwan? Main seret-seret. Ente minta diblacklist dari daftar calon teman hidup? Wkwkwk. Amit-amit dah punya yang suka nyeret-nyeret. Katanya cinta, kok diseret-seret? Hiks. Kalo cinta mah, diperjuangin, diperlakukan dengan cara yang mulia. Bukan sebaliknya. Stop, lagi gak mood bahas nikah. Trauma.

Di BBM lagi hits teman-teman yang kompakan ganti DP hangout plus extra ordinary holidays mereka. Apa dayaku cuma sepending holiday di lobi FMIPA. Huhu. Namanya juga Holy-day.

Oiya, di Line lagi hits apa nih? Udah jarang mampir, semenjak bunuh diri sama cerita sendiri. Uhhh ngeri man. Bunuh diri. Ya, bunuh diri. Entah diri siapa. Hahaha. Waktu itu pas ada yang bilang “selamat berbuka”, tapi cuma diread aja. Maaf ya.

Di whatsapp? Ya, lebih tepatnya di grup whatsapp lah. Oiya, kamu punya berapa grup whatsapp. Saya cuma punya 14 grup dan itu diBISU-in semua hehehe. Lagi pengen bahas grup whatsapp nih. Kira-kira apa sih urgentnya grup whatsapp? Menurut hemat saya, definisi grup whatsapp adalah ruang tertutup tapi terbuka yang memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk cewe-cowo atau ikhwan-akhwat mulai unjuk gigi. Biar kelihatan keren gitu. Ngepost yang agak elegant biar disangka WOW gitu. Terus dikomen, sampe ujung-ujungnya muak sendiri. Hihihi. Kadang ngabisin waktu percuma untuk saling berdebat sesama ikhwan atau sesame akhwat, biar disangka keren dan dibilang “wah dia hebat ya”. Duhduhduh. Boleh left grup gak sih?

Grup whatsapp itu sebenarnya banyak positifnya. Cuma ya penggunanya aja yang gak smart untuk memanfaatkannya. Berdalih untuk mempererat tali silaturrahim, katanya. Hellow??!! Bisa chat langsung kali ke saudaranya. Ehiya, chatnya yang sejalur kali ya. Jangan bilang, “ane mau menjaga tali silaturrahiim dengan akhwat itu” (ungkap ikhwan ini). Atau sebaliknya. Duhduhduh berkali-kali. Gagal fokus kayanya. Kasihan lah tali silaturrahim dijadiin kambing putih untuk hal yang begituan.

Sarana diskusi? Diskusinya yang apik dong. Jangan malah debat kusir. Gak ada ujungnya, terus saling nyindir. Saya aja yang kalo baca chat grup saling membela opini masing-masing jadi illfeel. Orang lain yang bermasalah kok kita yang debat. Please deh. Boleh left grup gak sih?

Keren itu kalo di grup nya dishare info yang efeknya baguuusss demi anggota grup. Share ilmu baru bisa jadi. Tapi, kalo mau menanggapi, wes langsung ke yang ngeshare. Atau mungkin kalo mau ngomentari, bisa pilahpilih kalimat yang gak ngundang komen lain di luar jalur. Ngono loh. Hehehe.

Keren itu kalo di grupnya langsung setoran amalan yaumi. Atau setoran hapalan. Biar lebih banyak manfaatnya dunia akhirat. Belajar ngaji kek, belajar dakwah kek. Gak usah mikir setengah mamvus tentang hal-hal yang jauh dari jangkauan. Bahas yang deket-deket aja. Pikirin yang deket-deket aja. Udah baik belum? Gitu kan enak.

Udah ah, malas bahas grup whatsapp. Mending bahas yang lain.

Well. Back to timeline.

Sabtu malam ini kelabu banget ya. Setelah H+2 hari milad saya, lumayan spesial. Karena teman-teman ngucapinnya langsung, dan nyaris semuanya. Horeee kampusnya kan gak libur hahaha. Tapi, masih kecewa juga gara-gara ada yang gak ngucapin sampe sekarang. Kenapa coba? (berlinang air mata sambil ketawa)

Dear bloggers, bisa titip salam gak?

Kita kita selalu bisa merindukan seseorang yang sudah membuat kita bahagia. Tapi, bisa gak sih kita merindukan seseorang yang sudah membuat hati kita terluka? Mewek nih ceritanya.

Dear bloggers, ketika kamu nelangsa dan gak tahu kamu lagi rindu siapa sebenarnya, kesel gak?

Kita gak akan pernah berpikir panjang dan gak pernah peduli kalo sedang rindu, dia yang dirindukan bakal rindu balik atau gak. Tapi, kalo tipe pemikir kaya saya? Jadi males rindu, beuh. Toh, belum pasti yang dirindukan juga bakal ngerinduin balik. Kan sia-sia, percuma.

(Ini bahasannya udah ke mana-mana?)

Udah ya bloggers, I feel so sleepy. Oyasumiii. J


Rabu, 22 Juni 2016

Kata Ayah, Aku Harus Cerdas

Malam ini sama seperti malam kemarin, bahkan tahun-tahun yang telah lalu.
Jika ada hal yang paling tidak membosankan setelah tilawah, aku akan memilih mendengarkan ocehan ayah yang selalu tepat mengena di jantungku.
Tinggal nunggu piala bergilir buat yang betah. Itu kata adikku.

Well.
Dari 987.654.321 nasihat yang ayah berikan, kisah yang ayah ceritakan, amarah yang ayah ungkapkan, atau kata-kata sayang yang selalu manis jika beliau ucapkan, aku paling mantap sekali rasanya paham tentang yang satu ini.
Memang, ayah kalau bahas ini pasti mengheningkan cipta dulu. Mungkin beliau ragu, sebab belum rela melepas seorang 'aku'.

"Sayang, dengarkan ayah baik-baik. Kamu lihat dunia kita sekarang? Tahu gak apa yang sebenarnya menjadi asal muasal kekalutan dunia kaya sekarang?"

"Manusia banyak durhaka, ya kan Yah?"

"Bukan. Sama sekali bukan."

"Lantas apa?"

"Semua karena fitnah wanita."

"Lho? masa Yah?"

"Wanita itu makhluk Tuhan paling super. Pastilah menjadi cerminan bagi sebuah negeri, tentang bagaimana wanitanya. Tak usah jauh-jauh bahas negeri. Bahas saja skala kecil, keluarga contohnya. Lihat, bandingkan. Mana yang lebih berkualitas dunia akhirat keluarga yang wanita di dalamnya adalah shalihah dengan yang tidak? Bandingkan, bagaimana dengam keluarga yang wanita di dalamnya cerdas atau tidak? Berattitude atau tidak?"

"Ayah semacam memberikan pertanyaan yang tak perlu jawaban, Yah."

"Nah, sedari itu. Apakah anak Ayah tidak ingin jadi wanita yang shalihah, cerdas, dan berattitude? Bukannya kamu sendiriyang bilang kalo kromosom yang menentukan tingkat kecerdasan anak itu dibawa oleh ibunya?"

"Ya, Yah. Lantas, maksud ayah? Aku belum benar-benar paham."

"Wanita yang shalihah, ia komplit secara spiritual. Itu kenapa di daerah kelahiranmu diwajibkan sepasang calon pengantin harus pandai baca Quran sebelum ijab qabul. Itu kenapa Ayah selalu keras mendidikmu agar kamu paham Quran. Yang jelas, anak-anakmu bisa jadi Qari/Qariah, Hafidzh/Hafidzhah. Percuma cantik, kalo gak bisa ngaji. Di alam kubur, kita bakal ditanyain pake bahasa Arab, bukan bahasa Inggris, Jepang, apalagi Minang. Wanita shalihah, yang tahu tanggung jawab dan kewajiban sebagai anak, saudara, istri, dan ibu tentunya. Air cucuran atap, jatuhnya ke pelimbahan juga. Ia tahu kewajibannya. Sekarang ayah bicara tentang kewajibanmu nanti sebagai seorang istri. Ketika semua lahir dan bathinmu, suamimu yang turut bertanggung jawab. Tidak lagi ayah,apalagi ibumu. Wanita yang shalihah, menyerahkan semua yang ada pada dirinya hanya untuk taat kepada Tuhan, dan Tuhan kita, Allah swt memerintahkan istri untuk taat kepada suami. Ayah rasa, kamu sudah dapat kajian ini jauh lebih dalam dar ayah. Lanjut, wanita cerdas. Cerdas, bukan hanya IQ kamu yang sangat superior itu. Bukan hanya itu. Tapi, EQ dan SQ. Selalu punya jalan keluar ketika dihadapkan pada suatu masalah. Gak dibodoh-bodohin sama laki-laki. Pun karena cucu-cucu ayah berhak dilahirkan dari rahim wanita yang cerdas. Cerdas, maksudnya kreatif, inovatif, dan if if if lainnya. Selera humorjuga menentukan kecerdasan loh. Makanya, jadi wanita itu fleksibel, gak kaku, apalagi taklid. Boleh bergaul dengan siapa saja, tapi mesti cerdas memfilter siapa saja yang bisa diajak berteman. Cerdas itu bukan hanya berpikir lurus,ketika kamu berbeda dengan orang lain, punya cara pandang yang berbeda, toh jika semua bisa dicerdasi kan kamu tetap cerdas. Masalah attitude, agama kita sudah sangat komplit dihadirkan oleh Allah swt untuk menuntun ummatnya menjad pribadi yag berattitude. Mulai dari cara berpakaian, bicara, bertamu,makan, minum, apapun itu, semua sudah lengkap tanpa kurang suatu apapun. Lengkap juga dengan dalil naqli wa aqli nya. Tinggal kita bisa gak ngecover semua dan mengaplikasikan di kehidupan nyata. Intinya, kita diberikan secara adil oleh Allah, baik itu waktu, tenaga, fisik, dll. Pegang prinsip bahwa jika orang bisa maka saya bisa. Jadi wanita yang multitalented. Di suryuh ini,bisa,itu bisa. Ya, caranya mesti kepo dan belajar."

"Jadicuma dari pihak wanitanya aja ya, Yah? Kalo disuruh milih, mesti pilih laki-laki yang gimaana, Yah?"

"Ya, sama. Sama kaya yang Ayah bilang tadi. cuma ganti wanitanya sama laki-laki.
Periksa bacaan Qurannya. Masa dia cuma sayang kamu, sama Qurannya enggak? Lelaki cerdas malah sangat wajib. Lihat bagaimana cara dia memuliakan wanitanya. Apakah dia berusaha membuat kamu bahagia atau tidak? Toh, rezeki laki-laki tergantung pada wanitanya, Nak. Pilih laki-laki juga mesti lihat selera humornya. Aneh sih, tapi itu bisa menentukan dia cerdas atau gak. Ya kudu dilihat, humornya berkualitas atau abal-abal. Itu cuma contoh klise aja. Yang penting secara intelektualnya, dia berpendidikan. Berpendidikn bukan berarti titel akademiknya yang selangit tapi nyatanya omdo. Kamy bisa lihat bagaimana cara dia berbicara. Bisa dipercaya atau gak. Darisitu udah ketahuan cerdasatau gak. Memang, bisa nipu. Tapi kan, wanita makhluk paling peka. Sing penting juga setia. Kaya Ayah, tentunya. Yang berusaha bertahan sama-sama. Susah senang sama-sama. Yang bisa bikin tenang kalo ada di dekatnya. Bisa bikin hati susah jadi senang kalo dengar celotehannya. Duh, berasa hidup di surga."

"wihhh keren ya, Yah. InsyaAllah Yah. Orang langka kaya gitu mungkin perlu dibudidayakan Yah. Biar wanita yang lain juga kebagian. hahaha. Ayah, kalo suatu saat nanti, aku udah ketemu sama yang semacam itu, gimana Yah?"

"Lanjut M.Pd dulu, biar Ayah gak balik modalnyekolahin kamu. Kalo mau mondok, sekalian diajak 'habiib'nya mondok jamaah. Biar sama-sama wisuda Khatmil nya. Ya, bagusnya dia juga keukeh buat nyambung S2. Biar klop. Kan gak rugi bamdar jadinya. hehehehee."

"Gubrak. :) (pikiran mulai melayang entah ke mana)"

Udah ah, penat. Mau tidur, besok sahur.
Titip salam buat masa depan. *smile*

Selasa, 21 Juni 2016

Aku Hanya Siang yang Meranggas

Aku Hanya Siang yang Meranggas  
Entah dari mana harus aku mulai. Yang terang, ia tiba-tiba saja hadir menyelinap ke dalam mimpi. Menikam perlahan, hingga tak tahu siapa yang lebih berhak untuk tetap bertahan. Bertahan hanya ada dalam kamus mereka yang percaya. Percaya jika memang semua akan baik-baik saja, walau harus sedikit terluka. Percaya jika memang ia akan temui muara. Pasti, tapi entah kapan kan terjadi. Walhasil, kita harus tega untuk hanya menyebutnya ‘mungkin’. Sayang, bukan perihal sabar atau kepastian. Karena kita terlalu angkuh untuk memutuskan semua akan mejadi pasti seperti yang telah kita ingini. Bukan, sekali lagi bukan. Tapi, tidak ada yang salah dengan perasaan. Jika ia bisa saja hadir tiba-tiba, lantas salahkah jika ia bisa lenyap tiba-tiba? Memang, tidak ada yang salah dengan perasaan. Tidak ada yang salah dengan suratan. Yang salah adalah ketika kita masih berdebat tentang pertanyaan. Bukan mencari alasan untuk bertahan. Pada yang salah, kita hanya perlu memperbaikinya agar tak kembali salah. Pada yang benar, tidakkah kita ingin semuanya sama? Sama-sama memiliki alasan untuk bertahan. Bertahan dengan sisa-sisa yang belum sempat diungkapkan. Walaupun ia hanya bisa membunuhmu secara perlahan. Aku pun demikian. Aku hanya kuntum yang tak sempat mekar. Yang lelah harus mengubur dalam-dalam setiap keakuan hanya demi bertahan. Keyakinan yang memaksa aku begini. Yakin jika memang semua akan tetap baik-baik saja setelah begini. Setelah kita, bukan kita yang dulu. Tapi, yang seperti ini. Aku hanya matahari yang terburu-buru terbit di beranda hati. Berniat menerangi, namun harus rela terbakar api sendiri. Aku hanya siang yang meranggas sebab terlalu lama terbakar. Benar-benar terbakar. Sementara kamu. Kamu hanya sekam yang mulai memanas terbakar oleh aku. Kamu yang belum sempat menatapku lebih nanar. Dan akhirnya, kita sama-sama terbakar.  Sedang kamu hilang ingin menjadi abu dan aku tetap bertahan membakarmu. Membiarkan nyala kita akan tetap ada hingga aku benar-benar merasa kita ada untuk kita. Aku mengutuk diriku atas apa yang terjadi. Karena malam menyangsikan kehadiran akan aku yang sedang meranggas tanpa batas. Pasrah, tak pernah memuntut balas. Kita tidak perlu menarik masuk daun pintu yang sempat terbuka lebar. Jika hanya untuk bertamu, bukankah memang harus bertemu?

Minggu, 07 Juni 2015

Episode ke-n dari m cerita~

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Ceritanya malam ini baru sadar kalo balik ke rumah lupa bawa *bukuPink* tempat muntahin cerita - cerita yang yaaah terkadang out of the box. Hihihi...
Padahal suasanya lagi dukung banget buat nulis...apa lobeh bauuut -____-

Beberapa waktu terakhir sempat diteror dengan beberapa  spesies pertanyaan dari teman - teman yang ngakunya suka baca tulisan, status atau apalah itu wujudnya..
"Na, sekarang lagi musim riliis novel. Gak minat buat bukuin puisi sama syair - syair Na yang melankolis abis tu ? Atau buat novel cinta kek, apa kek gitu yang cetar membahana badai ?" Cetusnya.
*teriakdalamhati* "Aku tuh udah nyiapin buku setebal 250 lembar buat nulisin itu cerita. Tapi rahasiaaaaaaaaa !!!!"
*aslinya* "oh yaya ? novelnya dari kisah sendiri atau ngadopsi kisah orang ?"
Mendadak hening...

"Aku bukan tipe yang begitu, tems. Please deh."
"Ya, setidaknya menginspirasi sebagian orang atau bisa jadi referensi, Na. Kan keren tu. Matematika bisa dikawinkan dengan ilmu sastra."
*senyuminAjalagiiii*

Well..
Di satu sisi sempat pengen buat novel yang terinspirasi dari sajak dan syair legendaris seorang Khaalil..but, when I try to look inside *fyuuuh* 'aku mati kutu untuk menceritakan kisahku' *tsaaaaaaah* :D

Di sisi lain ya itu tadi. Menulis emang perlu objek. Nah, itu dia masalahnya. Objeknya pun masih abstrak. Lebih abstrak dari akar negatif satu. kyakakakkakakak.

Maunya ini kisah emang bener - bener riil. Gak sekadar cerita picisan. Walaupun sederetan cerpen yang pernah dibuat itu semuanya sad-ending yaaah never mind.

"Duh, tems. Tunggu aja yaaah... ini lagi nunggu script dari Tuhan. Hehehe."

Gambarannyaaa, di buku ini aku menulis semua hal (sedetail - detailnya) tentang aku, dia, mereka, dan Tuhan yang sudah begitu sayangnya ngasih kesempatan buat nulis ceritanya.

Sebab aku menyandingkan setiap diksi - diksi yang ada di tiap pelaminan buku yang kutemui dengan hati. *eakeakeakeak*

"gak ngerti, Na."

Cinta itu terlahir dari skenario nyata yang pernah kita jalani sebelum kita hidup di dunia. Di sadari atau tidak, ya memang begitu adanya. Dan dengan setiap kebijaksanaan serta kesungguhan, rasanya tak ayal jika kita masih bertanya - tanya tentang sambungan ceritanya.
Contoh, have you ever felt "de javu" ?

"Lah, apa hubungannya, Na ?"

Itu istilah kaum seberang untuk menyebut kondisi di mana seseorang merasa pernah merasakan atau mengalami suatu hal sebelumnya yang sama dengan kondisi yang sedang terjadi.

Sungguh, aku mengangkat ceritanya dari sana....
Bukan kisah yang mengimahinasi dengan indahnya, bukan.
Aku kan terus menceritakannya selama Tuhan mengizinkan. Hingga akhirnya akan bermuara pada sebuah cerukan raksasa yang nantinya akan berakhir suka atau bahkan duka. Suka, jika yag didapatkan sesuai pengharapan. Duka, sebab yang didapatkan tak sesuai harapan. Tapi, sebagai sebaik - baik hamba. Kita mesti sadar diri, kerana Tuhan ialah sebaik - baik yang menakdirkan.

"Oh...jadi, kapan ?"

"aaaaaaaaaaa !!!!! tanyain aja ke Tuhan."

sempat shock terapi kalo direspon ini-itu.
kadang geregetan, lucu, kocak, galau. Ah, apa itu galau ?!!
Gak, cuma bimbang.
-__________-

Setiap orang toh punya jurusnya masing - masing, kan yaaah ?
Ada yang normal dan ada juga yang abnormal.
Setidaknya kedeweasaan kita tidak lahir secara prematur.
21 tahun dengan 9 tahun, mudaan manaaah ?

"Sableng."
 *end*


Dan gak kebayang kalo Papa tahu anak gadis sulungnya ternyataaaaaa......
Ah, Papaaaaaaaaaahh :'(

Yang itu, gitu gitu gitu Pa. Yang ini, gini gini gini Pa.
"Lah, terus ?"

"Kamu ngomong apa toh, nak ? Apa kabar beasiswa S2 ? Jadi mondok atau ke Belanda ???"

Papaaaaa gitu mah orangnya.

"Pa, aku udah dewasa ?"

"Lah jelas, belum."

Terus itu cerita yang dibuku udah mulai nampak ujungnya, tapi pas dengar pengakuan ekstrim dari Papa, rasanyaaaaaaaaaaa.

"Udah, terusin aja." Mama emang gitu orangnya.

Solok, 7 Juni 2015.
-lasttouching- 23:48
*sepertinyaurangSolokmemangbenar-benarmempesona*
 

Blogger news

Blogroll

About